Keesok harinya di kantor Daren
“Aaaah… baiklah. Kalau begitu akan saya lanjutkan sesuai dengan kesepakatan awal” kata Siska sambil menerima berkas yang sudah ditanda tangani Daren tadi.
Dia merasa kesal kepada Daren karena menurutnya laki-laki itu terlalu keras terhadapnya padahal mereka adalah teman. Setelah dia memeriksa berkas yang tadi untung memastikan tidak ada yang kurang. Siska mengajak Daren makan siang tetapi sepertinya Daren tidak bisa.
“Hari ini aku tidak bisa pergi makan bareng dengan mu” kata Daren kepada Siska. Daren yang melihat tidak ada pergerakan dari Siska bertanya lagi.
“Kenapa? Kamu masih ada urusan? Hari ini aku ada janji pertemuan dengan seseorang, jadi lain kali saja kita pergi makannya."
Daren menjelaskan sambil melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan jam 13:45 WIB. Dia teringat dengan pesan dari mamanya kalau pihak dari wanita itu sudah mereservasi salah satu restoran dekat kantornya. Dan perjanjian mereka akan bertemu jam 14:00 WIB.
Mamanya sudah mewanti-wanti dia jangan sampai datang terlambat. Kalau tidak, mamanya akan merasa malu dengan pihak wanita itu. Mendengar Daren ada janji dengan seseorang, Siska merasa tidak asing dengan situasi seperti itu.
“Apa? Kamu ada janji dengan seseorang? Jangan bilang kamu dijodohin sama Nyonya besar lagi” kata Siska sambil tersenyum melihat nasib temannya itu yang selalu diburu-buru untuk menikah oleh orangtuanya.
“Aaah… pasti kamu juga asal memilih foto wanita yang ditunjukkan oleh mamamu kan?” tanya Siska.
“Entahlah, sepertinya kali ini aku tidak asal memilih” kata Daren tidak yakin.
“Kenapa kamu tidak yakin? Apakah ada yang berbeda dengan wanita yang dijodohkan denganmu kali ini?” tanya Siska penasaran. Karena dia tahu selama ini Daren selalu dijodohkan oleh orangtuanya dan dia tidak pernah menjalaninya dengan serius. Ada aja alasan yang dibuat Daren untuk menghindari perjodohan tersebut.
“Tidak ada. Hanya saja boleh dikatakan bahwa dia sangat mirip dengan manekin."
Siska yang mendengar omongan Daren itu kaget. Kenapa laki-laki di depannya ini bisa mengatakan wanita yang akan dijodohkan sama dia itu mirip dengan manekin. Dan yang paling bodohnya lagi dia memilih tetap menjumpai wanita itu.
“Ma… manekin? Kamu tidak salah ngomong kamu bilang wanita itu mirip dengan manekin? Apa maksud kamu manekin cantik, tinggi dan lansing?” tanya Siska mencoba berpikir positif.
Tapi Daren tidak mau memperpanjang obrolannya dengan Siska lagi. Kenapa bisa bossnya itu tertarik dengan wanita yang berpenampilan manekin. "Apakah maksudnya wanita itu benar-benar seperti manekin? Huuuf… ada-ada aja" gumam Siska.
“Aku harus pergi sekarang. Aku tidak mau terlambat. Jika nanti aku belum balik ke kantor, kalau sudah jam pulang kamu langsung pulang saja” kata Daren sambil meninggalkan Siska.
Saat Daren menunggu lift tiba ke besment, ingatannya tidak lepas dari wajah datar wanita itu. Tapi entah kenapa justru wajah datar wanita itu yang membuat dia tertarik. Diantara semua foto yang ditunjukkan mamanya kemari, hanya dia sendiri yang berbeda.
“Dengan warna kulitnya yang putih lilin dibalut dengan baju warna hitam, rambut panjang yang berwarna hitam juga ditambah wajah datarnya. Kalau bertemu langsung dengannya pasti bisa tahu. Kalau dia tidak suka dengan perjodohan ini, itu akan semakin bagus” kata Daren dalam hatinya.
Saat Daren sudah sampai di besment dan menuju mobilnya terparkir, tiba-tiba dia mendengar suara Siska memanggilnya dengan ngos-ngosan. Mungkin karena efek berlari mengejarnya.
“Daren, pak Dareeen…” panggil Siska dengan kencang karena Daren sempat tidak mendengarnya.
“Barusan saya menerima telepon dari lokasi pembangunan yang sedang kita bangun itu bahwa ada karyawan yang mengalami kecelakaan." Mendengar perkataan Siska barusan dia kaget.
“Kecelakaan apa maksudmu?”
“Ada dua orang yang mengalami kecelakaan, kondisinya saat ini kurang tahu bagaimana. Ayo kita harus memeriksa langsung."
"Memang benar-benar dia wanita rubah licik ya. Sepertinya hubungan kalian tidak akan pernah aku selamanya. Dari kita masih kuliah dulu dia sudah sering mengganggumu. Sekarang juga begitu. Selalu membuatmu susah dan di rumahmu juga kamu selalu diganggu" kata Sua dengan nada kesal."Aku tahu maksudnya dia. Dia ingin mengajakmu ke mall dan membelikanmu sesuatu dan ingin membuatmu berasa berterima kasih kepadanya walaupun sebelumnya dia sudah membuat kesalah.""Kamu mau aku temani tidak? Lumayan buat jaga-jaga jika dia membuatmu tidak nyaman, aku bisa menutup mulutnya?" kata Sua dengan penuh emosi."Kamu tidak perlu khawatir, aku bisa jaga diri kok. Lagian ibuku juga ikutan" balas Safira."Apa...? Ibumu juga dia ajak? Kalau dia mengajakmu ibumu itu tandanya kamu tidak bisa menolak ajakannya itu" kata Sua semakin kesal. 'Tidak apa-apa. Jika dia masih berulah, aku bisa kok membalasnya"' jawab Safira menenangkan temannya itu.Di tempat lain, Daren bersama sekretarisnya sedang membahas perke
Keesokan harinya di tempat kerja Safira..."Apa...? Mengajari bagaimana mengungkapkan perasaan...? Memangnya kamu tidak bisa mengungkapkan perasaanmu sama orang?" ulang Sua saat Safira menceritakan pertemuannya dengan Daren kemarin."Dasar laki-laki licik ya...!!! Padahal kalau dilihat sekilas dia adalah laki-laki yang cuek dan dingin. Ternyata laki-laki seperti dia bisa mengatakan rayuan gombal seperti itu. Bagaimana kalau kamu minta dia ajarin tentang insting dan gaya naluri tubuh sekalian" tanya Sua sambil tersenyum."Aaaah... ternyata kamu sama dia sama-sama otak minus ya. Kalau tahu seperti ini tanggapanmu mending tadi aku tidak usah cerita. Percuma tahu nggak?" kata Safira kesal mendengar respon dari temannya itu."Aku juga kan manusia biasa yang kapan saja bisa kilaf. Kalau kamu nggak cerita, aku juga tidak akan bakalan menyuruh kamu untuk bertanya seperti itu. Dan aku juga cuma bercanda saja kok" balas Sua."Aku jadi merasa yakin jika kamu suka dengan laki-laki itu. Karena sel
"Padahal aku sangat berharap kamu bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan. Hal aku pikirkan tentang kamu" kata Daren sambil pura-puraa fokus melihat salah satu foto yang sedang dipajang tepat di hadapan mereka."Hhmmm, aku tidak tahu tentang yang lain. Tapi saat ini ada satuhal yang kau tahu, hal yang kamu pikirkan tentang aku""Apa itu?" tanya Daren langsung memutar badannya ke arah Safira karena penasaran dengan apa yangakan Safira katakan."Kalau tidak salah rasa penasaran dan simpaty. Itu sementara ini hal itu yangbisa aku katakan""Waaah luar biasa. Padahal kita baru dua kali bertemu kamu bisa menyimpulkan kalau aku punya rasa penasaran dan simpaty. Aku jadi ingin tahu bagaimana kedepannya?" kata Daren sambil melihat ke arah Safira. Dia tidak mau melepaskan pandangannya dari wajah Safira."Karena kamu sudah membaca pikiran ku, aku juga akan mencoba membaca pikiran mu. Aku tidak mau hanya aku saja yang dibuka. Ngomong-ngomong kamu perna
FlashBack Masa Kecil Safira"Aduuuuh putri Safira yang cantik. Hari ini bagaimana sekolahnya nak?" kata ayah Fira saat menjemput dirinya pulang sekolah. Waktu itu Safira baru hari pertama sekali masik sekolah SD."Hari ini baik-baik saja sekolah Fira ayah. Tapi ayah, jangan panggil Fira dengan keras-keras dong.""Kenapa kalau ayah memanggil nama anak ayah dengan keras? Tidak boleh?"
Setelah perdebatannya dengan ayah tirinya tadi, Safira berusaha menenangkan dirinya dan berusaha untuk istirahat. Saat dia mau memejamkan mata, tiba-tiba mendengar suara pesan di handphonenya. Ternyata Daren mengirim pesan. Safira kaget membaca pesan tersebut karena Daren memberitahu dirinya sudah di depan rumah Safira dan meminta Safira turun."Bukalah biar kamu tahu isinya apa. Aku habis ngantarin kamu tadi aku langsung ke toko sepatu langganan kakak iparku. Model seperti itu tadi kan yang tidak jadi kamu ambil?"Safira kaget ternyata yang diberikan Daren itu adalah sepatu yang berwana Navy yang tidak jadi tadi diamb
Safira hanya terdiam mendengarkan perkataan Daren. Dia masih tidah bisa mengambil keputusan saat ini. Karen seperti yang dikatakan Daren tadi bahwa dia masih butuh waktu untuk memikirkan itu. "Baik lah... Kamu tidak perlu terburu-buru menjawabnya. Aku akan tetap menunggu keputusan Fira." "Maaf" hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. "Turunkan aku di depan sini aja" kata Safira melihat rumah orang tuanya tidak jauh lagi, tinggal tiga rumah lagi dari posisi dia diturunkan Daren. Dirinya masih tidak mau terlihat bersama dengan Daren, takut orangtuanya semakin marah nanti. "Aku masuk dulu. Hati-hati di jalan Daren. Terima kasih juga buat hari" kata Safira pamit dan berjalan ke arah rumahnya. Sementara Daren hanya menanggapi dengan wajah datar saja sambil membunyikan klakson mobilnya kemudian pergi. Mungkin responnya itu efek dari Safira yang tidak mau menjawab pertanyaan nya yang terakhir tadi. Safira yang melihatnya pun merasa ti