Mendengar ocehan mamanya, Daren sadar kalau kali ini dia tidak bisa mengelak lagi. Akhirnya dia melihat satu per satu foto para gadis yang ada di hadapannya itu. Dan setelah dia melihat beberapa gadis itu, mamanya bertanya apakah ada kira-kira yang dia suka.
“Bagaimana Daren, apakah ada yang cocok kamu lihat?”
“Hhmm, kalau dilihat dari foto semuanya terlihat sopan, cantik dan baik. Semuanya terlihat sama karena mereka berfoto dengan tersenyum. Kenapa wajah yang tersenyum bisa membuat terlihat baik ya?” tanya Daren sambil tersenyum kepada mamanya.
Mamanya juga bingung dengan pertanyaan anak bungsunya itu.
“Sejak kapan ada orang berfoto dengan wajah menangis? Ada-ada aja pertanyaanmu yang tidak masuk akal. Kamu jangan banyak tanya, sekarang kamu lihat mana kira-kira yang akan kamu ajak kencan. Katanya, semua yang dicalonkan ini adalah dari keluarga baik-baik.”
Tiba-tiba Daren melihat satu foto wanita yang posenya menunjukkan wajah datar tanpa berekspresi. Foto wanita itu lain dari yang lain karena wanita lain menunjukkan senyuman mereka yang paling bagus sementara yang satu itu hanya menunjukkan wajah datarnya.
Melihat Daren yang sedang memandangi foto wanita berwajah datar itu, mamanya penasaran apakah dia sudah menemukan pilihannya.
“Kenapa? Apakah ada wanita yang kamu sukai?”
Dan Daren pun menunjukkan foto gadis yang berwajah datar itu ke mamanya.
“Ini ma, Daren akan coba bertemu dengannya."
Besoknya di kantor Daren sedang membicarakan perkembangan pembangunan salah satu program yang sedang dia tangani dengan asistennya.
“Bagaimana perkembangan pembangunan yang sedang kita kerjakan sekarang?” tanya Daren kepada Siska asistennya sekaligus temannya itu sambil menerima salah satu berkas yang harus dia tanda tangani.
“Sejauh ini berjalan dengan baik. Cuma butuh waktu untuk merombak seluruh bangunan yang lama. Karena walaupun bangunan lama itu sudah tua tapi bagunan itu lumayan kokoh. Apakah kita tidak harus merenovasi keseluruhan bangunan itu?” tanya Siska.
Karena sayang ada beberapa gedung bangunan yang mau direnovasi itu masih sangat bagus. Kalau tidak dirombak semuanya akan mengirit pengeluaran khas perusahaan.
“Apakah ada kendalan selain itu?"
“Tidak ada” jawab Siska.
“Jika tidak ada kendala yang lain tetap lanjutkan sesuai dengan rencana awal kita. Karena jika kita tidak merenovasi semua bangunan lama itu, kita tidak akan mendapatkan suasana yang baru. Dan pastikan juga pembangunan itu seslesai sesuai dengan jadwal yang sudah kita sepakati dengan pihak kontraktor.
“Daren… kamu benar-benar yaaa…!!!” kata Siska melihat bossnya itu yang terlalu kaku sekali.
“Ada apa? Apakah ada masalah yang tidak sesuai dengan persetujuan awal?” tanya Daren yang melihat Siska merasa tidak senang dengan perkataannya barusan.
Daren orangnya sangat perfeksionis dan sistematis dalam urusan pekerjaan. Tidak ada kesempatan lagi untuk mengubah sebuah rencana jika sudah ada persetujuan dari Daren.
Apalagi semenjak dia telah dipercayakan ayahnya sebagai pemimpin salah satu cabang perusahaan keluarganya hingga mampu dia kembangkan sendiri membuat dia semakin mamacu dirinya ingin lebih baik lagi.
Pada awalnya dia di ragukan oleh ayahnya untuk meneruskan menjalakan perusahaan yang taddinya di pimpin oleh ayahnya itu. tapi melihat cara kerja Daren yang cepat berdaptasi, akhirnya ayahnyab bisa melepaskannya untuk menjalankan perusahaan itu tanpa pendampingan dari ayahnya lagi.
Mungkin kalau ada sesuatu yang harus perlu ayahnya ketahui baru dia komunikasikan dengan ayahnya. Daren benar-benar sudah mempunyai power dan caranya sendiri untuk menjalankan perusahaan yang dipercayaan ayahnya itu kepadanya. Sementara kakaknya, memiliki pekerjaan di bidang lain.
"Memang benar-benar dia wanita rubah licik ya. Sepertinya hubungan kalian tidak akan pernah aku selamanya. Dari kita masih kuliah dulu dia sudah sering mengganggumu. Sekarang juga begitu. Selalu membuatmu susah dan di rumahmu juga kamu selalu diganggu" kata Sua dengan nada kesal."Aku tahu maksudnya dia. Dia ingin mengajakmu ke mall dan membelikanmu sesuatu dan ingin membuatmu berasa berterima kasih kepadanya walaupun sebelumnya dia sudah membuat kesalah.""Kamu mau aku temani tidak? Lumayan buat jaga-jaga jika dia membuatmu tidak nyaman, aku bisa menutup mulutnya?" kata Sua dengan penuh emosi."Kamu tidak perlu khawatir, aku bisa jaga diri kok. Lagian ibuku juga ikutan" balas Safira."Apa...? Ibumu juga dia ajak? Kalau dia mengajakmu ibumu itu tandanya kamu tidak bisa menolak ajakannya itu" kata Sua semakin kesal. 'Tidak apa-apa. Jika dia masih berulah, aku bisa kok membalasnya"' jawab Safira menenangkan temannya itu.Di tempat lain, Daren bersama sekretarisnya sedang membahas perke
Keesokan harinya di tempat kerja Safira..."Apa...? Mengajari bagaimana mengungkapkan perasaan...? Memangnya kamu tidak bisa mengungkapkan perasaanmu sama orang?" ulang Sua saat Safira menceritakan pertemuannya dengan Daren kemarin."Dasar laki-laki licik ya...!!! Padahal kalau dilihat sekilas dia adalah laki-laki yang cuek dan dingin. Ternyata laki-laki seperti dia bisa mengatakan rayuan gombal seperti itu. Bagaimana kalau kamu minta dia ajarin tentang insting dan gaya naluri tubuh sekalian" tanya Sua sambil tersenyum."Aaaah... ternyata kamu sama dia sama-sama otak minus ya. Kalau tahu seperti ini tanggapanmu mending tadi aku tidak usah cerita. Percuma tahu nggak?" kata Safira kesal mendengar respon dari temannya itu."Aku juga kan manusia biasa yang kapan saja bisa kilaf. Kalau kamu nggak cerita, aku juga tidak akan bakalan menyuruh kamu untuk bertanya seperti itu. Dan aku juga cuma bercanda saja kok" balas Sua."Aku jadi merasa yakin jika kamu suka dengan laki-laki itu. Karena sel
"Padahal aku sangat berharap kamu bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan. Hal aku pikirkan tentang kamu" kata Daren sambil pura-puraa fokus melihat salah satu foto yang sedang dipajang tepat di hadapan mereka."Hhmmm, aku tidak tahu tentang yang lain. Tapi saat ini ada satuhal yang kau tahu, hal yang kamu pikirkan tentang aku""Apa itu?" tanya Daren langsung memutar badannya ke arah Safira karena penasaran dengan apa yangakan Safira katakan."Kalau tidak salah rasa penasaran dan simpaty. Itu sementara ini hal itu yangbisa aku katakan""Waaah luar biasa. Padahal kita baru dua kali bertemu kamu bisa menyimpulkan kalau aku punya rasa penasaran dan simpaty. Aku jadi ingin tahu bagaimana kedepannya?" kata Daren sambil melihat ke arah Safira. Dia tidak mau melepaskan pandangannya dari wajah Safira."Karena kamu sudah membaca pikiran ku, aku juga akan mencoba membaca pikiran mu. Aku tidak mau hanya aku saja yang dibuka. Ngomong-ngomong kamu perna
FlashBack Masa Kecil Safira"Aduuuuh putri Safira yang cantik. Hari ini bagaimana sekolahnya nak?" kata ayah Fira saat menjemput dirinya pulang sekolah. Waktu itu Safira baru hari pertama sekali masik sekolah SD."Hari ini baik-baik saja sekolah Fira ayah. Tapi ayah, jangan panggil Fira dengan keras-keras dong.""Kenapa kalau ayah memanggil nama anak ayah dengan keras? Tidak boleh?"
Setelah perdebatannya dengan ayah tirinya tadi, Safira berusaha menenangkan dirinya dan berusaha untuk istirahat. Saat dia mau memejamkan mata, tiba-tiba mendengar suara pesan di handphonenya. Ternyata Daren mengirim pesan. Safira kaget membaca pesan tersebut karena Daren memberitahu dirinya sudah di depan rumah Safira dan meminta Safira turun."Bukalah biar kamu tahu isinya apa. Aku habis ngantarin kamu tadi aku langsung ke toko sepatu langganan kakak iparku. Model seperti itu tadi kan yang tidak jadi kamu ambil?"Safira kaget ternyata yang diberikan Daren itu adalah sepatu yang berwana Navy yang tidak jadi tadi diamb
Safira hanya terdiam mendengarkan perkataan Daren. Dia masih tidah bisa mengambil keputusan saat ini. Karen seperti yang dikatakan Daren tadi bahwa dia masih butuh waktu untuk memikirkan itu. "Baik lah... Kamu tidak perlu terburu-buru menjawabnya. Aku akan tetap menunggu keputusan Fira." "Maaf" hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. "Turunkan aku di depan sini aja" kata Safira melihat rumah orang tuanya tidak jauh lagi, tinggal tiga rumah lagi dari posisi dia diturunkan Daren. Dirinya masih tidak mau terlihat bersama dengan Daren, takut orangtuanya semakin marah nanti. "Aku masuk dulu. Hati-hati di jalan Daren. Terima kasih juga buat hari" kata Safira pamit dan berjalan ke arah rumahnya. Sementara Daren hanya menanggapi dengan wajah datar saja sambil membunyikan klakson mobilnya kemudian pergi. Mungkin responnya itu efek dari Safira yang tidak mau menjawab pertanyaan nya yang terakhir tadi. Safira yang melihatnya pun merasa ti