Share

Tindakan Istri Cerdas

Penulis: Bintang Senja
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-27 15:28:32

"Saras bagaimana?" tanya Rayyan untuk memastikan, berharap semoga istrinya itu bisa diajak kerja sama. Tapi mungkin tepatnya kerja sama demi keuntungan sendiri.

"Maaf, Mas. Tapi aku nggak mau, keputusanku udah bulat untuk bercerai, apa pun tawarannya aku tetap pada pendirianku." Saras menolak tawaran yang Rayyan ajukan. Karena bagi Saras, tidak ada kata maaf untuk suami yang berselingkuh, terlebih sampai menikah dan memiliki seorang anak.

Rayyan menghela napas. "Jadi kamu benar-benar menginginkan perceraian ini."

"Iya, Mas. Mungkin ini yang terbaik untuk kita," ucap Saras, baginya tidak ada yang perlu dipertahankan lagi. Sementara Rayyan terlihat sangat gusar, usahanya untuk membujuk istrinya telah gagal.

"Baiklah, tapi perlu kamu tahu, sampai kapanpun aku tidak akan pernah setuju dengan perceraian ini," ungkap Rayyan, mata hitamnya menatap lekat wajah wanita yang selama ini sudah menemaninya.

"Kita lihat saja nanti, aku pastikan kita akan tetap bercerai," sahut Saras. Sampai kapanpun, niatnya itu tidak akan berubah. Apa pun yang akan terjadi nanti, Saras tetap akan meminta bercerai.

"Lebih kamu pertimbangkan tawaranku tadi, aku yakin kamu tidak akan rugi." Setelah mengatakan itu, Rayyan beranjak keluar dari ruangan istrinya. Sementara itu, Saras masih duduk sembari menatap kepergian suaminya itu.

"Kamu pikir aku bodoh, Mas. Aku tidak akan tertipu oleh niat busukmu itu," gumamnya. Setelah itu Saras memutuskan untuk memulai pekerjaannya. Wanita berjilbab itu bangkit dan beranjak duduk di kursi kebesarannya.

Saras mulai membuka berkas yang ada di hadapannya itu. Namun tiba-tiba ia teringat akan hasil tes yang pernah Rayyan lakukan. Tiga tahun yang lalu dokter mengatakan jika mereka sama-sama sehat, tapi kenapa sekarang hasil tes berubah.

"Lebih baik aku tanyankan langsung ke Alvan." Saras mengambil ponselnya, lalu menghubungi nomor Alvan. Rasanya sangat mengganjal jika tidak dipertanyakan langsung.

[Assalamu'alaikum, Van nanti setelah dari kantor aku mampir ke rumah sakit. Ada yang ingin aku tanyakan]

[W*'alaikumsalam, boleh kamu tinggal ke sini saja. Kalau boleh tahu memangnya ada apa]

[Soal hasil tesnya, Van. Tiga tahun yang lalu kami juga melakukan tes, dan kata dokter keadaan kami berdua sama-sama sehat. Tapi kenapa hasilnya berbeda]

[Oh yang itu, ok. Hal itu bisa saja terjadi, bisa saja dulu salah diagnosa. Dan yang sekarang, mungkin gaya hidup Rayyan yang kurang sehat]

[Ok, udah dulu ya, assalamu'alaikum]

[W*'alaikumsalam]

"Huft, mungkin benar apa yang Alvan katakan. Memang dua tahun belakangan ini, mas Rayyan tidak memperhatikan kesehatannya. Setiap aku nasehati, dia selalu masa bodo," gumamnya. Setelah itu Saras memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.

***

Hari telah berganti, hari ini Saras berencana untuk pergi ke kantor tempat Rayyan bekerja. Saras mempunyai rencana yang telah ia pikirkan dari semalam. Setelah semuanya siap, Saras bergegas keluar dari rumahnya, berharap saat ia datang, Rayyan tidak sedang sibuk.

"Ok, waktunya meluncur," gumamnya. Saras melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Dalam perjalanan Saras memilih fokus untuk menyetir, tetapi tiba-tiba ia teringat akan rumah yang Rayyan beli tanpa sepengetahuan darinya. Saras memang sudah menyuruh orang untuk melacaknya, mudah-mudahan orang suruhannya segera memberi kabar.

Satu jam lebih dalam perjalanan, kini Saras sudah tiba di kantor tempat suaminya bekerja. Setelah memarkirkan mobilnya, wanita berjilbab itu bergegas tutun, lalu mengayunkan kakinya masuk ke dalam gedung.

"Mudah-mudahan, Mas Rayyan ada di ruangannya," gumamnya. Saras akan bertanya pada pihak resepsionis terlebih dahulu untuk memastikan jika suaminya ada di ruangan atau tidak.

"Maaf, Mbak. Pak Rayyan ada di ruangan atau tidak saat ini?" tanya Saras pada pegawai resepsionis.

"Ada, Bu. Saat ini, Pak Rayyan ada di ruangannya," jawab pegawai resepsionis tersebut dengan ramah.

"Baik, Mbak. Terima kasih." Setelah itu Saras bergegas menuju ke lantai sepuluh di mana ruangan suaminya berada.

Kini Saras sudah tiba di depan ruangan Rayyan, tanpa menunggu lama wanita berjilbab itu membuka pintu ruangan tersebut. Setelah pintu terbuka, terlihat jika suaminya nampak sedang sibuk dengan pekerjaannya. Setelah itu Saras melangkah masuk ke dalam, tak lupa pintu ia tutup kembali.

"Saras kamu." Rayyan nampak terkejut melihat kehadiran istrinya itu, rasanya memang aneh. Tapi tidak bisa dipungkiri jika Rayyan merasa bahagia saat melihat Saras datang.

"Maaf, Mas ganggu, aku ke sini untuk ngantar makan siang. Tadi aku masak cukup banyak, dan kebetulan aku masak makanan kesukaan kamu. Kamu mau kan, Mas." Saras berjalan menuju sofa seraya membawa rantang yang berisi makanan.

"Jelas mau dong, udah lama nggak ngerasain masakan kamu." Rayyan bangkit dan berjalan menghampiri istrinya itu, rasanya seperti mimpi tiba-tiba Saras datang dengan membawa makan siang.

"Ya udah, aku siapin sekarang ya, kamu cuci tangan dulu sana," ujar Saras seraya menata rantang yang berisi makanan tersebut di atas meja.

"Ok." Rayyan beranjak masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci tangannya. Seketika perutnya terasa lapar saat mencium aroma masakan Saras. Setelah selesai Rayyan bergegas kembali.

"Ayo, Mas dimakan dulu mumpung masih anget," ujar Saras dengan lembut dan senyum yang membuat suaminya itu mabuk kepayang.

"Iya, oya kamu udah makan apa belum?" tanya Rayyan.

"Udah tadi, sekarang kamu aja yang makan, Mas." Saras kembali menyuruh suaminya itu untuk segera memakan makanan yang ia bawa. Tanpa pikir panjang Rayyan langsung menyantap makanan yang ada di hadapannya itu.

Tidak butuh waktu lama, Rayyan sudah selesai, Saras tersenyum saat melihat suaminya begitu lahap menyantap makan siangnya. Dan tanpa hitungan detik, tiba-tiba pria berkemeja putih itu menguap, sedetik kemudian Rayyan menyenderkan kepalanya di sandaran sofa, dengan mata yang perlahan terpejam.

"Yes, akhirnya usahaku berhasil juga." Saras tersenyum, setelah itu ia memastikan jika suaminya itu benar-benar tidur. Ternyata obat tidur yang ia campur ke dalam makanan bekerja dengan cepat. Setelah itu Saras segera melancarkan aksinya.

"Ok, mudah-mudahan handphonenya tidak dikunci." Saras mengambil ponsel milik Rayyan, lalu memeriksa M-bangking untuk mengetahui ada berapa jumlah uang di ATM suaminya itu.

"Dua ratus juta, lebih baik aku transfer, sisanya aku bawa aja kartu ATM-nya." Saras langsung mentransfer uang tersebut, beruntung PIN tidak diganti.

"Ok, terima kasih ya, Mas. Nggak rela aku uangnya kamu gunakan untuk istri mudamu itu." Saras mengembalikan ponsel milik Rayyan, tak lupa ia menghapus notifikasinya untuk menghilangkan jejak. Setelah itu ia mengambil kartu ATM-nya yang berada di dalam dompet suaminya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Hadirnya Malaikat Kecil

    Waktu terus bergulir, kini usia kandungan Saras sudah memasuki bulan sembilan, mereka tinggal menunggu hari saja. Kini Bima tengah menikmati perannya sebagai seorang suami dan calon ayah, butuh ekstra kesabaran dalam menghadapi sikap istrinya yang berubah-ubah. Tak jarang, Bima harus mempunyai stok kesabaran yang cukup banyak. Seperti malam ini, saat Bima tengah sibuk dengan pekerjaannya. Saras terus saja mengganggunya, entah itu meminta di pijit kakinya, dan masih banyak lagi. Beruntung, Bima termasuk orang yang penyabar, tetapi orang juga mempunyai batas kesabaran. "Sudah ya, aku selesein kerjaan dulu, biar nanti tinggal nemenin kamu tidur," ujar Bima seraya bangkit dari duduknya. Jika terus berada di samping istrinya pekerjaan yang menumpuk tidak akan pernah selesai. "Tapi jangan lama-lama," sahut Saras. "Iya, nggak lama kok." Bima mencolek hidung istrinya. Setelah itu ia beranjak menuju meja kerjanya. Baru saja Bima menjatuhkan bobotnya di kursi, tiba-tiba Saras sudah memangg

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Ngidam Atau Menyiksa

    "Itu suara mama," batin Bima."Kami di ruang makan, Ma." Bima berteriak, setelah itu ia melanjutkan niatnya untuk melihat hasil tes yang baru saja istrinya itu lakukan. Dengan hati berdebar, Bima membuka benda pipih yang di tangannya. "Dua garis, itu artinya Saras hamil. Sayang kamu hamil." Bima menatap wajah ayu istrinya itu. Saras hanya mengangguk, seketika Bima menarik tubuh istrinya dan memeluknya dengan erat. Bahkan Bima juga menghujani Saras dengan kecupan, tak lupa juga ucapan terima kasih. "Terima kasih ya, Sayang. Sebentar lagi kita akan jadi orang tua." Bima mencium kening Saras dengan lembut, setelah itu ia membingkai wajah istrinya, saat hendak mendekatkan bibirnya, tiba-tiba suara ibunya mengagetkan mereka. "Ehem, ehem, mentang-mentang udah sah." Rahma berdehem, mendengar itu reflek Bima melepaskan tangannya lalu menoleh. Sementara Saras menunduk karena malu. "Ish, Mama. Oya, Ma kami punya kejutan." Bima menyerahkan test peck tersebut kepada ibunya. Seketika Rahma men

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Dua Garis Merah

    "Ok, kalau begitu kita langsung datangi Dian dan juga tante Dyah, kita ajak mereka untuk ketemu lalu tunjukkan video ini," ungkap Bima. Ia ingin masalah itu cepat selesai, dengan begitu tidak ada lagi yang menggangu ketentraman mereka nantinya. "Sayang kamu ikut kan?" tanya Bima seraya menoleh ke arah istrinya, sementara itu Saras hanya mengangguk. "Ya sudah langsung sekarang saja atau kapan?" tanya Dody. Ia khawatir akan mengganggu pengantin baru. "Sekarang saja, lebih cepat jauh lebih baik," jawab Bima. Jika dibiarkan terlalu lama nanti mereka keburu membuat rencana lagi. Karena orang seperti Sintia tidak akan tinggal diam jika usahanya belum ada yang berhasil. "Ya sudah, kasihan kalian. Seharusnya lagi asyik mikirin mau honeymoon ke mana, eh ini malah ngurusin masalah," ujar Dody, mendengar itu Bima hanya tersenyum. Jujur, apa yang dikatakan Dody memang ada benarnya juga, itu sebabnya Bima ingin secepatnya masalah yang kini menimpanya segera selesai. Setelah itu mereka bergega

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Dalang dibalik Fitnah

    "Siapa perempuan ini, kenapa tiba-tiba datang ke sini," batin Bima. Ia sama sekali tidak mengenal perempuan yang kini sudah berdiri di hadapannya itu. Apa mungkin itu kerabat istrinya, Saras. Tapi rasanya tidak mungkin, karena karena Saras tidak pernah bercerita apapun. "Siapa kamu, dan ada urusan apa kamu datang ke sini?" tanya Rahma. Ia merasa jika wanita hamil itu tidak beres, karena setahu Rahma, putranya itu tidak pernah melakukan hal di luar batas. "Saya datang ke sini untuk meminta pertanggung jawaban dari anak, Tante." Wanita hamil itu berucap seraya menunjuk ke arah Bima. Seketika pandangan mereka tertuju pada Bima, begitu juga dengan Saras. Bima tetap diam dan bersikap tenang, karena memang apa yang dituduhkan padanya itu tidak benar. Kenal saja tidak, apa lagi sampai berbuat hal di luar batas, itu rasanya tidak mungkin. Bima melirik wanita yang baru saja sah menjadi istrinya, ada rasa khawatir jika sampai Saras termakan omongan yang tidak nyata itu. "Maaf, tapi saya tid

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Kepergian Rayyan

    Satu jam kemudian, kini Saras sudah berada di ruang rawat, saat ini Irma dan Dila yang sedang menemaninya. Sementara Bima dan Roby tengah bersama dengan Rayyan, beruntung kondisi Rayyan sudah stabil, hanya butuh istirahat yang cukup agar segera pulih. "Rayyan terima kasih, aku tidak tahu harus ngomong apa lagi. Kamu sudah menyelamatkan hidup Saras," ucap Bima. Sementara Rayyan hanya mengangguk, ia merasa berguna, walaupun apa yang Rayyan lakukan tidak akan sebanding dengan luka yang pernah ditorehkan kepada Saras. "Tolong jaga Saras," ucap Rayyan dengan suara lemah. Sejujurnya ia ingin melihat Saras untuk yang terakhir kalinya, tapi Rayyan sudah bersumpah. Bahwa ia hanya akan melihat mantan istrinya itu saat menikah dengan Bima nanti. "Mas, apa kamu tidak ingin melihat Saras?" tanya Roby. Walaupun Rayyan pernah berbuat jahat, tapi Roby kini sudah memaafkannya. Begitu juga dengan yang lain, mereka telah memaafkan kesalahan Rayyan. Rayyan menggeleng. "Aku akan melihat Saras saat dia

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Pengorbanan Rayyan

    "Bima, kenapa kamu diam saja." Dyah berjalan menghampiri Bima, ia cukup kesal saat melihat calon tunangan putrinya yang seperti tidak peduli terhadap Sintia. "Kalau Sintia memang tidak bersalah, pasti nanti akan dibebaskan. Jadi, Tante tidak perlu khawatir seperti itu, dan satu lagi. Sintia tidak akan berurusan dengan polisi kalau memang dia tidak bersalah," ungkap Bima. "Apa yang dikatakan Bima itu benar, lebih baik sekarang kita ke kantor polisi saja untuk mengetahui lebih lanjut." Rahma, ibunda Bima menimpali. Tanpa banyak bicara, kini mereka memutuskan untuk ke kantor polisi. "Sintia, apa yang kamu lakukan. Kamu tidak akan pernah berurusan dengan polisi kalau memang tidak membuat ulah." Bima membatin, kini mereka sudah dalam perjalanan menuju ke kantor polisi. Entah kenapa perasaan Bima biasa saja saat melihat Sintia ditangkap polisi. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih, kini mereka tiba di kantor polisi. Bahkan kini mereka sudah berada di dalam, polisi sedang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status