Share

Bab 3

Author: Yosefa
Ketika aku kembali tersadar, mataku sudah ditutup kain hitam. Aku tidak bisa melihat cahaya sedikit pun.

Kaki dan tanganku diikat. Rasa sakit yang tajam menyebar di punggungku.

Ketika tali di belakang tubuhku ditarik, kedua kakiku pun masuk ke dalam air yang sangat dingin.

Air itu perlahan-lahan naik hingga melewati dadaku, akhirnya kepalaku pun tenggelam.

Aku tidak bisa bernapas. Suara untuk meminta tolong pun tidak bisa keluar.

Ketika aku berjuang dengan seluruh tenaga, tali itu ditarik lagi ke atas.

Aku menghirup udara dalam-dalam dan batuk tanpa mengeluarkan suara. Setelah itu, orang di tepi berbicara dengan perlahan-lahan.

"Kamu baru saja menyinggung orang yang nggak seharusnya kamu singgung. Jadi, seseorang mengirimku untuk menyiksamu."

Tanpa menungguku berbicara, tubuhku dihempaskan kembali ke air yang dalam.

Ini dilakukan berkali-kali. Setiap kali aku hampir tenggelam, aku ditarik kembali ke permukaan.

Akhirnya, aku pun dilempar ke tepi. Orang yang ada di tepi menelepon, "Bos, semuanya sudah beres."

Dari ujung telepon aku mendengar suara Bram. "Kalian cepat pergi. Sisanya biar aku yang urus."

Tidak lama kemudian, terdengar langkah kaki yang tergesa-gesa dari kejauhan. Ikatan di tubuhku pun dilepas dan jatuh ke dalam pelukan yang hangat.

Sebelum aku benar-benar tersadar, aku melihat mata Bram memerah.

"Maaf, Anita. Aku juga nggak tega melukaimu. Tapi, kamu nggak seharusnya menyakiti Wenny. Aku cuma menghukummu sekali ini. Semoga kamu bisa belajar."

Orang yang menyakitiku adalah kamu. Kenapa pada akhirnya kamu berlagak seolah tidak rela?

Seperti kehidupan lampau kita yang penuh konflik.

Bram membawaku kembali ke apartemen.

Sejak ibuku meninggal, Bram sering datang untuk merawatku. Aku bahkan pernah memberinya kunci rumah.

Bram memanggil dokter keluarga untuk memastikan bahwa kondisiku tidak terlalu parah. Dia duduk di samping ranjang dan menemaniku sepanjang malam.

"Anita, maaf. Setelah kita melangsungkan pernikahan, aku pasti akan menebus semuanya."

Saat fajar menyingsing, aku mendengar Bram berkata seperti itu sebelum pergi.

'Tidak akan ada pernikahan,' pikirku dalam hati.

Aku duduk meski kepalaku masih berdenyut.

Karena bekas jeratan tali, kaki kananku pincang saat berjalan.

Aku meraba saku bajuku. Ukiran giok berbentuk aku dan ibuku masih ada.

Syukurlah.

Saat ini pintu apartemenku tiba-tiba ditendang dengan keras hingga terbuka. Wenny berdiri di hadapanku.

Di belakang Wenny, ada beberapa anak orang kaya yang selalu mengikutinya.

Ketika melihat keadaanku yang begitu berantakan, Wenny tertawa terbahak-bahak. "Kak, kenapa bisa seperti ini?"

Aku malas menjawabnya dan berniat untuk segera pergi. Namun, dia berkata, "Kamu tahu kenapa kamu hampir mati semalam?"

"Kak Bram juga nggak menemanimu ke taman hiburan, 'kan?"

"Sayang sekali, Bram nggak tahu kamu akan menikah di luar negeri. Semalam kamu cuma mau mengucapkan perpisahan ke dia."

"Aku kasih tahu dia, kalau kamu pulang ke rumah, kamu bersikap manja. Kamu dorong aku ke kolam renang. Jadi, dia suruh orang menculikmu dan menghukummu. Tapi, aku tambahkan bayaran agar mereka menyiksamu dan menenggelamkanmu. Kak, kamu sungguh menyedihkan!"

"Diam! Kamu nggak takut Bram tahu kebenarannya? Dia tidak suka dibohongi."

Wenny tertawa dengan sangat gembira. "Dia mana mungkin tahu? Kamu segera pergi ke luar negeri. Bos mafia itu sudah membunuh tiga istrinya. Kamu juga nggak akan berumur panjang."

Wenny memberi isyarat dengan matanya. Setelah beberapa gadis yang ada di belakangnya menahanku, Wenny mengambil ukiran giok yang ada di tanganku.

"Bukankah kamu bilang semua milikku berasal darimu?"

Ketika mengatakan itu, Wenny mengangkat tangannya.

"Kalau begitu, biar aku tunjukkan padamu bagaimana aku menghancurkan semua milikmu."

"Jangan!" Aku berteriak dengan keras.

Namun, semuanya sudah terlambat. Ukiran giok itu jatuh dan pecah hingga tak berbentuk.

Sebelum aku sempat memungut ukiran giok itu, Wenny sudah menyuruh pengawal untuk menyeretku masuk ke dalam mobil, dan mengantarku ke bandara.

Setelah Bram menyelesaikan pekerjaan di kantor, dia datang ke apartemen untuk menemuiku, dan menemukan bahwa apartemenku gelap gulita.

Firasat tidak enak seketika menyeruak di dadanya. Bram segera bergegas ke vila Keluarga Limbardi.

"Paman, di mana Anita?"

"Anita? Sekarang dia pasti sudah tiba di Negara H."

Jantung Bram berdetak kencang. Dia berkata dengan suara gemetar, “Kenapa dia bisa pergi ke sana?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 7

    "Karena kamu nggak pernah melukaiku."Beberapa hari terakhir, aku pun berulang kali menanyakan hal yang sama pada diriku sendiri. Mengapa aku rela menyelamatkan tunangan yang baru aku kenal sebulan ini?Mungkin karena Henry bisa membuatku tidur tenang, meski tubuhku penuh luka dan hatiku merasa lelah.Mungkin setiap senyuman Henry, perlahan-lahan sudah menghangatkan hatiku.Beberapa hari berikutnya, anak buah Henry terkejut.Bos mafia yang dulu dikenal kejam dan berdarah dingin menolak semua jamuan dan urusan bisnis hanya untuk menemaniku di ruang perawatan setiap hari.Henry membacakan puisi untukku. Dia juga belajar mengupas apel dengan canggung.Henry bahkan memberiku bros bunga iris yang melambangkan identitas keluarga.Ketika aku keluar dari rumah sakit, Henry membawaku ke pantai.Matahari terbenam membuat permukaan laut berwarna keemasan. Henry tiba-tiba berlutut dengan satu kaki sambil memegang cincin warisan keluarga yang paling berharga."Anita, dulu aku menikah karena tuntuta

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 6

    "Cepat lihat. Bukankah itu putri sulung Keluarga Limbardi, Anita?""Dia lagi diculik, 'kan? Dia bahkan diceburkan ke dalam air! Pantas saja hanya Bu Wenny yang muncul hari ini.""Kejam sekali. Di video itu, Bu Anita sudah hampir kehabisan napas."Wajah Robert menjadi pucat pasi, sementara itu, kilatan kebencian muncul di mata Wenny."Para hadirin sekalian, ini pasti salah paham. Ada orang yang sengaja ingin merusak nama baik Keluarga Limbardi.""Putri sulungku saat ini sedang berada di luar negeri. Nggak mengalami kejadian buruk apa pun!"Namun tidak lama kemudian, kebenaran seolah menampar wajah Robert.Rekaman Wenny yang menyuap para penculik diputar dengan jelas di depan semua orang."Buat Anita semenderita mungkin. Biarkan dia seolah-olah kehilangan setengah nyawanya agar dia tidak bisa pulang dari luar negeri.""Beraninya mencuri sesuatu dariku. Dia pikir dia itu siapa?""Akhirnya, dia akan bernasib sama dengan ibunya. Didorong hingga putus asa dan bunuh diri."Semua ruangan pun h

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 5

    "Tapi, kami gelap mata! Putri kedua Keluarga Limbardi mencari kami. Dia memberi uang dalam jumlah besar dan menyuruh kami … ""Menyuruh kalian apa?!" Bram membentak dan kedua matanya memerah."Dia bilang putri sulung Keluarga Limbardi waktu kecil pernah hampir tenggelam dan sangat takut sama air. Dia suruh kami ikat si putri sulung, menceburkannya ke dalam air, tetapi jangan sampai meninggal."Tatapan Bram sangat dingin seperti ingin membunuh orang. Si asisten segera menggeledah orang yang ketakutan itu dan menemukan rekaman video.Itu adalah rekaman penyiksaan Anita malam itu. Mereka mengirimkan video itu pada Wenny sebagai barang bukti.Bram menontonnya dan hatinya tercabik-cabik."Dia kasih kalian berapa?""10 miliar … "Bram harusnya bisa menyadari lebih awal.Robert memperlakukan kedua putrinya secara berbeda.Setelah Anita pergi dari rumah, dia hanya bisa tinggal di sebuah apartemen kecil di kota.Sementara Wenny, dia bisa mengeluarkan uang 10 miliar dengan begitu saja untuk mela

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 4

    "Oh. Bram. Kamu ternyata belum tahu.""Hari itu, Wenny yang datang sendiri memohon padaku. Dia bersedia pergi keluar negeri untuk menikah. Waktu itu kalian berdua sama-sama berlutut di depan pintu. Kalian anak muda memang selalu gegabah.""Aku kira Anita sudah memberitahumu. Gimanapun, ini masalah besar."Ketika Robert mengatakan hal itu, tiada sedikit pun tanda-tanda kesedihan atas kepergian putrinya.Tidak lama kemudian, Robert pun memanggil Wenny keluar. "Bram, aku rasa kamu punya perasaan yang berbeda sama Wenny. Kali ini, biarkan aku menjodohkanmu dan Wenny."Bram sering membayangkan, apabila dia tidak terikat pertunangan, orang yang akan dia nikahi pastilah Wenny.Namun, Bram tidak sanggup mendengar sepatah kata pun sekarang. Dia bergegas keluar dan membanting pintu.Sekarang kepala Bram dipenuhi dengan satu hal. Anita sudah meninggalkannya.Bukannya Bram menyukai Wenny? Dia dan Anita hanya dijodohkan saat kecil, bukan?Namun sekarang, mengapa hatinya sangat sakit, seolah-olah ke

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 3

    Ketika aku kembali tersadar, mataku sudah ditutup kain hitam. Aku tidak bisa melihat cahaya sedikit pun.Kaki dan tanganku diikat. Rasa sakit yang tajam menyebar di punggungku.Ketika tali di belakang tubuhku ditarik, kedua kakiku pun masuk ke dalam air yang sangat dingin.Air itu perlahan-lahan naik hingga melewati dadaku, akhirnya kepalaku pun tenggelam.Aku tidak bisa bernapas. Suara untuk meminta tolong pun tidak bisa keluar.Ketika aku berjuang dengan seluruh tenaga, tali itu ditarik lagi ke atas.Aku menghirup udara dalam-dalam dan batuk tanpa mengeluarkan suara. Setelah itu, orang di tepi berbicara dengan perlahan-lahan."Kamu baru saja menyinggung orang yang nggak seharusnya kamu singgung. Jadi, seseorang mengirimku untuk menyiksamu."Tanpa menungguku berbicara, tubuhku dihempaskan kembali ke air yang dalam.Ini dilakukan berkali-kali. Setiap kali aku hampir tenggelam, aku ditarik kembali ke permukaan.Akhirnya, aku pun dilempar ke tepi. Orang yang ada di tepi menelepon, "Bos,

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 2

    "Aku akan berlutut di sini dan memohon sama Paman. Keluarga Gunawan akan berusaha sebaik mungkin agar urusan ini bisa diselesaikan dengan cara lain."Ketika Bram melihat surat perjodohan yang ada di tanganku, dia tersenyum. "Anita, kamu ingin memohon Paman menikahkanmu denganku? Paman pasti kesal dan menyuruhmu berlutut.""Pulanglah. Setelah aku berhasil melindungi Wenny, aku akan menepati janji pernikahan kita.""Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal ini lagi."Usai mengatakan itu, Bram menatapku dan menepuk punggung tanganku dengan lembut.Sama seperti waktu kita masih kecil.Ketika kami tumbuh bersama, Bram mungkin pernah menyukaiku meski hanya sesaat.Namun, apabila tidak pernah menjalani kehidupan sebelumnya, aku mungkin tidak tahu bahwa cinta sejati Bram adalah Wenny.Kami pun akhirnya saling menyakiti dan tidak ada yang berakhir bahagia."Kamu nggak perlu khawatirkan masalahku." Aku menyingkirkan tangannya.Bram mengerutkan kening. Dia berusaha mengambil surat perjodohan yang ada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status