Share

Bab 8

Bab 8   Lia merajuk

POV IMAM

"Mas, rumah berantakan banget sih. Kamu kok gak bersih-bersih?" tanya Lia yang baru bangun dari tidur. Wanita itu sekarang sudah tidak lagi bekerja. Semenjak kami menikah dan semenjak dia mengandung. Aku menyuruhnya berhenti bekerja. Aku takut jika terjadi apa-apa dengan bayi yang sedang ia kandung.

"Aku kan kerja, Sayang. Nanti biar Ibu yang beberes rumah." Aku mengusap rambut Lia dengan lembut. Lia memang berbeda dengan Bela. Dia manja dan sedikit keras kepala. Sedangkan Bela setiap hari bangun pagi lalu menyiapkan makanan untuk sarapan dan juga bekal yang dibawa ke pabrik.  Rajin beberes rumah dan juga menyirami tanaman. Seminggu sudah dia pergi dari rumah. Tanamannya pun sudah banyak yang mati karena tak pernah tersentuh air.

"Lia juga laper, suruh Ibu sekalian bawa makanan!" pinta Lia dengan manja. Aku membuang napas dengan kasar. Pasti Ibu akan berbicara panjang lebar jika aku kembali menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah, sekaligus membawa makanan.

"Iya, nanti Mas akan nyuruh ibu kesini! Sudah masuk kedalam sana. Aku mau pergi bekerja dulu!" Segera aku berpamitan dengan Lia. Wanita itu mencium punggung tanganku dengan takzim. Segera aku nyalakan mesin motor buntutku. Tapi anehnya kali ini dia tidak mau menyala. Pasti ada yang tidak beres dengan motor buntutku.

"Mas, motor buntut jelek kayak gitu aja masih dipake. Beli yang baru dong, uang tabungan kamu kan banyak? Buat apa coba?" Lia melipat kedua tangannya. Sedangkan bibirnya mencebik.

"Motornya masih bisa dipake kok, mungkin ini olinya aja. Nanti kalau sudah di isi juga bisa nyala lagi," jawabku sebisanya. Karena tidak mungkin aku membeli motor baru. Baru seminggu saja menikah dengan Lia pengeluaran ku sudah membludak. Apalagi harus keluar uang untuk membeli motor baru, bisa-bisa tabunganku langsung habis.

"Pokoknya aku gak mau besok kalau pergi kemanapun pake motor jelek itu. Lia gak suka. Lia malu naik motor begituan!" Lia merajuk. Jika dia sudah marah bisa berabe. Bisa hilang jatahku malam ini.

"Iya, Sayang. Apa sih yang enggak buat kamu? Nanti kamu yang  pilih mau beli motor apa?" Aku langsung menyerah. Bagaimanapun dia sedang mengandung anakku. Anak yang selama ini aku tunggu-tunggu. Setelah berjuang menyalakan mesin motor, akhirnya berhasil juga. Segera aku pergi bekerja. Tak lupa mampir ke rumah ibu terlebih dahulu.

"Mau apalagi kami kesini, Mam? Mau nyuruh ibu nyuci lagi? Ibu gak mau ya!" Baru saja aku tiba ibu sudah menebak maksud kedatanganku.

"Ayolah, Bu. Kasihan Lia, dia sedang hamil. Jangan lupa Ibu beli makanan ya buat dia!" Aku menyerahkan selembar  lima puluh ribu.

"Mam, jemput Bela sekarang! Ibu gak mau lagi jadi pembantu kalian. Meskipun Bela itu mandul. Tapi dia gak ngrepotin, dia itu babu gratis yang gak banyak tingkah. Mending kamu baik-baikin dia deh." pinta Ibu kepadaku.

"Bela? Kalau Lia marah bagaimana?"

"Marah? Ya gak mungkin marah lah, Mam. Kamu tau enggak fungsinya Bela itu apa? Ya buat beberes rumah. Buat bantu istrimu ngerawat bayi juga. Kalau sudah lahiran. Lumayan gak perlu cari pembantu. Pembantu itu mahal tau, kan sayang uangnya. Bela juga pinter ngerawat tanaman. Bisa tambah ngirit kamu!"

"Nanti kalau kedua orang tuanya marah bagaimana?"

"Heh, Imam. Kamu itu sudah menikah 10 tahun. Setiap kali dia minta cerai dan kamu meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi. Dia kembali tu, Bela itu bod*h dia itu cinta mati sama kamu! Gak mungkin lah kalau dia minta cerai. Ibu jamin deh!"

"Iya juga sih, Bu."

"Benerkan omongan Ibu? Mending nanti pulang kerja langsung jemput dia. Kasih tau akting kamu yang paling bagus seperti biasa. Luluh pasti dia sama kamu. Satu lagi, ini duitnya kurang. Ibu mau arisan jadi ibu minta duit!" Aku mengeluarkan dompet lalu mengambil uang berwarna merah.

"Eh, Mam. Lia itu orang kaya bukan sih?"

"Kaya lah, Bu! Orangtuanya aja lagi di Singapura, makanya dia gak bisa dateng pas acara nikahan kita. Terus pake wali KUA."

"Pinter kamu nyari bini!" Ibu memberikan dua jempol kepada ku. Segera aku berpamitan pergi bekerja. Dengan laju motor yang aku perlambat.  Aku bisa lihat para ibu-ibu yang sedang berbelanja melihatku lalu berbisik. Mungkin karena aku membawa pulang Lia. Dan mengelar syukuran pernikahan kami jadi mereka nampak sedikit kesal kepadaku. Tak aku pedulikan, toh hidupku tidak bergantung kepada mereka. Aku sih biasa-biasa saja.

Setelah selesai bekerja. Aku segera bergegas pergi ke rumah Bela.  Tepatnya pergi kerumah mertua. Tak lupa aku membawa buah tangan. Untuk memberikan kesan baik didepan mereka. Meskipun aku tahu bapak mertua  terlihat sekali tidak menyukaiku. Tapi tak aku hiraukan itu.

Satu jam lamanya waktu yang harus aku tempuh hingga sampai dirumah mertua. Nampak sebuah mobil sedan terparkir didepan rumah. Mobil siapa yang terparkir disini? Jika itu saudara Bela, tidak mungkin rasanya Bela memiliki saudara yang kaya. 

Segera aku mendekat dan kemudian berniat mengucap salam. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika aku sampai diambang pintu. Bela tertawa lepas bersama seorang laki-laki yang bukan mahramnya. Meskipun ada seorang wanita lagi disampingnya. Entah mengapa hatiku terasa sakit melihatnya. Amarahku memuncak hingga aku langsung berteriak memanggil nama Bela.

"Bela, lancang kamu!" Semua orang terkejut lalu melempar pandangannya ke arahku.

"Kamu itu masih istri sahku. Kenapa kamu bisa sama laki-laki ini?" Aku masuk kedalam rumah lalu mencekal tangan Bela.

"Lepasin Bela, Mas. Sakit," ucap Bela lalu melepaskan cekalanku dengan kasar.

"Kamu wanita murahan ya!" Tangan kuangkat berniat menampar wanita yang ada di hadapanku. Tapi dengan cepat pria itu menepisnya dengan kasar.

"Jangan beraninya sama perempuan ya! Anda laki-laki apa banc*?!" Mendengar ucapannya telingaku panas. Entah siapa laki-laki itu? Aku belum pernah bertemu dengannya.

Tatapanku nyalang melihat sosok pria berambut cepak itu.

"Jangan kau sakiti Bela lagi! Kalau tidak anda harus siap berhadapan dengan saya!" Ada hawa panas menjalar keseluruh tubuh. Mendengar ancaman darinya. Seketika amarahku memuncak. Tanganku mengepal, rahang ku mengeras. 

Netra kami saling beradu. Saling menatap tajam tanpa bicara sepatah katapun.

"Siapa kamu? Berani mengusik rumah tanggaku?" tanyaku penuh amarah.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Jangan sampai bela ikut imam lagi
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
perempuan nya dibikin tolol ama author, mertua gak ada akhlak kasih sianida aja lagi thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status