Jemari Yuki terus menggeser layar ponselnya, seperti sedang mencari harta karun yang tak kunjung ditemukan. Fokusnya hanya satu: akun Arga. Sudah sepuluh kali mengetik nama yang sama di kolom pencarian, tapi hasilnya nihil.
"Dia ansos kali, ya?" gumam Yuki sambil memiringkan kepala, seolah layar ponselnya akan memberi jawaban kalau dilihat dari sudut berbeda.Tumpukan buku pelajaran di depannya? Sudah jadi pajangan. Pikirannya sibuk merangkai skenario bagaimana caranya menemukan jejak digital Arga.
Lalu—ting!—satu ide cemerlang melintas.
"Ah! Cari dari akun Kairo aja!" Begitu melihat profil kakaknya, Yuki baru sadar... ia bahkan belum mem-follow Kairo sama sekali. Lebih parah lagi, akun Kairo dikunci, jadi ia tak bisa mengintip daftar followers atau following.Tak butuh waktu lama, Yuki langsung kirim permintaan pertemanan. Dan, dengan suara lantang khasnya, ia berteriak dari lantai satu,
"Kak!!! Terima followan aku!!!"Di lantai dua, Kairo yang sedang tenggelam dalam laporan praktikum langsung terhentak. Suara adiknya seperti alarm darurat yang memaksa otak untuk restart. Dengan malas, ia meraih ponsel, membuka notifikasi, lalu menekan tombol "terima".
Sambil menggeleng, Kairo bergumam pelan, "Apaan dah... punya adik gengsi banget follow kakaknya sendiri."
Setelah notifikasi "Follow request accepted" muncul di layar, Yuki langsung jingkrak-jingkrak kecil di kursinya.
"Misi berhasil!" katanya, lengkap dengan gaya ala agen rahasia yang baru menuntaskan operasi penyamaran.Tanpa buang waktu, ia langsung menelusuri daftar followers dan following Kairo. Matanya berbinar seperti scanner bandara, satu-satu akun diperiksa dengan seksama.
"Mana nih... mana... Arga... Nathaniel Arga... masa nggak ada sih?" gumam Yuki sambil menggulir cepat.Sejujur-jujurnya, Yuki super penasaran. Bukan sekadar ingin tahu wajah Arga dalam balutan filter estetik, tapi juga gaya hidupnya. Anak nongkrong kah? Anak kucing kah? Atau malah anak senja yang tiap sore upload foto kopi hitam dan caption puitis?
"Aduh... jangan-jangan dia orangnya misterius banget. Sosmed aja nggak punya," Yuki menatap layar dengan ekspresi nelangsa. "Apa jangan-jangan akun second? Aduh, ribet deh kalau gitu."
Saking seriusnya, Yuki sampai mendekatkan wajah ke layar ponsel, nyaris nempel. Kalau ada yang melihat, pasti mengira ia sedang membaca kontrak kerja sama perusahaan multinasional. Padahal... cuma stalking calon gebetan.
Tiba-tiba matanya berhenti di satu nama. Nathan.Argaa.
"INI DIA KALI YA!!!" teriak Yuki setengah meloncat dari kursi.Yuki dengan semangat ala-ala detektif FBI membuka profil Nathan.Agraa. Begitu halaman terbuka, matanya langsung melebar. Foto pertama saja sudah bikin jantungnya deg-degan.
"Wah! Pantes aja dia masuk kedokteran hewan... ternyata dari kecil emang udah cinta binatang!" Yuki menggumam, jari telunjuknya sibuk menggeser layar.
Foto demi foto membuat Yuki seperti tur virtual ke kebun binatang. Ada foto Arga lagi menggendong anjing golden retriever dengan senyum selebar jalan tol.
"Aduh ganteng banget! Kayak poster iklan makanan anjing yang harganya mahal!"Lanjut lagi, ada foto Arga bareng kucing anggora.
"Huaaa...! Kak Arga, kucingnya aja betah dipeluk sama kamu, gimana aku? Eh..." Yuki menutup mulut sendiri, pipinya memerah.Tak berhenti di situ. Matanya semakin membesar saat melihat Arga dengan seekor ular melilit di lengannya.
"Ya ampun! Dia nggak takut! Kalau aku sih udah pingsan di tempat."Dan... scroll berikutnya.
"BUAYA?! Serius deh, ini buaya asli bukan editan?!" Yuki menunduk ke layar, memastikan. "Fix. Kalau aku yang pegang, mungkin langsung masuk berita: Remaja perempuan digigit buaya gara-gara sok berani."Belum habis keterkejutan Yuki, muncul lagi foto Arga memegang landak mini mungil.
"Ya Tuhan, cowok ini full paket banget. Dari yang imut sampe yang serem dia bisaaa!!! Keren bener sih."Yuki menatap layar, gelisah. Ibu jarinya menggantung di atas tombol follow.
"Kalau aku follow, keliatan berlebihan nggak ya? Apa aku keliatan kayak fans berat yang lagi ngejar idol? Atau... atau keliatan kayak cewek hopeless romantis yang jatuh cinta dari sosmed?"Ia menunduk, menggigit bibir, lalu bergumam pelan sambil menutup wajah dengan bantal, "Yahhh... tapi kalau nggak difollow, nanti aku nggak bisa ngintip story-nya dong..."
"Hm... lebih aneh lagi kalau aku jadi stalker tapi nggak follow, terus ketahuan nonton story dia. Ih, malu banget kan?" Yuki mengerucutkan bibir, matanya masih menatap layar ponsel. "Lagian dia pasti sering ke rumah, lama-lama kita akrab. Jadi, ya nggak masalah dong kalau aku follow."
Setelah debat sengit antara otak dan hati (yang lebih kayak debat kusir sih), ibu jari Yuki akhirnya mendarat di tombol Follow. Begitu tulisan itu berubah jadi Following, Yuki langsung panik. Cepat-cepat keluar dari I*******m, ponselnya dibalik di meja, lalu dia tarik napas dalam-dalam.
"Wah! Berani sekali kamu, Yuki," ucapnya dengan penuh dramatis, seolah baru saja berhasil melamar kerja di NASA.
Ia menepuk pipinya pelan. "Oke, mengejar pria tampan sudah. Sekarang balik ke realita, belajar biar bisa masuk kampus dan jurusan yang sama kayak dia."
Baru buka halaman pertama buku soal, TRING! ponselnya bergetar. Yuki melirik dengan setengah hati. Tapi begitu baca notifikasi, ia langsung freeze.
"DIA NERIMA FOLLOW-AN AKU?! ASTAGA!!! DIFOLLOW BACK JUGA?!!!"
Yuki melompat kencang kayak pegas kasur rusak, berteriak kegirangan. Bahkan sempat salto ala kadarnya ke sofa, mendarat berantakan tapi tetap senyum lebar.
Di lantai dua, Kairo yang lagi serius nulis laporan langsung refleks lari turun. Mukanya pucat, dikira ada maling masuk rumah atau adiknya kesurupan.
"NGAPAIN SIH DEK?! Kayak orang kesurupan beneran! Bikin jantung kakak hampir copot!"Yuki buru-buru berdiri tegak, pura-pura kalem. Tangannya masih menggenggam ponsel erat, wajahnya semerah tomat.
"Yaelah, Kak... udah deh, masuk lagi sana. Aku cuma lagi seneng doang."Kairo menyipitkan mata penuh kecurigaan. "Seneng? Seneng apaan? Jangan bilang... ini ada hubungannya sama Arga?"
Yuki langsung batuk-batuk pura-pura. "Ekhm... aku belajar dulu ya Kak, jangan diganggu."
Kairo mendengus, "Curiga gue makin bener ini..." sambil kembali naik tangga, tapi langkahnya berat penuh tanda tanya.
Yuki kembali duduk manis di depan meja, buku soal terbuka, pensil di tangan. Kali ini wajahnya berseri-seri kayak habis dapat diskon gede di toko online.
Dengan semangat membara, ia mulai menjawab soal demi soal. Dan entah kenapa, semuanya terasa gampang banget. Rumus matematika yang biasanya bikin dia pengin nangis, sekarang bisa meluncur mulus.
"Wih, gampang bener! Kayak mie instan rasa original," gumam Yuki sambil menulis cepat.
Energi perempuan yang lagi klepek-klepek karena cowok ganteng tuh emang beda. Otak Yuki mendadak encer, kayak mendadak upgrade RAM. Semua hambatan seolah bisa ditrobos dengan mudah.
"Soal biologi... gampang! Soal kimia... bisa! Fisika? Hmm, biasanya musuh bebuyutan. Tapi sekarang? HAH! Lewat!" Yuki berteriak penuh kemenangan, lalu langsung menuliskan jawaban dengan pede.
Ia bahkan sampai mengangkat pensilnya ke atas, gaya ala gladiator yang baru menang perang.
"Terima kasih, Kak Arga... aura gantengmu berhasil bikin aku jadi jenius dadakan."Di lantai dua, di mana Kairo bisa melihat ke arah lantai satu tepatnya ruang keluarga, Kairo yang baru lewat hanya bisa menghela napas panjang. Dari atas sana, ia dengar suara Yuki ngoceh sendiri sambil ketawa-ketawa.
"Ya ampun, beneran nih... kalau Arga tau adik gue jadi kayak gini cuma gara-gara difollow back, bisa kabur duluan kali dia."Kampus hari itu seperti pasar malam. Ramai, riuh, penuh orang lalu-lalang dengan selebaran di tangan. Bedanya, bukan ada yang jualan cilok atau bakso bakar, tapi selebaran visi-misi calon ketua klub. Semua mahasiswa kelihatan heboh, seolah hari ini bakal menentukan nasib dunia.Di pojok gedung B, Kairo duduk tegak dengan wajah serius ala calon pejabat. Di depannya ada banner sederhana bertuliskan:"Kairo Arsenio – Calon Ketua Klub Hewan Kesayangan. Visi: Hewan sehat, hati hangat. Misi: Lebih banyak vaksin, lebih sedikit drama."Orang-orang lewat dan mengangguk-angguk, karena memang visinya masuk akal, nggak lebay, dan Kairo terlihat profesional. Bahkan kucing liar yang nyelonong pun kayaknya setuju.Sementara itu, di ruangan sebelah, suasana jauh lebih... ehm... meriah. Arga berdiri di atas panggung mini, pakai kemeja casual tapi tetap berkarisma. Slide presentasinya penuh foto-foto hewan eksotik. Ada ular dengan efek kilat dramatis, bunglon warna-warni kayak lampu disko, dan kura-kur
Hari itu Arga benar-benar keok sama jadwal padatnya. Dari kuliah pagi yang dosennya nggak pernah ngurangin materi, dilanjut praktikum sampai tangan belepotan obat hewan, plus mampir ke rumah Kairo buat ngurusin Oyen, si kucing sok artis yang hobi muntah di waktu tidak tepat.Begitu mesin mobilnya mati di halaman, Arga turun sambil meregangkan badan. Rumahnya berdiri megah dengan nuansa Japanese style atap miring dengan kayu gelap, taman batu, dan kolam kecil yang airnya tenang banget. Dari luar memang elegan, persis rumah-rumah di drama Jepang yang bikin orang langsung nyangka pemiliknya adalah orang penting."Selamat sore, Arga," sapa Pak Rudy, tukang kebun merangkap penjaga mini zoo di belakang rumah. Di sanalah hewan-hewan eksotis Arga dirawat: ada ular, landak mini, sampai buaya kecil.Arga mengangguk ramah. "Sore, Pak Rudy. Semua hewan baik-baik aja kan?" Tanya Arga."Puji Tuhan sehat semua. Tinggal nak Arga aja yang keliatan capek," jawab pak Rudy yang menyadari kelelahan dalam
Suatu sore, Yuki sedang sibuk dengan "konten masterpiece"-nya. Ia berdandan ala-ala karakter aneh: pakai bandana hijau ngejreng, bedak belepotan, bibir merah menyala kayak habis makan lima kilo cabe rawit, plus jaket bolong yang harusnya sudah pensiun jadi lap meja. Dengan penuh percaya diri, ia menari di depan kamera ponselnya.Tiba-tibatok tok tok!pintu rumah diketuk. Yuki spontan melirik jam dinding."Oh, pasti kak Kairo. Pulang cepat juga," gumamnya.Dengan langkah riang, ia membuka pintu. Tapi begitu pintu terbuka, dunia serasa berhenti.Yang berdiri di depan sana bukan Kairo yang tatapannya dingin bak kulkas dua pintu, melainkan Arga... dengan senyum ramah plus tawa ngakak melihat Yuki dalam penampilan absurd itu.Yuki sontak membeku."..."Lalu, refleks:"AAAAAAAAA!!!"Yuki lari terbirit-birit ke kamarnya, masih pakai bandana hijau ngejreng itu."Kak Arga duduk aja di sofa yaaa!!!" teriaknya dari lantai dua, suaranya pecah kayak toa masjid yang kebasahan.Beberapa detik kemud
Jemari Yuki terus menggeser layar ponselnya, seperti sedang mencari harta karun yang tak kunjung ditemukan. Fokusnya hanya satu: akun Arga. Sudah sepuluh kali mengetik nama yang sama di kolom pencarian, tapi hasilnya nihil."Dia ansos kali, ya?" gumam Yuki sambil memiringkan kepala, seolah layar ponselnya akan memberi jawaban kalau dilihat dari sudut berbeda.Tumpukan buku pelajaran di depannya? Sudah jadi pajangan. Pikirannya sibuk merangkai skenario bagaimana caranya menemukan jejak digital Arga.Lalu—ting!—satu ide cemerlang melintas."Ah! Cari dari akun Kairo aja!"Begitu melihat profil kakaknya, Yuki baru sadar... ia bahkan belum mem-follow Kairo sama sekali. Lebih parah lagi, akun Kairo dikunci, jadi ia tak bisa mengintip daftar followers atau following.Tak butuh waktu lama, Yuki langsung kirim permintaan pertemanan. Dan, dengan suara lantang khasnya, ia berteriak dari lantai satu,"Kak!!! Terima followan aku!!!"Di lantai dua, Kairo yang sedang tenggelam dalam laporan praktiku
Malam itu, setelah makan malam bersama sang mama dan Kairo, bukannya langsung masuk kamar seperti biasanya, Yuki malah berjalan pelan-pelan menyusuri lorong lantai dua. Bukannya ke kamarnya sendiri, ia justru melipir ke tempat yang sering jadi zona terlarang: kamar Kairo.Seperti biasa, pintunya tidak dikunci. Kairo memang tidak pernah belajar dari kesalahan—terutama kesalahan punya adik perempuan bernama Yuki.Kamar itu gelap, tenang, dan dominan warna hitam. Dari tempat tidur, lemari, sampai lampu meja. Semua matching dan teratur. Sangat kontras dengan kamar Yuki yang lebih mirip kapal pecah pasca badai.Tanpa ragu, Yuki menjatuhkan diri ke atas ranjang Kairo."WOI DEK!!!" suara Kairo terdengar seperti alarm darurat. Ia baru saja keluar dari kamar mandi, rambut masih basah dan memakai kaus lusuh."Kenapa sih kamu di sini?! Jangan seenaknya tidur di ranjang aku! Nanti ketularan virus tingkah aneh kamu."Yuki berguling manja, memasang senyum licik. "Aku cuma mau tanya sesuatu kok."Ka
Dari luar, rumah dua lantai bergaya modern minimalis itu tampak seperti hunian keluarga dambaan Pinterest, bersih, estetik, dan adem. Tapi begitu pintu dibuka, suasananya lebih mirip drama survival.Di ruang tengah, seorang gadis remaja dengan bantal lepek di kepala melotot kesal ke arah tangga. Yuki, calon mahasiswa yang masih jungkir balik belajar soal SNBT, benar-benar terganggu."KAK! Sumpah, ini udah naik turun tangga ke berapa kali?!" teriaknya, memicing ke arah Kairo yang lagi-lagi turun tangga dengan langkah panik, seperti sedang ikut lomba lari estafet."Ssst! Pelan dikit, itu si Oyen muntah lagi! Kayaknya dia nggak cocok naik motor deh, atau... ya ampun, jangan-jangan dia stres denger aku nyanyi di perjalanan?" Kairo bergumam, setengah berbicara ke diri sendiri.Kairo, mahasiswa semester dua jurusan pendidikan dokter hewan, baru banget ngerasain kerasnya hidup dunia praktikum. Dan hari ini, dia dititipi seekor kucing jingga untuk dibawa ke kampus besok.Masalahnya, si kucing