"Mas Rayyan, aduh bagaimana ini. Apa yang harus aku lakukan." Alexa panik saat melihat suaminya, ia bingung harus memberikan alasan apa. Sementara itu, Rayyan berjalan menghampiri istrinya, Sintia yang memang tidak tahu apa-apa memilih untuk diam. "Sedang apa kamu di sini, lalu dia siapa." Rayyan menunjuk pria yang bersama dengan istrinya itu, seketika Alexa terkejut. Sementara Baron masih diam, pria itu memandangi Rayyan dari atas sampai bawah. "Saya kekasihnya, memangnya kenapa." Baron menimpali. Detik itu juga mata Alexa melotot, niatnya untuk bersandiwara gagal. Di sini bukan hanya Alexa saja yang terkejut, tetapi juga Rayyan. Ia merasa telah dibohongi oleh istrinya sendiri. "Mas tolong dengerin dulu penjelasan dariku, ini tidak seperti yang .... " "Cukup, aku benar-benar kecewa. Jadi ini yang kamu lakukan di belakang aku, kamu bilang kerja di kantor tapi tidak tahunnya kerja seperti ini." Rayyan memotong ucapan istrinya itu, Alexa tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ingin marah
"Kalau aku mandul, lalu Seril anak siapa. Apa mungkin Alexa sudah." Pikiran Rayyan mendadak kacau, ia belum sepenuhnya percaya jika dirinya mandul. Tapi surat hasil tes itu menyatakan jika ia mandul, Rayyan memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa sangat pusing. "Mampus kamu, Mas. Sekarang kamu pasti bingung kan, ini adalah balasan untuk orang seperti kamu." Saras membatin, ia tersenyum puas melihat ekpresi wajah mantan suaminya. Saras tidak membayangi bagaimana nanti setelah Rayyan pulang, apakah akan terjadi perang dunia untuk kesekian kalinya. "Saras kamu yakin kalau hasil tes ini benar-benar akurat?" tanya Rayyan untuk memastikan. Ia khawatir jika semua itu hanya rencana mantan istrinya saja. "Untuk apa aku bohong, Mas. Kamu bisa tanyakan langsung ke dokter Alvan, nanti dia yang akan menjelaskannya," jawab Saras. Mendengar itu Rayyan memilih untuk diam, ia paham betul siapa Saras. Wanita yang sudah sepuluh tahun menjadi istrinya itu tidak mungkin berbohong, karena memang Saras
"Mama pasti bercanda kan, kalau rumah ini dijadikan jaminan. Lalu kita tinggal di mana, Ma?" tanya Rayyan, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Rumah satu-satunya yang kini mereka tinggali, terpaksa harus dilepas lantaran kesalahan yang sudah Erika perbuat. "Maafin, mama. Mama tidak bermaksud .... ""Jadi rumah ini benar-benar akan diambil, kalau begitu aku akan pergi saja. Percuma selama ini aku bertahan, tapi nggak tahunya tetep jatuh miskin." Alexa memotong ucapan ibu mertuanya itu, setelahnya Alexa beranjak masuk ke dalam kamar untuk mengambil pakaian miliknya dan juga milik putrinya. Selang beberapa menit, Alexa keluar dari kamar dengan membawa koper miliknya dan juga tas yang berisi baju milik Seril. Rayyan dan Erika hanya diam, mereka tak peduli lagi dengan Alexa. Justru Rayyan senang karena sudah terbebas dari wanita itu, wanita yang sudah membohongi dirinya. "Kamu nggak mau ngejar dia," sindir Erika, sementara itu Rayyan hanya menggeleng. Saat ini Rayyan mempunyai mangsa
"Mas Rayyan, apa aku tidak salah lihat," batin Saras. Ia cukup terkejut saat melihat mantan suaminya berdiri di hadapannya. Dan yang lebih mengejutkan, ternyata Rayyan yang menjadi tamu istimewa Sintia. "Rayyan, dari mana mereka bisa kenal. Sintia, Sintia, kenapa kamu bisa kenal dengan benalu dan penghianat ini sih. Kaya nggak ada laki-laki lain saja," batin Bima. Ia sangat terkejut saat tahu jika lelaki yang Sintia kenalkan itu adalah lelaki yang pernah menyakiti Saras. Enak kenapa Bima merasa tidak rela, jika Sintia kenal dan dekat degan Rayyan. Bukan karena cemburu, tetapi mengingat jika Rayyan bukan lelaki yang baik untuk Sintia. Saras saja memilih untuk melepaskannya, tapi kenapa Sintia justru memungutnya. Bima harus menyadarkan Sintia sebelum mantan kekasihnya itu terlalu jauh melangkah. "Loh kok pada diem." Suara Sintia mampu membuyarkan lamunan mereka, bahkan terlihat jika ketiga orang yang berdiri tak jauh darinya menjadi salah tingkah. Terlebih Rayyan, dari raut wajahnya
"Maaf kalau aku harus membatalkan semua ini, aku tidak menyangka kalau kamu ternyata bukan orang baik-baik. Perbuatanmu sangat menjijikkan, aku kecewa pernah percaya denganmu," ujar Sintia, ia benar-benar menyesal karena pernah menaruh rasa percaya terhadap Rayyan. Orang yang belum lama ini ia kenal. "Sintia aku .... ""Pak tolong bawa pria ini keluar dari sini," titah Sintia pada salah satu pegawainya untuk membawa Rayyan keluar. "Sintia tolong dengar penjelasan aku dulu, ini pasti ada yang .... ""Cepat pergi dari sini," potongnya seraya mendorong tubuh Rayyan agar segera pergi dari hotel tersebut. Dengan terpaksa Rayyan pergi, tapi ia berjanji akan mencari tahu siapa yang sudah menyebarkan video dirinya saat bersama Alexa di sebuah hotel. "Bima, iya, pasti ini ulah Bima. Awas saja kamu akan merasakan balasan yang setimpal," geramnya. Setelah itu Rayyan memutuskan untuk pulang, kecewa itu yang ia rasakan saat ini. Gara-gara video itu, Rayyan gagal untuk memanfaatkan Sintia. Rayy
Seminggu telah berlalu saat Saras memilih untuk sedikit menghindar dari Bima, karena Sintia pernah memberinya peringatan untuk tidak mendekati Bima. Jujur, Saras sendiri merasa tidak yakin dengan perasaan yang pernah Bima utarakan. Beruntung Saras tidak terburu-buru untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. "Ada apa lagi sih." Saras sedikit kesal saat melihat jika Sinta kembali menelpon, padahal baru saja mereka berbicara lewat sambungan telepon, dan sekarang sudah menelponnya lagi. [Assalamu'alaikum, halo ada apa][Wa'alaikumsalam, Saras apa kita bisa bertemu hari ini juga][Sintia maaf ya, tapi hari ini aku sibuk. Aku fi kantor banyak banget kerjaan][Jadi kamu tidak ada waktu sebentar untuk kita bertemu][Iya, maaf. Ya sudah aku masih banyak kerja, assalamu'alaikum]Tanpa menunggu jawaban dari Sintia, Saras langsung menutup sambungan teleponnya, perlahan Saras memijit pelipisnya yang sedikit pusing. Bukan hanya urusan kantor saja yang harus ia pikirkan tetapi juga dengan ur
Kini Erika sudah dibawa ke rumah sakit, Rayyan yang mendengar kabar tersebut dengan segera menyusulnya. Kondisi Erika cukup parah, bahkan dokter mengatakan jika Erika mengalami lumpuh permanen, karena hampir semua saraf mati. Jujur, Rayyan sempat terkejut mendengar kenyataan itu. "Yang sabar ya, kamu harus kuat, ini ujian yang harus kamu dan tante Erika hadapi," ucap Roby seraya menepuk pundak Rayyan. Walaupun Roby tahu seperti apa kelakuan mereka, tetapi ia masih punya rasa kasihan. Terlebih mereka adalah saudara. "Terima kasih, maaf jika sering merepotkan kamu," sahut Rayyan. Ia benar-benar bingung, apa yang harus Rayyan lakukan untuk ke depannya. Untuk biaya rumah sakit saja Rayyan tidak tahu harus membayarnya dengan apa. "Bagaimana ini, aku sama sekali tidak ada uang untuk biaya rumah sakit mama." Rayyan membatin, otaknya berusaha untuk mencari solusi, tetapi justru bayang-bayang saat menodai Sintia yang terlintas. "Roby, aku mau keluar sebentar. Aku titip mama ya," ucap Rayya
"Saras bangun, Saras." Dengan raut wajah panik, Rayyan terus berusaha untuk membangunkan mantan istrinya itu. Namun Saras sama sekali tidak meresponnya. Selang berapa menit, Dila datang. Wanita itu cukup terkejut saat melihat Rayyan, tetapi pandangan matanya beralih pada Saras yang tak sadarkan diri. Melihat itu, Dila menjadi panik, terlebih saat melihat hidung Saras yang kembali mengeluarkan darah. "Astagfirullah, Saras. Saras bangun, Rayyan Saras kenapa?" tanya Dila dengan panik, ia juga berusaha untuk membangunkan Saras, tetapi sahabatnya itu tetap tidak meresponnya. "Aku tidak tahu, tadi katanya kepalanya pusing," jawab Rayyan. Seketika Dila terdiam, ini bukan untuk yang pertama kali Saras mengeluh kepala pusing. Dila pernah menyarankan untuk ke dokter tetapi Saras menolaknya. "Rayyan kita bawa ke rumah sakit, ayo." Dila menyarankan untuk membawa Saras ke rumah sakit, dengan segera Rayyan mengangkat tubuh mantan istrinya itu dan membawanya ke mobil. Rayyan membaringkan tubuh