"Kenapa diam, takut." Saras menatap tiga manusia yang berdiri di hadapannya itu, tak peduli dengan tatapan serta bisikan dari pengunjung resto yang lain. Saras sama sekali tidak takut, karena ia tidak merasa bersalah. "Saras, ikut aku." Rayyan menarik pergelangan tangan Saras dan membawanya pergi dari tempat tersebut. Entah apa yang akan ia lakukan, hal tersebut membuat Alexa merasa geram. Sementara itu, Bima memilih untuk kembali duduk. Kini Saras dan Rayyan sudah berada di taman yang berada tak jauh dari resto. Entah ada apa kenapa Rayyan tiba-tiba membawa istrinya itu menjauh. Mungkinkah Rayyan cemburu melihat Saras bersama dengan pria lain, tidak sadarkah dirinya yang sudah menghancurkan kepercayaan terhadap sang istri. "Ada apa, Mas." Saras melepaskan tangannya yang Rayyan cekal. Entah apa yang akan suaminya itu lakukan. "Apa benar pria yang bersamamu itu seorang pengacara?" tanya Rayyan. Sorot matanya menunjukkan jika lelaki itu cemburu saat melihat Saras bersama dengan pria
Rayyan mengusap wajahnya dengan gusar, bagaimana kehidupannya nanti jika semua aset sudah Saras jual. Ada rasa menyesal karena pernah melakukan perjanjian pra-nikah, bukan itu saja. Tetapi hampir semua harta atau barang berharga miliknya memakai atas nama Saras. "Sebentar ada yang ingin aku kembalikan." Saras berlalu masuk ke dalam rumah, sementara Rayyan memilih untuk duduk di kursi yang ada di teras. Sesekali Rayyan memijit pelipisnya yang terasa begitu pusing. Selang beberapa menit Saras kembali, Rayyan meliriknya sekilas. Pria itu benar-benar kecewa dengan apa yang Saras lakukan, tetapi seorang istri tidak akan bertindak di luar batas jika suaminya tidak berulah. Mungkin ini karma untuk Rayyan yang sudah menyia-nyiakan Saras. "Aku cuma mau ngembaliin ini, Mas." Saras menyodorkan kartu ATM yang sempat ia ambil. Berhubung isinya sudah kosong, jadi Saras kembalikan. "Ini, jadi kamu yang ambil." Rayyan nampak terkejut saat melihat Saras mengembalikan kartu ATM yang beberapa hari i
"Ini tidak bisa dibiarkan, Saras tidak boleh membongkar rahasiaku. Jika mas Rayyan dan mama sampai tahu, bisa bahaya," batin Alexa. Ia akan mencari cara agar rahasianya aman, karena akan sangat berbahaya jika sampai suami dan ibu mertuanya tahu siapa dia yang sebenarnya. "Kamu lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan." Setelah mengatakan itu, Alexa memutuskan untuk pergi dari ruangan tersebut. Saras menghela napas, ia harus lebih cerdik dan juga bergerak cepat, karena Alexa tidak bisa diremehkan. Di dalam perjalanan, Alexa terus berpikir dari mana Saras tahu, karena selama ini ia sudah merahasiakannya. Alexa harus mencari cara agar bisa mengambil bukti yang sudah ada di tangan Saras. Akan sangat berbahaya jika Rayyan dan ibu mertuanya sampai tahu. "Apa yang harus aku lakukan, Saras benar-benar licik," gumamnya. Tiba-tiba saja ponsel Alexa berdering, khawatir ada yang penting ia langsung mengambil benda pipih miliknya itu, lalu menggeser tombol berwarna hijau. [Halo ini siapa ya]
"Apa mungkin ini karma untukku, Ma. Karena sudah menyia-nyiakan Saras, apa lagi pabrik itu aku bangun tanpa sepengetahuan darinya. Karena memang aku membangunnya untuk Alexa," gumamnya. Ada rasa menyesal karena sudah terlalu banyak kebohongan. "Hus, jangan ngomong seperti itu. Bisa saja ini ulah Saras, karena ingin menghancurkan kamu." Erika yakin jika pabrik terbakar karena ulah Saras. Mendengar itu Rayyan terdiam, apa mungkin dugaan ibunya itu benar, jika iya. Entah apa lagi yang akan terjadi nanti. "Tidak mungkin, Ma. Saras tidak akan berbuat hal seburuk itu," ujar Rayyan yang menolak akan dugaan ibunya. Karena Rayyan paham betul seperti apa sifat Saras. "Apanya yang tidak mungkin, buktinya dia menjual semua aset di perusahaan milik kamu, dia juga mengambil rumah yang sudah lama mama dan Alexa tempati. Jadi tidak mungkin Saras akan diam saja, dia pasti akan mencaritahu apa yang kamu miliki," ungkap Erika. Bahkan ia khawatir jika nanti Saras mengetahui rumah yang saat ini mereka
"Oh, itu ... anu, em. Itu ... itu anu." Alexa mati kutu saat mendapati ada foto dirinya saat pemotretan. Bukan itu saja, karena terdapat foto dirinya bersama Baron, ketika di hotel. Alexa tidak tahu dari mana suaminya itu mendapatkan foto-foto tersebut. "Jawab dengan jujur." Rayyan menatap istrinya dengan tatapan mata yang tajam. Bahkan sorot matanya menunjukkan kemarahan yang sudah tidak bisa dibendung lagi. "Itu bukan aku, Mas. Tapi saudara kembar aku, aku nggak mungkin kaya gitu lah," ujar Alexa. Dengan segala cara ia akan mengelabui Rayyan karena jika sampai terbongkar rahasianya akan sangat fatal dan berbahaya. Bisa-bisa Rayyan langsung menceraikannya, jika suaminya tahu yang sebenarnya. "Saudara kembar kamu, memangnya kamu punya saudara kembar?" tanya Rayyan, ia tidak begitu yakin jika istrinya memiliki saudara kembar. Karena selama ini baik Alexa dan ibu mertuanya tidak pernah bilang. "Iya, Mas. Maaf karena belum pernah cerita, soalnya mama udah ngusir dia gara-gara kelakua
"Apa kamu punya hutang, Mas?" tanya Alexa dengan penuh selidik. Bahkan wanita itu memicingkan matanya, berusaha untuk mencari kebenarannya. "Untuk apa aku berhutang, kurang kerjaan aja," ketusnya. Rayyan cukup kesal dengan tuduhan istrinya itu, disaat kepalanya pusing memikirkan banyak hal, tapi dengan mudah Alexa menuduhnya berhutang. "Aku kan cuma nanya, kenapa malah ngegas sih," ujar Alexa yang tidak terima jika suaminya berbicara dengan nada cukup tinggi. "Gimana aku nggak ngegas, aku pusing mikir nyari kerjaan. Tapi kamu malah nuduh yang nggak-nggak," sahut Rayyan. Istrinya itu benar-benar sedang menguji kesabarannya. Alexa mendengus kesal. "Makanya biar aku aja yang nyari kerja, kamu cukup jaga Seril saja di rumah.""Memangnya kamu mau kerja apa?" tanya Rayyan. Ia merasa jika istrinya itu tidak akan bisa berbuat apa-apa, wanita manja seperti Alexa hanya bisa duduk dan meminta. Pekerjaan rumah saja, Alexa tidak pernah becus, apa lagi pekerjaan yang lain. Rasanya Rayyan tidak
"Roby, astaga bagaimana ini. Kalau anak itu sampai ngadu sama mas Rayyan bagaimana, bisa mati aku," ujar Alexa dalam hati. Saat ini Alexa benar-benar dalam posisi bingung, bahkan otaknya terasa kosong tanpa ada ide yang muncul. "Alexa, ternyata apa yang Saras katakan benar adanya, kalau dia bekerja di sini. Awalnya aku memang tidak percaya, sebelum aku melihatnya sendiri secara langsung. Ok kita mulai sandiwaranya." Roby membatin. Pria berjaket hitam menghembuskan napasnya. Seolah-olah ia terkejut saat melihat Alexa yang akan Roby ambil fotonya. "Heh kenapa diam, ayo mulai pemotretannya," ujar Baron, seketika Alexa dan Roby terkejut mendengar suaranya. Roby hanya mengangguk dan segera memulai pekerjaannya itu, begitu juga dengan Alexa, walaupun terasa begitu canggung. "Sial banget sih, kenapa Roby harus bekerja dengan Baron. Ini sengaja atau ... ah, jadi canggung gini kan." Alexa menbatin, konsentrasinya benar-benar terganggu. Rasa takut terus membayanginya, Alexa khawatir jika nan
"Jadi kamu tidak mau mengaku." Rayyan menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu. Kesabarannya sudah cukup terkuras, karena akhir-akhir ini Alexa sering membuat ulah. "Untuk apa aku mengaku, kalau aku saja tidak tahu dan tidak pernah merasa membeli barang itu," ujar Alexa. Ia terus membela diri karena memang Alexa tidak pernah merasa membeli atau mempunyai barang yang suaminya itu temukan. "Ok, tapi ingat jika kamu terbukti bersalah, aku tidak segan-segan untuk memberi pelajaran untukmu." Setelah mengatakan itu, Rayyan memilih untuk keluar dari kamar. Rasanya ia benar-benar suntuk berada di rumah seharian, terlebih harus mengurus Seril. "Arrrrgght siap. Kenapa barang itu bisa ada di tas sih, siapa yang sudah menaruhnya. Apa mungkin ini kerjaan Roby, tapi untuk apa dia melakukan itu." Alexa mengerang frustasi. Setelah itu ia memutuskan untuk mengambil ponselnya. [Halo, Roby apa kamu yang menaruh tisu magic di tas milikku][Hah tisu magic, untuk apa aku menaruhnya. Atau jan