Share

Mengadu Pada Akbar

Author: Bun say
last update Last Updated: 2023-06-11 05:41:08

Pukul delapan lebih, para pelanggan tidak sepadat pagi tadi. Ibu mertua kembali datang dengan wajah yang seperti biasa. Kusut seperti lap pel.

Kuharap pagi-pagi Ibu tidak membuat keributan denganku. Bisa malu aku dilihat yang lain. Tadinya aku berniat bertanya langsung padanya setelah aku menutup warung sejam lagi. Aku penasaran, ingin tahu alasannya membenciku selama ini.

Kebetulan orang yang kupikirkan datang kembali ke warung.

"Kamu tiap hari sibuk begini?" tanyanya ketus. Sepertinya Ibu sengaja datang, menunggu saat warung sepi hingga tak ada orang yang melihat watak aslinya.

Aku tersenyum menanggapinya meski dalam hati dongkol.

  "Iya Bu, alhamdulillah, masih banyak peminatnya."

"Pantes aja kamu membiarkan Akbar  sendirian menyiapkan sarapan pagi dan baju kerjanya. Huh, urusan duit aja cepat, ngurus suami abainya minta ampun. Mana Akbar harus bangun tengah malam, nganterin dulu kamu belanja, melayani pembeli. Kamu itu ya, benar-benar istrinya nggak tau diri!! Kamu anggap anakku itu kacung, hah?!" Lagi, kata menyakitkan itu terlontar dari bibirnya.

"Kok Ibu ngomong gitu, sih. Kami 'kan bagi-bagi tugas, lagi pula kami sudah biasa. Apa salahnya coba dia ikut membantu." Mataku memerah mendengar perkataan ibu yang berhasil menusuk dadaku.

"Nah, nah, mulai lagi. Kamu itu ya, kalau dibilangin memang nggak pernah sekali aja sadar diri. Ngebantah melulu! Nggak sadar hidupnya nyusahin si Akbar terus!!" 

"Mas Akbar nggak pernah protes kok, Bu. Jadi—"

"Bukan berarti juga kamu nggak pengertian gini!!" kata Ibu memotong ucapanku sambil mengacak-acak buncis.

Jari telunjuk Ibu juga hampir menoyor kepalaku saat beberapa orang mendekat ke warung.

"Ikan basah masih ada nggak, Teh Dina?"

Ucapan membeli dari arah belakang membuat bibir Ibu terkatup. Dengan memutar wajahnya malas, wanita itu segera berlalu dari warung dengan membawa kekesalannya. Aku menggelengkan kepala dan tersenyum getir menyambut pembeli. Jangan sampai mereka tahu bagaimana watak ibu mertuaku yang penuh dengan amarah dan kebencian padaku.

**

Aku menutup warung hari ini dengan perasaan dongkol luar biasa. Sengaja berjalan cepat sambil membawa beberapa kresek belanjaan, berisi pesanan orang.

Sampai di rumah, aku langsung masuk  untuk bicara dengan Ibu. Sikapnya tidak bisa kutoleri lagi. Meskipun hanya membuang muka dan marah-marah dengan tuduhannya tanpa melukai,  tapi berhasil membuat psikisku sakit. Aku bukan hewan yang bisa direndahkan dan terus-terusan di jajah olehnya. Aku sakit hati. Dan itu lebih pedih daripada sakit di bagian luar.

"Bu, ayo kita bicara."

Aku langsung duduk di kursi ketika Ibu tengah menikmati kue-kue kering yang berjajar di atas meja.

"Mau ngomong apa kamu?!"

"Jangan ngegas, Bu. Biasa saja, nanti darah tinggi Ibu kumat," kataku dingin. Biar saja, biar Ibu tahu kalau aku tak takut padanya.

"Halah, ngomong aja kamu bahagia jika Ibu sakit gara-gara kamu!!" 

"Bu, sebenarnya kenapa sih sejak Ibu datang ke mari, sikap ibu selalu jutek dan menyebalkan gini?! Apa salahku pada Ibu, atau apa alasan ibu tak menyukaiku?!" 

Brakk!! 

Wanita itu meletakkan toples kaca dengan kasar. Hingga bunyinya membuatku terkejut.

"Kamu mau tahu kenapa  alasannya?!" Aku mengangguk dengan cepat. 

"Karena kamu benar-benar membuat hidup anakku seperti di penjara. Akbar tidak seperti dulu. Kalau bukan karena si Akbar nggak nangis-nangis pengen direstui waktu itu, mana mau aku punya menantu kayak kamu!!" 

Aku tersenyum sinis. Wajah Ibu yang semula kesal  berubah serius.

"Kenapa kamu tertawa?!" Apa dia belum sadar kalau aku menertawakan ucapannya.

"Padahal jodoh itu adalah rahasia Allah, 'kan? Sama seperti halnya mati dan rezeki, tidak ada yang tahu. Jika ibu membenciku karena aku berjodoh dengan suamiku, berarti Ibu juga membenci takdir Allah dong. Tapi kenapa Bu, katakan alasannya?!"

"Kamu perlu tahu, jika sampai detik ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai menantuku. Selain itu, aku juga tidak suka padamu!! Kau tak usah mencoba bersikap baik hanya untuk mengambil hatiku, karena sampai kapanpun aku tak akan pernah menerimamu!!"

Memejamkan mata sekilas, aku menarik nafas panjang. Membuang sesak yang bercokol dalam dada. 

"Baik jika itu keinginan Ibu. Tapi ingat,  jangan salahkan jika sikapku pada Ibu juga berubah. Sikapku kepada Ibu kedepannya, tergantung bagaimana Ibu bersikap padaku!" 

"Kurang ajar! Wanita sial*n!! Kau membuat darah tinggiku naik. Awas kau!! Akan kupastikan Akbar menceraikanmu!!"

"Oh ya?!"

Plakkk!!

"Nggak usah main tangan, Bu. Aku juga punya hati!!" bentakku kasar saat tangan Ibu mendarat di pipi.

"Kau pantas mendapatkannya!!"

Tangan itu melayang di pipi untuk kedua kalinya. Menyisakan rasa perih.

Ibu berdiri sambil berkacak pinggang. Matanya melotot dengan dada naik turun. Aku pun melakukan hal yang sama. Berdiri untuk menantangnya.

"Inikah sosok Ibu yang asli?! Mertua yang seharusnya bersikap baik pada menantunya, tapi malah  Ibu bertindak sebaliknya? Maaf jika aku tidak sopan atau bersikap kurang ajar pada Ibu, namun sebaiknya Ibu sadar diri. Suka atau tidak, aku dan Mas Akbar hidup bahagia. Jadi aku tak perduli dengan sikap dan penerimaan Ibu padaku!!"

Aku hendak pergi sebelum akhirnya aku berbalik.

"Dan satu lagi, tahan tangan Ibu agar jangan sampai melukai orang lain!! Jika tidak, bukan hanya aku yang tidak ridho, namun apa Ibu nggak takut jika sampai Mbak Mika mendapat hal yang serupa sebagai karma atas tindakan Ibu ini??!"

"Kau mengancamku?  Perempuan nggak tahu diri!!"

Ibu berjalan cepat dan menoyor kepalaku. Saat itu, seorang wanita yang memesan belanjaan dariku berdiri di teras dengan wajah terkejut. Wanita itu segera mengambil belanjaan di dekat pintu, sebelum akhirnya pergi begitu saja. Mungkin merasa aneh dengan pertengkaran kami, entahlah.

"Tunggu Dina, Ibu belum selesai bicara!! Dasar wanita kurang ajar, berani-beraninya kamu ngelawanku!! Sudah punya apa kamu selama menikah dengan si Akbar, hah?!  Yang kamu lakukan cuma merepotkannya saja!!"

Aku membanting pintu dengan kasar hingga menggema, bahkan kaca jendela sedikit bergetar. Dibalik pintu aku menangis sejadi-jadinya. 

Ternyata apa yang kusangkakan selama ini benar-benar terjadi. Wanita itu benar-benar belum bisa menerimaku sebagai menantunya.

Tapi,  kenapa?

 Apa karena aku miskin? 

Apa karena aku hanya lulusan SMA?  Sementara Aku hanya dibesarkan oleh seorang ayah.

 Ya Tuhan, meski pernyataan itu sangat menyakitkan sekali. Aku tak  menyangka jika Ibu mertua pada akhirnya mengutarakan hal yang selama ini dipendamnya.

 

Dan bodohnya aku, bukan dari Mas Akbar atau dari Mbak Mika, aku mendengarnya langsung dari mulut Ibu mertuaku sendiri. Seburuk itukah aku di matanya.

**

Gedoran pintu tetap kuabaikan. Meskipun Ibu terus-terusan berteriak aku masih enggan berhadapan dengannya. Rasanya aku masih belum bisa meredam emosiku untuk tak mendebatnya.

Dosa jika terus melawannya, tapi aku juga tak mau diam saja.

"Dina! Cepat keluar dan ngomong langsung sama si Akbar. Biar dia tahu perempuan seperti apa yang sudah dia nikahi. Bersikap kurang ajar pada mertua, bahkan berani membentak Ibu mertuanya sendiri!!"

Apa maksud perkataan Ibu?

 Dengan mata yang masih basah kuhapus sisa-sisa air mata dengan ujung kerudung. Lekas kubuka pintu dan menghadang langkah Ibu yang hendak menerobos ke dalam kamar. Ada benda persegi panjang berada di tangannya. Mungkin Ibu sebelumnya  sudah mengadu pada Mas Akbar.

"Ngomong apa, Bu? Apa yang harus kujelaskan dengan Mas Akbar, jika nyatanya selama ini  ternyata Ibu membenci dan memperlakukanku dengan tidak baik. Bahkan Ibu berani meludahiku, menampar dan membuang muka, serta melayangkan omongan-omongan yang tajam. Aku sakit, Bu!! Aku juga manusia biasa.  Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh siapapun. Bahkan ayahku membesarkanku dengan sopan santun yang tinggi, didikan ilmu agama yang kuat. Tapi maaf, jika Ibu malah berkata kasar padaku, hanya karena aku bertanya kenapa Ibu selalu bersikap buruk, lalu apa salahnya, hah?!" 

"Diam kamu!! Jangan berani-beraninya kamu membalikkan fakta. Apa yang kamu katakan tadi dan katakan sekarang  itu berbeda!!" 

"Apanya yang berbeda?!  Ibu yang bilang bahwa Ibu tidak suka padaku!!  Ibu membenciku dan tidak akan pernah menerimaku, iya kan?!"

Amarah sudah sampai di ubun-ubun. Bergolak dengan amarah yang mengalir dalam setiap tetesan darah.

"Menantu sialan!! Tunggu si Akbar pulang biar dia langsung menceraikanmu!!" Klik. Ibu langsung menekan tombol off. Mungkin dia sedang menelpon Mas Akbar agar pria itu mendengarkannya di ujung telepon. Entahlah. Suaranya yang samar tidak bisa aku dengar dengan jelas. Apalagi telingaku berdengung karena ucapan-ucapan Ibu yang menyakitkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Ending

    Bab 32"Jangan bercanda, Mika! Bagaimana mungkin kau menyuruh seseorang untuk menikahi Savika. Padahal jelas kau tahu kalau anak yang ada di dalam kandungannya adalah benihku!" Broto langsung menggeram mendengar pernyataan istrinya, yang hari itu sudah menikahkan Savika dengan Ilham. Lebih parahnya lagi, Dina ikut mendukungnya. "Harusnya kamu bersyukur karena aku tidak melaporkan kalian ke polisi atas dugaan perzinahan, Mas!!""Tapi, 'kan ….!" Broto mengacak-acak rambutnya karena kesal. Padahal dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu beberapa hari lagi, tentunya tanpa sepengetahuan Mika. Siapa sangka wanita itu bergerak lebih cepat dan memutus harapannya untuk menyunting wanita selingkuhannya."Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, Mika. Aku akan pastikan mereka bercerai dan Savika kembali padaku!!" Mika yang tidak takut, hanya melipat tangannya di dada dengan pandangan sinis."Kenapa kau tidak menerima kenyataan, Mas? Wanita itu sudah menikah dengan orang lain, me

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Hijrah

    Bab 31 Hijrah 'Ku tatap pesan dari pria itu yang menggunakan nomor ponsel kakak iparku. Aneh. Kali ini tidak ada kesedihan ataupun hal yang mengganjal dalam pikiranku. Mungkin karena hatiku yang terlanjur kecewa dan kesal karena dia tidak pernah memikirkan perasaanku, makanya kepergian Mas Akbar kembali ke Jepang justru membuat hatiku sedikit tenang.Aku berharap setelah dia kembali nanti, hatiku sudah siap untuk memberi maaf padanya.Hari-hari kulewati dengan perasaan tenang. Ibu mertua juga tak lagi kudengar kabarnya. Waktu Ayah berkunjung ke mari, ayah janji akan mengunjungi mereka dan memberi nasihat kepada orang tua Mas Akbar.Hingga di hari siang itu, Mbak Mika datang ke rumah."Masya Allah … Alhamdulillah. Mbak Mika hijaban sekarang?" Kupandangi wanita yang tampak anggun menggunakan gamis panjang serta hijab menutup dadanya itu. Mbak Mika, sejak kapan wanita itu berubah dengan menutup auratnya. Benar-benar hidayah yang indah."Dina, boleh Mbak masuk?" "Tentu saja, Mbak." Kup

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Sebuah Pilihan

    Bab 30 Sebuah Pilihan Aroma masakan yang kubuat menguar di seluruh ruangan. Kali ini aku memasak ayam kecap, sayur sop dan tempe mendoan. Meski aku sedang marah dan malas bertutur kata pada Mas Akbar, tapi perutnya 'tak boleh kelaparan. Makanya setelah berdebat kuputuskan pergi ke dapur dan meracik masakan.Kuketuk pintu kamar depan untuk membangunkan pria itu. Mas Akbar tahu diri. Dia tak lagi menggangguku dan memilih istirahat di kamar lain. Rencananya setelah beres makan aku akan mengajaknya bicara serius."Tumben kamu masak, Din?!" Aku memutar bola mata malas, menatap sebal ke arahnya."Bukankah aku memang sudah biasa melakukannya, ya? Ada atau tidak ada Mas dan Ibu. Eumh, atau jangan-jangan ibu mertua mengatakan hal yang bukan bukan lagi tentangku. Ck, padahal aku sudah memberinya peringatan!!" Rupanya pengaruh fitnah Ibu mertua begitu besar. Dari hal yang ringan sampai hal yang serius, dia selalu melebih-lebihkan dan berkata bohong kepada orang-orang di sekitarnya."Dina, Ken

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Pesan Ayah

    Bab 29 Pesan Ayah Aku menjalani hariku seperti biasa sekarang. Aku tidak mau pikiranku berakibat buruk kepada anakku nantinya. Biarlah urusan Mas Akbar aku selesaikan setelah kami bertemu nanti. Sedangkan untuk urusan dengan ibu mertua, aku merasa jika semuanya sudah selesai.Tak lupa kuceritakan semuanya kepada ayah. Pria itu harus mengetahui semua yang terjadi pada hidupku, agar Ayah kembali memikirkan kebaikannya kepada besannya tersebut. Bagaimana orang-orang yang dia tolong dan penuhi kebutuhannya selama ini malah tega-teganya menyakiti putrinya sendiri, bahkan tak menganggapku sebagai menantunya."Kau harus tenang, Dina. Sabar. Ayah bersamamu dan ayah akan selalu mendoakan agar kamu selalu bahagia di sana. Jangan terlalu dipikirkan apa yang terjadi, semua adalah bagian dari ujian rumah tanggamu." "Pesan ayah akan kuingat baik-baik. Makasih, ya.""Insya Allah minggu depan kami sekeluarga akan datang untuk berkunjung."Aku tersenyum lagi dan menutup sambungan telepon. Hanya b

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengalah Setelah Lelah

    Bab 28 Mengalah setelah Lelah"Saya masih percaya dengan hati dan pikiran suami saya, Bu. Tapi karena Ibu ngotot terus-terusan meminta saya untuk menjauhi suami dan berpisah, maka baiklah.""Bagus itu, makin cepat makin baik!" Aminah menatap sinis."Baik, Bu. Ada beberapa hal yang ingin saya berikan kepada Ibu. Semoga ini bermanfaat, ya," ujar Dina sambil menekan tombol off pada rekaman ponselnya. Tentu saja Aminah yang sedikit gaptek tidak tahu apa yang dilakukan oleh menantu tersebut.Dina lalu mengambil beberapa berkas dari dalam tas yang kemudian disimpan di atas meja. Melihat gambar yang ada di halaman depannya, wajah Aminah berubah gusar. Dia melirik ke arah suaminya yang biasa saja melihat logo bergambar Ka'bah itu, meski membuat otaknya berpikir keras."Apa ini, Dina? Apa yang hendak kamu berikan kepada kami? Jangan katakan jika ini adalah surat utang atau semacamnya," tukas wanita itu meski sedikit ragu. Dina mengulas senyum."Tadinya ini sebagai bukti kasih sayang say

  • Saat Ibu Mertua Berkunjung   Mengunjungi Mereka

    Bab 27 Mengunjungi Mereka "Ya ampun, Dina. Kamu jauh-jauh dari kota cuma buat nemuin kami. Kamu sama siapa datang ke sini?!" Bahar tergopoh-gopoh menyambut menantunya. Wanita itu ditemani oleh Ilham di belakangnya yang tampak membawa dus oleh-oleh dan koper."Iya, Pak. Kebetulan ada yang ingin saya obrolkan dengan Ibu," ujar wanita itu langsung pada intinya. Aminah yang mendengar suara menantunya dari arah depan buru-buru mengenakan kerudung dan pergi ke luar.Wanita itu memasang wajah ketus dan mengumpat dalam hati. Dia tak menyangka baru beberapa hari pulang dari rumah Dina, wanita itu sudah datang saja bertandang ke rumahnya."Mau ngapain kamu ke sini? Jika tujuanmu hanya untuk mengklarifikasi keadaanmu yang sekarang mengandung benih yang tak jelas siapa bapaknya, mending sekarang kamu pulang saja. Kamu tidak diterima di rumah ini. Terlebih saat si Akbar pergi ke luar negeri untuk mencari rezeki, kamu malah memasukkan pria lain ke dalam rumahmu!!" hardik Aminah dengan lantan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status