Share

Bab 2

Author: Yosefa
"Aku akan berlutut di sini dan memohon sama Paman. Keluarga Gunawan akan berusaha sebaik mungkin agar urusan ini bisa diselesaikan dengan cara lain."

Ketika Bram melihat surat perjodohan yang ada di tanganku, dia tersenyum. "Anita, kamu ingin memohon Paman menikahkanmu denganku? Paman pasti kesal dan menyuruhmu berlutut."

"Pulanglah. Setelah aku berhasil melindungi Wenny, aku akan menepati janji pernikahan kita."

"Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal ini lagi."

Usai mengatakan itu, Bram menatapku dan menepuk punggung tanganku dengan lembut.

Sama seperti waktu kita masih kecil.

Ketika kami tumbuh bersama, Bram mungkin pernah menyukaiku meski hanya sesaat.

Namun, apabila tidak pernah menjalani kehidupan sebelumnya, aku mungkin tidak tahu bahwa cinta sejati Bram adalah Wenny.

Kami pun akhirnya saling menyakiti dan tidak ada yang berakhir bahagia.

"Kamu nggak perlu khawatirkan masalahku." Aku menyingkirkan tangannya.

Bram mengerutkan kening. Dia berusaha mengambil surat perjodohan yang ada di tanganku dan hendak membacanya.

"Anita, kamu bicara apa? Bukankah dari kecil aku sudah banyak membantu menyelesaikan masalahmu?"

Benar. Sejak kecil aku dan Bram memang sudah dijodohkan dan tumbuh besar bersama.

Setelah ibu meninggal, aku makin bergantung padanya.

Namun, aku sudah terbangun dari mimpi itu sekarang.

Aku menekan tangan Bram, lalu mengambil surat perjodohan itu. "Bram, kita sudah tumbuh besar. Kali ini, kita berdua akan mendapatkan apa yang kita inginkan."

"Kamu lagi bicara apa? Bukankah perjodohan kita sudah ditetapkan. Selain kamu, siapa lagi yang bisa menikah denganku?"

Aku menoleh dan menatapnya tanpa mengatakan apa pun.

Di kehidupan ini, apabila aku memilih untuk pergi, Bram tidak akan mati dalam bencana banjir itu.

Meskipun aku aku tahu mimpi kehidupan sebelumnya hanyalah kesalahan, aku masih belum sanggup meredam rasa cinta dan ketergantunganku pada Bram.

Akhirnya, di bawah terik yang membakar, tubuhku tidak sanggup lagi bertahan.

Sebelum aku kehilangan kesadaran, aku melihat Bram memelukku dengan cemas.

Ketika tersadar, aroma desinfektan rumah sakit langsung menusuk hidungku.

Bram tertidur di tepi ranjang. Tangannya terulur menyentuh ujung selimutku.

Melihat Bram seperti ini …

Apabila bukan karena perkataan terakhir di kehidupan sebelumnya, aku pasti akan yakin bahwa Bram juga mencintaiku.

Seakan merasakan sesuatu, Bram pun terbangun, lalu berkata sambil mengerutkan kening, "Apa yang kamu lakukan? Sudah kubilang, jangan terburu-buru. Kamu malah berlutut hingga pingsan karena kepanasan."

"Dari kecil tubuhmu lemah. Kamu sendiri juga tahu, ‘kan?"

"Bram."

"Iya?"

"Taman hiburan yang sering kita kunjungi waktu kecil, kamu masih ingat nggak?"

"Tentu saja ingat. Waktu pertama kali naik komidi putar itu, kamu menangis. Kalau aku nggak belikan kamu permen, kamu nggak akan berhenti menangis."

Aku menatapnya sambil tersenyum. "Maukah kamu menemaniku ke sana sekali lagi?"

Bram berbicara dengan ekspresi agak kesal. "Kenapa kamu bicara begitu? Setelah kamu menikah denganku, kita bisa pergi sebanyak mungkin yang kamu mau."

'Kita tidak akan bersama.' Aku berpikir dalam hati, tapi tidak mengatakan apa pun.

Ketika Wenny menikah dengannya, harusnya itu akan menjadi sebuah kejutan besar.

"Malam ini saja. Aku sudah merasa jauh lebih baik."

"Oke. Hanya kali ini saja. Setelah itu aku masih harus menyelesaikan masalah perjodohan keluargamu dengan mafia Negara H."

Bram tidak tinggal begitu lama. Dia kembali ke perusahaan untuk mengurus pekerjaan dan berjanji untuk bertemu denganku malam ini di gerbang taman hiburan.

Aku pulang ke apartemen untuk membereskan beberapa barang.

Sejak ibu meninggal, ayah membawa ibunya Wenny dan Wenny tinggal di vila, sementara aku memilih untuk pindah.

Sebelum Wenny muncul, di setiap ulang tahunku, Bram selalu membuatkan sebuah ukiran giok untukku.

Bentuk ukiran giok itu beraneka ragam. Ada yang berupa anjing kecil yang pernah aku pelihara, ada yang menyerupai bunga indah, bahkan ada yang diukir menyerupai foto aku bersama ibuku.

Bram terus membuatkan ukiran giok hingga ulang tahunku yang ke-18, yaitu saat Wenny kembali.

Sejak saat itu, Bram hanya membuatkan ukiran giok untuk Wenny. Dia hanya menyuruh asistennya membelikan hadiah seadanya untukku.

Aku mengenakan ukiran giok berbentuk aku dan ibuku, sementara barang lainnya sudah aku kirim.

Setelah menyiapkan segalanya, aku berdiri di tempat yang sudah ditentukan, dan menunggu Bram.

Tapi sampai semua lampu di taman hiburan padam, Bram pun tidak kunjung datang.

Ponselku juga tidak mendapat telepon dan pesan singkat.

Hujan turun. Aku tidak membawa payung dan tidak ada sopir yang datang menjemputku.

Hujan membasahi pakaianku dan rambutku hingga basah kuyup. Aku teringat kembali kejadian banjir besar di kehidupan sebelumnya.

Rasa sakit di dadaku seolah terulang lagi.

Aku menoleh ke taman hiburan yang ada di belakang, tempat yang penuh kenangan indahku dan Bram.

'Sampai jumpa lagi, Bram. Semoga di kehidupan ini, kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga kamu panjang umur dan bahagia.'

Namun, sebelum aku menoleh, sebuah hantaman keras mendarat di punggungku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 7

    "Karena kamu nggak pernah melukaiku."Beberapa hari terakhir, aku pun berulang kali menanyakan hal yang sama pada diriku sendiri. Mengapa aku rela menyelamatkan tunangan yang baru aku kenal sebulan ini?Mungkin karena Henry bisa membuatku tidur tenang, meski tubuhku penuh luka dan hatiku merasa lelah.Mungkin setiap senyuman Henry, perlahan-lahan sudah menghangatkan hatiku.Beberapa hari berikutnya, anak buah Henry terkejut.Bos mafia yang dulu dikenal kejam dan berdarah dingin menolak semua jamuan dan urusan bisnis hanya untuk menemaniku di ruang perawatan setiap hari.Henry membacakan puisi untukku. Dia juga belajar mengupas apel dengan canggung.Henry bahkan memberiku bros bunga iris yang melambangkan identitas keluarga.Ketika aku keluar dari rumah sakit, Henry membawaku ke pantai.Matahari terbenam membuat permukaan laut berwarna keemasan. Henry tiba-tiba berlutut dengan satu kaki sambil memegang cincin warisan keluarga yang paling berharga."Anita, dulu aku menikah karena tuntuta

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 6

    "Cepat lihat. Bukankah itu putri sulung Keluarga Limbardi, Anita?""Dia lagi diculik, 'kan? Dia bahkan diceburkan ke dalam air! Pantas saja hanya Bu Wenny yang muncul hari ini.""Kejam sekali. Di video itu, Bu Anita sudah hampir kehabisan napas."Wajah Robert menjadi pucat pasi, sementara itu, kilatan kebencian muncul di mata Wenny."Para hadirin sekalian, ini pasti salah paham. Ada orang yang sengaja ingin merusak nama baik Keluarga Limbardi.""Putri sulungku saat ini sedang berada di luar negeri. Nggak mengalami kejadian buruk apa pun!"Namun tidak lama kemudian, kebenaran seolah menampar wajah Robert.Rekaman Wenny yang menyuap para penculik diputar dengan jelas di depan semua orang."Buat Anita semenderita mungkin. Biarkan dia seolah-olah kehilangan setengah nyawanya agar dia tidak bisa pulang dari luar negeri.""Beraninya mencuri sesuatu dariku. Dia pikir dia itu siapa?""Akhirnya, dia akan bernasib sama dengan ibunya. Didorong hingga putus asa dan bunuh diri."Semua ruangan pun h

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 5

    "Tapi, kami gelap mata! Putri kedua Keluarga Limbardi mencari kami. Dia memberi uang dalam jumlah besar dan menyuruh kami … ""Menyuruh kalian apa?!" Bram membentak dan kedua matanya memerah."Dia bilang putri sulung Keluarga Limbardi waktu kecil pernah hampir tenggelam dan sangat takut sama air. Dia suruh kami ikat si putri sulung, menceburkannya ke dalam air, tetapi jangan sampai meninggal."Tatapan Bram sangat dingin seperti ingin membunuh orang. Si asisten segera menggeledah orang yang ketakutan itu dan menemukan rekaman video.Itu adalah rekaman penyiksaan Anita malam itu. Mereka mengirimkan video itu pada Wenny sebagai barang bukti.Bram menontonnya dan hatinya tercabik-cabik."Dia kasih kalian berapa?""10 miliar … "Bram harusnya bisa menyadari lebih awal.Robert memperlakukan kedua putrinya secara berbeda.Setelah Anita pergi dari rumah, dia hanya bisa tinggal di sebuah apartemen kecil di kota.Sementara Wenny, dia bisa mengeluarkan uang 10 miliar dengan begitu saja untuk mela

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 4

    "Oh. Bram. Kamu ternyata belum tahu.""Hari itu, Wenny yang datang sendiri memohon padaku. Dia bersedia pergi keluar negeri untuk menikah. Waktu itu kalian berdua sama-sama berlutut di depan pintu. Kalian anak muda memang selalu gegabah.""Aku kira Anita sudah memberitahumu. Gimanapun, ini masalah besar."Ketika Robert mengatakan hal itu, tiada sedikit pun tanda-tanda kesedihan atas kepergian putrinya.Tidak lama kemudian, Robert pun memanggil Wenny keluar. "Bram, aku rasa kamu punya perasaan yang berbeda sama Wenny. Kali ini, biarkan aku menjodohkanmu dan Wenny."Bram sering membayangkan, apabila dia tidak terikat pertunangan, orang yang akan dia nikahi pastilah Wenny.Namun, Bram tidak sanggup mendengar sepatah kata pun sekarang. Dia bergegas keluar dan membanting pintu.Sekarang kepala Bram dipenuhi dengan satu hal. Anita sudah meninggalkannya.Bukannya Bram menyukai Wenny? Dia dan Anita hanya dijodohkan saat kecil, bukan?Namun sekarang, mengapa hatinya sangat sakit, seolah-olah ke

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 3

    Ketika aku kembali tersadar, mataku sudah ditutup kain hitam. Aku tidak bisa melihat cahaya sedikit pun.Kaki dan tanganku diikat. Rasa sakit yang tajam menyebar di punggungku.Ketika tali di belakang tubuhku ditarik, kedua kakiku pun masuk ke dalam air yang sangat dingin.Air itu perlahan-lahan naik hingga melewati dadaku, akhirnya kepalaku pun tenggelam.Aku tidak bisa bernapas. Suara untuk meminta tolong pun tidak bisa keluar.Ketika aku berjuang dengan seluruh tenaga, tali itu ditarik lagi ke atas.Aku menghirup udara dalam-dalam dan batuk tanpa mengeluarkan suara. Setelah itu, orang di tepi berbicara dengan perlahan-lahan."Kamu baru saja menyinggung orang yang nggak seharusnya kamu singgung. Jadi, seseorang mengirimku untuk menyiksamu."Tanpa menungguku berbicara, tubuhku dihempaskan kembali ke air yang dalam.Ini dilakukan berkali-kali. Setiap kali aku hampir tenggelam, aku ditarik kembali ke permukaan.Akhirnya, aku pun dilempar ke tepi. Orang yang ada di tepi menelepon, "Bos,

  • Saat Aku Bukan Lagi Pilihanmu   Bab 2

    "Aku akan berlutut di sini dan memohon sama Paman. Keluarga Gunawan akan berusaha sebaik mungkin agar urusan ini bisa diselesaikan dengan cara lain."Ketika Bram melihat surat perjodohan yang ada di tanganku, dia tersenyum. "Anita, kamu ingin memohon Paman menikahkanmu denganku? Paman pasti kesal dan menyuruhmu berlutut.""Pulanglah. Setelah aku berhasil melindungi Wenny, aku akan menepati janji pernikahan kita.""Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal ini lagi."Usai mengatakan itu, Bram menatapku dan menepuk punggung tanganku dengan lembut.Sama seperti waktu kita masih kecil.Ketika kami tumbuh bersama, Bram mungkin pernah menyukaiku meski hanya sesaat.Namun, apabila tidak pernah menjalani kehidupan sebelumnya, aku mungkin tidak tahu bahwa cinta sejati Bram adalah Wenny.Kami pun akhirnya saling menyakiti dan tidak ada yang berakhir bahagia."Kamu nggak perlu khawatirkan masalahku." Aku menyingkirkan tangannya.Bram mengerutkan kening. Dia berusaha mengambil surat perjodohan yang ada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status