POV Meylina
Aku adalah wanita kampung, terlahir dari keluarga sederhana, dan telah lama lupa sehangat apa kasih sang ayah sebagai cinta pertama setiap anak perempuan. Ayahku meninggal ketika aku masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.Sepeninggal ayah aku hanya tinggal bersama ibu dan seorang kaka perempuan yang usianya terpaut jauh dari usiaku, saat ayah meninggal kakakku Virna berusia 20 tahun, baru saja menikah dengan lelaki yang berasal dari kampung sebelah bernama Firman.Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga sedikit terseok menanggung beban hidup kami berdua, meskipun terkadang kak Virna membantu tapi itu tentu tak bisa menutupi kebutuhan kami, apalagi akupun masih melanjutkan sekolah.Saat itu ibu menggantungkan hidup dari hasil sawah yang almarhum ayah tinggalkan, dan karena tak menentu ibu pun menjual jajanan kampung berupa gorengan, dan lontong yang ia jajakan dengan berjualan keliling setiap pagi dan sore. Tak ingin melihat ibu berjuang sendiri akupun sejak masuk SMP ikut berjualan dengan membawa gorengan dan lontong ke sekolah untuk di titipkan di kantin sekolah.Kak Virna pun tak tinggal diam, meski ia pun hidup sederhana ia selalu menyisihkan sedikit rezeki untuk membantu biaya sekolahku hingga aku bisa menyelesaikan pendidikan hingga lulus SMA.Meski lahir dari keluarga sederhana yang tak pernah mengenyam pendidikan, aku termasuk murid pintar dan berprestasi di sekolah. Saat lulus SMA pun aku mendapat beasiswa di Universitas Negeri ternama di ibu kota.Aku mengambil beasiswa tersebut dan pergi ke ibu kota dengan sedikit uang tabungan yang telah ku sisihkan dari uang jajanku sejak SMP. Aku berjanji pada diriku sendiri aku akan lulus tanpa membebani apapun pada ibu dan kakakku. Awalnya ibu sedikit keberatan melepasku pergi jauh, namun aku meyakinkannya bahwa aku bisa berjuang dan akan kembali setelah sukses untuk membahagiakannya.Di ibu kota aku hanya fokus kuliah dan bekerja sampingan, apapun aku keejakan asal aku dapat tetap kuliah tanpa terganggu. dari menjadi pegawai di tempat foto copy, bekerja di tempat loundry, bekerja di warung makanpun telah kulalui. Hingga di saat menjelang wisuda aku mencoba peruntungan membuka usahaku sendiri yaitu menjual gamis dengan menjajakannya dengan cara berkeliling dan menjual secara online. Hingga aku dapat wisuda, segala perih dan keringatku telah terbayar, ibu dan kakakku tentu bangga padaku. Namun aku enggan kembali karena jika hanya membawa gelar aku belum bisa membawa kebahagiaan lebih untuk keluargaku di kampung.Aku terus menekuni usaha gamisku, hingga aku memiliki banyak pelanggan di sekitar tempat tinggalku, dan jualan online pun mulai ramai.Satu dari banyaknya pelangganku adalah Ibu Mirna, sosok wanita paruh baya yang pembawaannya begitu keibuan, baik dan juga penyayang. Tempat tinggal Ibu Mirna hanya berjarak 20 menit dar tempat kosku.Jika aku sedang berkeliling di dekat rumahnya, Ibu Mirna selalu mengajakku mampir ke rumahnya, membuatkanku makanan, dan mengobrol hingga kadang lupa waktu. Kedekatanku dengannya membuatku merasa menemukan sosok ibu yang beberapa tahun ini tak bisa kuraih karena jarak.Ibu Mirna ternyata memiliki seorang putra bernama Agung. Ibu Mirna mengenalkannya padaku, sering bercanda agar aku mau menjadi menantunya, tapi tentu aku sadar diri. Aku sama sekali tak peenah mengharapkannya. Hingga waktu mebawaku pada hubungan yang tak pernah terduga.Awal perkanalanku dengan mas Agung terasa begitu dramatis, batin mas Agung yang kala itu tengah terluka karena wanita yang sangat ia cintai pergi begitu saja tanpa kabar apapun membuatku bersimpati padanya. Kedekatanku dengan mas Agung terus berlanjut karena ia sering berkeluh kesah tantang laranya padaku, saat itu aku hanya mencoba menjadi pendengar yang baik. Tapi kenyamanan justru hadir di antara kami hingga akhirnya mas Agung memintaku untuk menikah dengannya.Aku tentu menerimanya karena aku memang sudah sejak lama jatuh hati padanya, aku merasa bahagia bisa menjadi pelipur segala sakit yang mas Agung derita saat itu.Kehidupan pernikahan kami berjalan mulus, aku merasa amat sangat beruntung memilikinya sebagai imam. Ialah sosok pria penyabar, penuh perhatian dan kasih sayang, Allah Ya Robb betapa Engkau Maha Adil. Aku yang lupa hangatnya sosok ayah Kau gantikan pula sosoknya dengan menghadirkan pria sebaik mas Agung dalam hidupku.4 tahun berumah tangga tak sekalipun kami bertengkar hebat, hanya perdebatan-perdebatan kecil yang menjadi bumbunya, pun dengan belum hadirnya malaikat kecil dalam hidup kami tak pernah jadi masalah.Namun aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi padaku, hampir 3 bulan ini aku merasa ada yang berbeda dengan mas Agung. Jika sebelumnya ia hampir tidak pernah menemui klien di luar jam kerja, belakangan ia sering pulang terlambat dengan alasan menemui klien hingga malam hari.Hingga di suatu pagi saat aku sakit tanpa sengaja aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ada nama Susan menelepon mas Agung. Mas Agung mengatakan bahwa Susan yang menelpon adalah pegawai baru di kantornya, namun entah kenapa aku merasa mas Agung menutupi sesuatu, dan di hari yang sama pada malam hari aku mebdengar mas Agung bertelepon dengan seseorang.Hingga esok harinya sepulang aku dari rumah sakit karena pingsan aku kembali mendapati nama Susan menelpon mas Agung saat di perjalanan pulang dari rumah sakit. Sikap mas Agung yang enggab mengangkat telepon tersebut di depabku tentu membuatku semakin curiga.Susan yang ku tau adalah nama gadis yang dulu begitu di gilai mas Agung, bahkan hampir dinikahinya meski Ibu Marni tak merestuinya namun tiba-tiba pergi menghilang membawa uang mas Agung. Aku tak pernah mengetahui sosok Susan, hanya sekilas aku pernah melihat fotonya sesaat sebelum mas Agung membakarnya. Akupun tak pernah bertanya apapun tentang Susan pada Mas Agung karena aku tak ingin membuka lukanya kembali.Selama 4 tahun menikah tak pernah sekalipun mas Agung menyinggung tentang Susan, namun tiba-tiba saja ada nama yang sama yang muncul menelepon mas Agung, bukan aku tak mempercayainya namun bukankah terlalu naif jika dikatakan sebagai sebuah kebetulan semata di saat aku merasa ada yang berbeda dari mas Agung.Sesampainya di rumah aku langsung menuju ke kamar merebahkan diri dan mencoba menetralkan fikiran yang mulai mengelana pada hal yang tak ingin ku bayangkan sama sekali. "Sayang, diminum dulu obatnya yah, baru nanti kamu istirahat." Ucap Mas Agung yang masuk kedalam kamar membawa obat dan segelas air lalu menyodorkannya padaku. Tanpa berkata apapun aku langsung meminumnya. Mas Agung kemudian menyimpan gelas dan obat tersebut di nakas samping ranjang.Aku menatapnya lekat, keperhatikan setiap inci wajahnya, tak ada yang berubah, tatapannya masih tetap hangat, bahkan rasa khawatirnya masih begitu dalam bisa kurasakan. "Apa mas menyembunyikan sesuatu dariku?" tanyaku langsung tanpa berbasa basi, karena aku tak tahan dengan fikiranku. Aku ingin memastikan bahwa segala prasangkaku terhadapnya salah. Kulihat matanya mengerjap, kemudian terlihat sedikit menegang, namun hanya sepersekian detik ia langsung tersenyum sambil memelukku."Apa yang harus aku sembunyikan darimu?" Tanya mas Agung dengan tetap memelukku. "Susan." Ucapku lirih sambil melepas pelukannya kemudian aku menatapnya kembali mencoba mencari kebenaran dari sorot matanya. Mas Agung tampak menghela nafas berat."Aku tak ingin membahasnya sayang. Bahkan selama ini aku tak lagi pernah menyebut namanya" Mas Agung menunduk, jujur aku merasa bersalah karena aku merasa tengah menguliti luka lamanya, namun rasa penasarannku terlalu besar."Wanita yang bersamamu di rumah ujung komplek siapa?" Tanyaku sambil menggengam erat tangannya. Seketika mas Agung tampak kaget mendengar pertanyaanku. Ia terdiam cukup lama untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana.Akankah Agung jujur pada Meylina?Atau Agung akan meneruskan kebohongan yang ia anggap wajar tersebut??POV Meylina"Wanita yang bersamamu di rumah ujung komplek siapa?" Tanyaku sambil menggengam erat tangannya. Seketika mas Agung tampak kaget mendengar pertanyaanku. Ia terdiam cukup lama untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana.Aku menatap matanya lekat untuk mencari kejujuran di dalam sana, berharap jawaban dari mas Agung akan membuatku melupakan segala fikiran buruk yang sedari kemarin menggangguku."Wanita? Maksud kamu apa?" Tanyanya dengan ekspresi yang tampak sedikit bingung, kemudian aku menjelaskan padanya bahwa ibu kemarin bertanya tentang rumah di ujung komlek karena bu Ida memberitahunya bahwa bu Ida melihat Mas Agung bersama seorang wanita yang tampak seperti akan pindah rumah.Aku menangkap sedikit rasa cemas dari mata mas Agung, matanya kini tak lagi menatap mataku."Mungkin bu Ida salah liat sayang, waktu itu mas kan udah kirim pesan ke kamu kalo mas harus ketemu klien, masa kamu lupa sih." Ucapnya lagi tan
"Dialah Susanti, wanita kurang ajar yang membawa kabur uang suami kamu dulu."Ucapan ibu mertuanya membuat Meylina tertegun sejenak, mencoba mencerna semuanya, namun hati dan fikirannya seolah menolak kenyataan yang baru saja ia dengar.Jika wanita di hadapannya adalah Susan berarti saat di rumah sakit Agung dan Susan bersandiwara seolah saling tidak mengenal, dan apa mungkin Susan yang beberapa kali di dapati oleh Meylina menguhubungi Agung pun adalah Susan sang mantan kekasih? Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.Meylina terhunyung memikirkan segalanya, mulutnya seolah terkunci dan sama sekali tak dapat mengatakan apapun meski hatinya begitu bergejolak dengan berbagai pertanyaan atas ketidak fahamannya terhadap situasi yang tengah ia alami saat ini.Ibu Mirna dengan sigap memapah tubuh Meylina, sedangkan Susan hanya berdiri mematung tengan tatapan yang tak bisa diartikan. Namun kemudian Susan ikut mendekati Ibu Mirna dan jiga Meyli
Hati siapa yang tak patah mendapati sang belahan jiwa dengan begitu mudahnya menyemai cinta pada hati lain? Sebegitu dalamnya kah cinta Agung pada Susan hingga luka yang dulu ia tinggalkan begitu mudah menguap hingga tumbuh rasa yang harusnya telah lama mati? atau sebegitu dangkalnya kah cinta Agung terhadap Meylina hingga membuatnya begitu mudah membagi rasa dengan yang bukan haknya?Tepat pukul 3 Meylina terbangun, ia tak mendapati Agung disampingnya, namun ia tak menghiraukannya. Yang ingin ia lakukan saat ini adalah mengadu pada Tuhannya.Setelah berwudhu ia membentangkan sajadah untuk bermunajat pada Sang Pemilik semesta."Robbi apakah aku terlalu sombong karena mengira suamiku tak mungkin berbagi hati? Apakah aku akan menjadi wanita egois jika sekuat tenaga aku ingin mengingkari rasa lain yang tumbuh di hati suamiku dan memaksanya meninggalkan cinta itu?""Sungguh aku ingin rumah tangga ini berakhir di pelataran syurga bersama, namun jika begini apa
"Berapa banyak yang kau sembunyikan dariku mas? Sejauh mana kau berbohong padaku?"Meylina melangkah gontai ke dalam rumah mendapati kebohongan lain dari suaminya. Ia tak mengerti kenapa Agung menutupi semuanya hingga sejauh ini. Dalam hati kecilnya Meylina sangat ingin mempertahankan cintanya, namun jika kebohongan Agung sudah sejauh ini Meylina tak begitu yakin semuanya bisa berlanjut dengan baik seperti sedia kala.Jam menunjukkan pukul 5 sore, terdengar suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Meylina sudah hafal itu adalah mobil suaminya yang selalu ia nanti kedatangannya, untuk membagi cerita tentang apa yang ia lalui hari itu. Namun kini ia enggan melakukannya. Ia hanya duduk di depan televisi tanpa menghiraukan kedatangan Agung.Setelah mengucapkan salam, Agung langsung masuk ke dalam rumah yang terasa berbeda. Tak ada sambutan hangat istrinya, tak ada celotehan yang Meylina lontarkan seperti yang sudah-sudah. Agung melongok ke arah meja makan, di sana sud
"Mas..." ucap Meylina pelan nyaris tak terdengar.Meylina tak dapat melanjutkan ucapannya, tubuhnya seolah membeku melihat pemandangan yang menyesakkan dada. Kemudian ia mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang di lihatnya tidaklah salah."Meylina" sapa Agung lembut seraya mendekati Meylina. Namun Meylina mundur beberapa langkah, ia mencoba menyadarkan diri."Kenapa kamu membawa Susan kemari mas?""Susan sedang dalam masalah, aku tak bisa menceritakannya sekarang, tapi bisakah kamu mengizinkan Susan untuk bermalam disini malam ini?"Meylina mencoba mencerna ucapan Agung, namun sungguh ia sama sekali tak bisa memahaminya. Bagaimana bisa seorang suami membawa wanita yang notabene "mantan cinta pertama" suaminya untuk menginap di rumah?Ada yang begitu hancur dalam diri Meylina. Ya hatinya benar-benar hancur. Apapun masalah Susan, Meylina benar-benar tak menyangka suaminya dengan sadar membawa Susan ke rum
POV SusantiTerlahir dari keluarga sederhana dan orang tua yang sama sekali tak mengenyam pendidikan membuatku semangat belajar, semenjak SD selalu mendapat peringkat pertama, mungkin inilah yang menjadi alasan kedua orang tuaku begitu gigih mencari rupiah demi membiayai pendidikan hingga aku bisa kuliah di Universitas Negeri di kota besar.Banyak yang mereka korbankan, mulai dari meminjam uang kepada tetangga, hingga pada rentenir. Aku sebagai anak semata wayang mereka tentu ingin membalas segala jasa mereka.Di kota saat kuliah, aku tak hanya belajar, namun juga bekerja untuk meringankan beban orang tua, hingga di semester 6 aku mengenal Agung.Pria yang tak pernah memandang latar belakangku. Perkenalanku dengannya tidaklah di sengaja, kami bertemu di taman dekat masjid kampus, saat itu dia seperti sedang kebingungan, dan aku menolongnya. Sampai aku tahu bahwa dia berada di kampus sebagai arsitek yang mendesain dan memantau pembangunan a
Agung menatap lekat ke arah Susan yang tersipu malu dengan pipi merah merona, hingga membuatnya begitu gemas. Ada dorongan dalam hatinya untuk mendekati Susan yang tampak begitu cantik dan menggoda.Agung pun berdiri dan mendekati Susan, kemudian di peluknya begitu erat, seolah tak sadar bahwa itu adalah hal yang tak boleh mereka lakukan.Susan bersorak riang dalam hati. Taman bunga dalam hati langsung bermekaran. Dan langaung membalas pelukan Agung dengan begitu erat."Tapi bukankah perasaan kita berdua ini salah mas? Tak seharusnya kita seperti ini kan? Bagaimana dengan Meylina? Aku benar-benar merasa bersalah padanya." Ucap Sysan seraya melepaskan pelukannya dengan memasang ekspresi seolah merasa bersalah dan mencoba memancing Agung agar lebih simpati padanya."Ini bukan salahmu, Susan. Tapi perasaan manusia siapa yang tahu, kita tak bisa memaksa pada siapa kita melabuhkan hati bukan?""Bagaimana rumah tanggamu dengan M
"Tadi Meylina kesini untuk membereskan barang-barangnya. Aku sempat melarangnya tapi dia bersikeras ingin mengemasi semuanya karena tak ingin jika harus bertemu denganmu lagi" Ucap Susan berbohong."Apa?" Tanya Agung dengan ekspresi terkejut juga hati yang terasa kecewa. "Benarkah Meylina bilang begitu?" Agung memastikan lagi."Iya mas, aku aja gak nyangka dia bisa bilang gitu, padahal gimanapun juga kan kalian belum resmi bercerai secara hukum, tapi dia kok gitu yah?" Susan mulai menebar racun dengan mengatakan yang tidak-tidak, untuk mengadu domba Agung dengan Meylina, tentu dengan tujuan agar mereka saling membenci hingga tak mungkin bisa kembali lagi."Sudahlah Susan, tak perlu di bahas lagi, mungkin Meylina melakukan itu agar hatinya tak tersakiti lagi, bukan semata-mata karena membenciku, karena sorot matanya mengatakan bahwa ia masih mencintaiku" Agung berucap penuh percaya diri.Sedangkan Susan tentu merasa kesal mendengarnya."Kalo Meylina