"Sebaiknya kamu antar Raka pulang!" perintah Sekar pada Aira. Tanpa menunggu lama Aira segera menarik tangan putranya lalu berjalan menuju pintu. "Sebentar," ucap Serena menghentikan langkah Aira. "Apakah ini putramu dan Kak Kaisar?" tanyanya lalu tersenyum pada pria kecil yang di gandeng Aira. Saat Serena hendak mengulurkan tangan untuk menyalami Raka, dengan cepat Sekar menarik tangan Serena lalu memberi isyarat pada Aira agar segera membawa pergi Raka. Serena mengerutkan dahinya keheranan melihat sikap Sekar. Sama halnya dengan Dewa yang juga merasakan hal aneh setelah melihat sikap wanita paruh baya itu. Dari sikap Sekar, sepertinya tidak ingin Serena mengenal Raka. "Raka ada les matematika karena itu Aira harus segera mengantarnya pulang." Sekar menjelaskan setelah menyadari kebingungan di wajah Serena dan Dewa. "Oh, begitu ya tante," kata Serena mengangguk paham. "Kalau boleh tahu, berapa umur Raka tante?" tanyanya. "Tujuh tahun." Sekar menjawab singkat lalu menarik Serena
Serena sedang menjemur pakaian di belakang rumah ketika terdengar suara tangisan dari dalam. Dengan cepat Serena berlari ke dalam rumah menuju arah suara tangisan Zena. Serena melebarkan matanya saat melihat Zena terjatuh di depan almari di ruang tengah dengan kursi meja makan menimpanya. "Arzena,," pekik Serena langsung mengambil Kursi yang menindih tubuh Zena. " Ya Alloh,,, Apanya yang sakit sayang?" Serena mengangkat Zena. "Ada apa?" Dirga berjalan dari ruang tamu dengan ponsel menempel di telinganya. Serena segera menggendong Zena yang masih menangis, membawanya ke sofa ruang tengah dan memangku putrinya itu. "Nanti aku hubungi lagi." Dirga berbicara pada orang yang melakukan panggilan telfon dengannya. "Mana yang sakit sayang? Coba Mama lihat." Serena memeriksa dahi, tangan dan kaki Zena. "Ini sakit ya?" tanyanya sambil memegang tangan Zena yang tergores sandaran kursi. "Kenapa bisa jatuh?" tanya Dirga memegang tangan Zena, memeriksa luka pada lengan anaknya. Zena tidak men
Pagi-pagi sekali dia sudah menggendong putrinya keluar rumahnya untuk menunggu taksi online yang dia pesan. Sejak semalam badan Zena tiba-tiba saja demam, mungkin karena terjatuh semalam. Dia bergegas masuk ke dalam mobil ketika taksi online tiba. "Pak, tolong antar saya ke rumah sakit!" pintanya pada sang sopir begitu dia duduk di kursi penumpang. "Pak, bisa lebih cepat!" pintanya lagi karena merasa sangat khawatir dengan keadaan putrinya yang panas sambil hanya mengeluh sakit pada kepala dan lengannya. "Siap Bu." Sopir mempercepat laju kendaraannya supaya segera sampai di rumah sakit. Serena bergegas turun begitu sampai dan berlari ke unit gawat darurat sambil menggendong Zena, beruntungnya dia memakai sandal jepit sehingga dapat meminimalisir dia terjatuh saat berlari dengan Zena di dalam gendongannya. Setelah menjalani pemeriksaan, dokter memutuskan agar Zena menjalani perawatan rawat inap selama beberapa hari karena gadis kecil itu mengalami demam yang sangat tinggi akibat ra
Suatu hari ada saatnya kamu menyadari ,, Bahwa kamu telah menyia-nyiakan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Hanya ketika dia sudah benar-benar pergi,,, Kau akan merasakan apa itu rasanya kehilangan,,,,🥀🥀🥀Tidak seperti biasanya, hari ini Dirga bangun lebih awal. Jika biasanya ia akan bangun Jam 7 lebih berbeda dengan hari ini ian sudah keluar dari kamarnya ketika jam dinding rumahnya masih menunjukkan setengah enam pagi. Itu ia lakukan karena ingin mulai membangun hubungan ayah dan anak dengan putri semata wayangnya, Arzena Ayu Kinara. Laki-laki itu mengerutkan keningnya ketika mendapati suasana rumahnya sepi. Sama sekali tidak terdengar suara baik dari dapur atau kamar Zena. Suasananya sangat sunyi tidak seperti biasanya. Setiap pagi dari dalam kamarnya ia masih bisa mendengar suara Serena dari dapur dan celotehan putrinya. "Kenapa sepi sekali? Ini masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah," gumamnya sambil mengarahkan pandangannya ke setiap sudut rumahnya. Dengan langk
Selama tiga hari Zena harus menginap di rumah sakit selama itu juga Dirga tidak menghubungi atau sekedar mengirim pesan menanyakan keberadaan mereka. Serena sendiri juga tidak mau ambil pusing dengan suaminya itu. Sekarang Ia hanya fokus pada putri semata wayangnya. Sebelumnya Zena tidak pernah di rawat inap di rumah sakit sehingga membuat gadis kecil itu sedikit takut dan tidak mau lepas dari pelukan Serena. Bersyukurnya ada Nurida dan Al putranya yang setiap pulang sekolah datang untuk bercanda dengan Zena. Tidak ketinggalan Dewa yang setiap hari menyempatkan datang setiap jam makan siang untuk membawakan mainan untuk Zena. Sedangkan Gibran menemani adiknya itu bermalam di rumah sakit. Serena dan Nurida langsung berucap syukur ketika dokter memberitahu Zena sudah sembuh dan bisa pulang setelah menyelesaikan administrasinya. Serena merasa sangat lega dan berkali-kali berucap syukur. Ia segera mengirim pesan pada Kakaknya dan Dewa untuk mengabarkan jika Sore ini Zena sudah di izinkan
"Bagaimana keadaan Zena?" tanya Dirga. Serena menatap Dirga heran, apa dia tidak salah dengar Dirga menanyakan keadaan Zena? "Sudah lebih baik hanya tinggal pemulihan saja." jawab Serena datar. "Kenapa kamu tidak memberitahuku? Harusnya kamu menghubungiku jika Zena sakit," protes Dirga tidak terima karena Serena tidak memberitahunya dan malah menghubungi Dewa. "Untuk apa?" Serena bertanya balik. "Apa itu penting?" Dirga menyatukan kedua alisnya, "Maksud kamu?" tanyanya. "Untuk apa aku harus memberitahu kamu? Biasanya jika Zena sakit kamu juga tidak pernah peduli kan? Kamu hanya mengantarkan kami ke dokter setelah itu apa? Kamu menyerahkan semuanya padaku. Lalu untuk apa aku memberitahumu?" kata Serena mencibir suaminya itu. Dirga menatap tajam Serena, dia merasa tertampar dengan kata-kata Serena. Namun dia adalah Ayah kandung dari Zena jadi dia punya hak tahu keadaan putrinya. "Terlepas dari semua yang kamu katakan, aku adalah ayah kandung Zena. Harusnya kamu menghubungiku kare
Sudah satu minggu sejak kepulangan Zena dari rumah sakit. Selama itu juga Dirga dan Serena masih tak saling bicara. Dirga pulang jam 9 malam setelah Serena dan Zena tidur. Dan saat pagi Dirga akan keluar ketika istri dan anaknya itu berangkat. Dirga juga tidak lagi menaruh baju kotornya di keranjang khusus baju kotor di dekat mesin cuci. Ia membawa baju kotornya ke laundry dekat kantornya sekalian berangkat kerja. Serena berusaha untuk tetap tegar dan kuat meski hatinya sudah sangat hancur dan tak berbentuk lagi. Sekarang yang ia lakukan adalah berusaha menyakinkan dirinya jika memang perpisahan adalah keputusan yang terbaik maka dia harus siap dan yakin bahwa dirinya mampu menjaga dan merawat Zena seorang diri. Setelah mengamati sikap Dirga beberapa hari ini, Serena semakin yakin jika perceraianlah yang di inginkan oleh Dirga sama seperti keinginan keluarga suaminya itu. Bukan tanpa alasan Serena berpikir seperti itu melainkan karena tak sekali pun suaminya itu meminta maaf atas sem
"Aku akan keluar sebentar, bicaralah dengannya!" ucap Aira pada Serena lalu melangkah menuju pintu, "Aku akan membuatnya kembali padamu," sambungnya lirih sebelum sebelum menutup pintu ruang perawatan Kaisar. Di dalam kamar Serena hanya menatap lekat wajah pucat Kaisar. Hatinya terasa kalut dan gelisah. Ada rasa takut yang menyelimuti hatinya. Tanpa terasa air mata mulai membasahi wajah cantiknya itu. "Apa ini yang kamu mau?" Serena mengusap air matanya kasar, "Bangun dan jelaskan semuanya! Ini sudah dua bulan dan kamu hanya tertidur. Aku sudah lelah jadi bangunlah! Jelaskan apa yang di katakan Aira itu tidak benar!" ucapnya dengan nada kesal karena teringat bagaimana Kaisar mempermainkan dan menipu perasaannya dulu. "Kamu tidak pernah mencintaiku. Semua janji dan kata-kata cinta yang kamu ucapkan adalah bohong!" Serena menatap tajam pada pria yang terbaring tak berdaya di hadapannya itu. "Dulu kamu hanya mempermainkan aku. Kamu membodohiku dengan berpura-pura mencintaiku selama em