Share

BAB II : Orang Terhormat Selalu Berusaha Rendah Hati

Guntur Gheni memiliki bakat alami sebagai pemimpin. Di bawah komandonya, ia telah mengembangkan Gagak Barong menjadi sebuah organisasi besar yang disegani.

Bisnis-bisnisnya mencakup serikat pekerja, yang merupakan warisan ayahnya, lalu nightclub kelas atas yang tersebar di kota-kota besar, dan peredaran aneka jenis minuman beralkohol dari ujung timur hingga ujung barat negeri. Kemudian yang termahsyur adalah bisnis kasino besar dilengkapi hotel mewah yang beroperasi secara tertutup di sebuah pulau terpencil.

Relasi Guntur mengakar sampai ke kementerian dan aparatur negara, partai politik, dan perusahaan-perusahaan besar yang menjalin kerjasama dengan serikat pekerjanya. Guntur pun tidak menampik bahwa organisasinya juga terikat pada kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripada yang ia miliki.

Pencucian uang, dukungan bagi beberapa calon-calon kepala daerah dan anggota legislatif negara dalam pemilihan umum, dan akomodasi lain yang ia berikan demi kelancaran dan keamanan bisnis organisasi Gagak Barong. Tapi, Guntur Gheni bukan orang yang berpedoman bahwa uang adalah segalanya sehingga rela melakukan segalanya demi uang.

Secara tegas dan terang-terangan Guntur Gheni melarang anggota organisasinya terlibat dalam bisnis prostitusi dan narkotika. Baginya, narkotika terlalu berbahaya sekalipun dalam dosis terkecilnya. Sedangkan prostitusi bertentangan dengan prinsip pribadinya.

“Rita, kau sudah siap?” Guntur mengetuk pintu kamar tidur istrinya. Mereka berdua memang memiliki kamar terpisah sejak dulu. Beberapa detik kemudian, Harita Mauly membuka pintu.

“Bagaimana penampilanku?” katanya sumringah.

Guntur melihat kegembiraan istrinya dalam balutan gaun putih yang elegan dan indah. “Kau selalu cantik, dan lebih cantik lagi hari ini,” puji Guntur setulusnya. “Ayo turun, mereka sudah menunggu kita dibawah.”

Harita lalu meraih tangan Guntur dan bersama-sama menuju pelataran belakang. Guntur sangat menghormati dan menyayangi Harita, dan begitu pun sebaliknya. Tapi tidak dalam arti sepasang kekasih.

Harita sebelumnya adalah istri Gumilang Gheni, kakak Guntur, dan ibu kandung Kaindra Gheni. Tiga puluh dua tahun yang silam, kedua orang tua dan Gumilang meninggal secara bersamaan dalam kecelakaan mobil.

Guntur yang saat itu adalah prajurit militer kemudian memutuskan keluar dari kemiliteran dan kembali pada anggota keluarganya yang tersisa: Wignya, Harita, dan Kaindra. Ia mengambil alih kepemimpinan organisasi Gagak Barong. Dua tahun setelahnya, Guntur menikahi Harita Mauly dan menjadi ayah Kaindra.

Semua tamu sudah berkumpul di pelataran belakang. Anggota perwakilan serikat pekerja dari berbagai wilayah duduk membentuk kelompok sendiri.

Yudanta Wistara, pengelola bisnis nightclub dan peredaran minuman beralkohol, duduk semeja dengan Wignya, Magnus, dan Zethra. Di sudut lain, Kaindra sudah bergabung kembali dengan teman-temannya. Mereka sesekali membicarakan beberapa gadis yang sebagian besar hadir disana bersama orang tuanya.

Mantan walikota kota Muliapraja, Tuan Anwar Imran, datang bersama istri kedua dan ketiga anak perempuannya. Mereka menempati salah satu meja dan saling melontarkan kekaguman terhadap vila megah itu. Ia hanya seorang mantan walikota dan teman lama Arya Gheni. Tapi rasa hormat Guntur Gheni yang ditunjukkan melalui undangan ini adalah penghargaan besar di masa tuanya.

Tiga petinggi negara terlihat menikmati steak di piring

masing-masing sambil berbincang dan bersenda gurau. Guntur sering mengundang mereka dalam perayaan-perayaan yang bersifat pribadi. Berkaca dari pengalaman, ia menyadari bahwa hubungan yang diawali dari urusan kekuasaan perlu terus diuji. Konsistensi kehadiran mereka adalah bentuk kesetiaan hubungan dengannya.

Alunan musik klasik menandai kehadiran Guntur dan Harita di pelataran belakang. Mereka berdua lalu berjalan menuju panggung. Para tamu segera berdiri dan menyambut dengan tepuk tangan meriah.

Mereka berjabat tangan dengan tamu yang dilewatinya. Setibanya di panggung, Guntur dan Harita langsung menghadap ke arah para tamu lalu bersiap memberikan sambutan.

“Seseorang pernah berkata, jika kau memiliki istri yang baik, kau akan bahagia. Dan jika tidak, kau akan menjadi seorang filsuf. Dan lihat betapa bahagianya saya hari ini. Jadi saya ingin berterima kasih kepada istri saya dan kalian semua.”

Guntur tersenyum kepada Harita. Para tamu pun memberikan tepuk tangan meriah. Harita lalu mendekatkan mikrofon ke bibirnya.

“Terima kasih. Terima kasih. Kalian tidak perlu kuatir, dia akan kembali menjadi filsuf besok.” Seketika Guntur dan semua yang hadir disitu pun terbahak-bahak.

Setelah suara tawa mulai mereda, Harita melanjutkan, ”Pada hari istimewa ini, saya akan membagikan resep khusus bagi para istri agar suaminya sukses. Setiap kali dia ingin menyerah, bisikkanlah ke telinganya dengan lembut, It’s okay! Kau sudah terlalu tua untuk melakukannya.” Dan sekali lagi mereka semua tertawa.

Dari dalam saku jasnya, Guntur mengeluarkan sebuah kotak dan membukanya. “Dan untuk bisikan lembut itu, kamu pantas mendapatkan ini.”

Guntur mengeluarkan kalung berlian yang dirangkai berseling dengan mutiara dan mengenakannya pada Harita. Sambil membisikkan ucapan terima kasih kepada Guntur, Harita berseru dengan riang, “Lihat! Benar-benar ampuh, kan?!” Ucapan Harita lagi-lagi mengundang gelak tawa para tamu.

Harita mencium kedua pipi Guntur lalu keduanya berpelukan. Kilatan lampu-lampu kamera terus mengabadikan momen bahagia suami-istri itu.

Seorang pelayan kemudian muncul dari samping panggung membawa kue warna putih bersusun tiga dengan sebuah kereta saji. Ia kemudian menyalakan tiga lilin besar di atas kue. Tamu-tamu bertepuk tangan ketika mereka berdua berhasil memadamkan api di lilin-lilin itu.

Guntur memotong sebagian dari kue besar itu dan meletakkannya pada piring kecil yang dibawa si pelayan. Tepuk tangan para tamu semakin meriah ketika Guntur Gheni dan Harita Mauly bergantian saling menyuapi. Mereka berpelukan sekali lagi, dan Guntur menutup sesi di panggung dengan berkata, “Baiklah, saya benci membuat orang lain iri hati. Lagipula kami ada job di panggung yang lain.” Para tamu kembali tertawa sambil bertepuk tangan,

Satu-satunya tamu yang mereka temui bersama adalah keluarga Tuan Anwar Imran. Orang tua itu memperkenalkan anggota keluarganya.

Rania, istri keduanya, adalah sosok wanita yang menampilkan kecantikan klasik dan bersuara lembut. Di sebelah Rania duduk Qirani Imran, anak sulung Tuan Anwar dari istri pertamanya yang telah meninggal dunia.

Qirani berwajah tegas meskipun sebenarnya cukup ramah. Ia berprofesi sebagai Jaksa di Kejaksaan Negeri ibukota Muliapraja. Lalu ada Izora Imran, anak keduanya yang baru lulus dari kuliah Hukum. Dan yang terakhir adalah Tatiana Imran, anak bungsunya yang berusia enam belas tahun. Ia begitu pendiam dan sibuk menikmati marshmallow cupcakes sambil mengamati yang lainnya.

Setelah selesai memperkenalkan anggota keluarganya, Tuan Anwar mulai berbincang tentang kejayaan masa lalu bersama Arya Gheni pada masa awal terbentuknya Gagak Barong. Semua orang di meja itu menikmati gaya bercerita Tuan Anwar yang seru nan jenaka. Siapapun tak akan menyangkal kegembiraan yang terpancar dari wajah orang tua itu.

Lima belas menit berselang, Guntur pun mohon diri untuk menemui tamu lainnya. Sebelum berpisah, Tuan Anwar memberikan kotak perhiasan kecil kepada Harita. Isinya adalah sepasang anting gantung berlian berbentuk setetes air dengan sebutir mutiara kecil di tengahnya. Logo kecil desainer perhiasan kelas dunia menempel di kotaknya.

“Astaga, ini cantik sekali!” Harita terpesona. “Terima kasih, paman. Aku harus memelukmu untuk ini.”

“Qirani yang memilihnya. Dia menghabiskan tabungan saya demi benda itu” kelakar Tuan Anwar yang disambut dengan tawa semua orang di meja itu.

“Oh, sayangku, kita harus lebih sering bertemu!” Harita menepuk lembut pipi Qirani.

Qirani tersenyum tulus. “Saya akan senang sekali, bu!”

Kemudian Tuan Anwar mengangkat sebuah kotak kayu bergaya antik dan menyerahkannya kepada Guntur. “Dan ini untukmu. Sesuatu yang pasti kamu suka.”

Guntur tersenyum ketika melihat dua botol anggur merah langka beralaskan kain satin merah.

“Paman memang yang terbaik” kagum Guntur.

Tuan Anwar memegang kedua tangan Guntur dengan perasaan haru dan hormat. “Aku yakin, ayah ibumu pasti bangga denganmu.” Guntur tersenyum dan mereka berpelukan.

“Terima kasih, paman. Terima kasih. Semoga paman sehat selalu,” kata Harita lembut. “Jika paman perlu sesuatu, pintu kami selalu terbuka untuk paman” lanjutnya.

Tuan Anwar mengangguk bahagia dan membiarkan mereka berlalu.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status