Share

Piring Ulat

Penulis: Soju Kimchizz
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 22:29:32

Suatu sore, Yuki sedang sibuk dengan "konten masterpiece"-nya. Ia berdandan ala-ala karakter aneh: pakai bandana hijau ngejreng, bedak belepotan, bibir merah menyala kayak habis makan lima kilo cabe rawit, plus jaket bolong yang harusnya sudah pensiun jadi lap meja. Dengan penuh percaya diri, ia menari di depan kamera ponselnya.

Tiba-tiba

tok tok tok!

pintu rumah diketuk. Yuki spontan melirik jam dinding.

"Oh, pasti kak Kairo. Pulang cepat juga," gumamnya.

Dengan langkah riang, ia membuka pintu. Tapi begitu pintu terbuka, dunia serasa berhenti.

Yang berdiri di depan sana bukan Kairo yang tatapannya dingin bak kulkas dua pintu, melainkan Arga... dengan senyum ramah plus tawa ngakak melihat Yuki dalam penampilan absurd itu.

Yuki sontak membeku.

"..."

Lalu, refleks:

"AAAAAAAAA!!!"

Yuki lari terbirit-birit ke kamarnya, masih pakai bandana hijau ngejreng itu.

"Kak Arga duduk aja di sofa yaaa!!!" teriaknya dari lantai dua, suaranya pecah kayak toa masjid yang kebasahan.

Beberapa detik kemudian, suara brengsek-brengsek terdengar dari kamar: atribut jatuh, wig nyangkut, bedak numpah. Sampai akhirnya Yuki turun lagi dengan wajah normal, meski pipinya udah memerah kayak kepiting rebus.

"Kak... hehe... lupakan apa yang kakak lihat tadi ya," katanya dengan senyum kaku ala patung lilin.

Arga cuma menggeleng sambil masih menahan tawa.

"Gak masalah kok. Kamu malah kelihatan lucu."

Yuki makin pengin gali tanah terus masuk ke dalamnya. Tapi dengan cepat ia ganti topik, mencoba menyelamatkan harga dirinya.

"Kakak mau minum apa? Mama baru beli juicer, loh. Mau jus apel?" tawarnya, berharap Arga fokus ke buah-buahan, bukan ke bedak belepotannya tadi.

"Hm... karena ditawarin, boleh deh," jawab Arga santai.

Tanpa nunggu lama, Yuki lari ke dapur. Suara mesin juicer pun meraung kencang, saking semangatnya Yuki pencet tombol kayak lagi balas dendam.

Arga tersenyum tipis, memperhatikan sekeliling rumah yang hangat. Ada foto keluarga di dinding, aroma makanan rumahan yang masih tercium dari dapur, dan suara Yuki yang sibuk sendiri. Entah kenapa, suasana ini terasa asing tapi nyaman.

Dalam hati, Arga membatin, "Rumah Kairo ini rame banget ya... beda sama rumahku yang tiap hari hening kayak kuburan."

Setelah jus selesai dibuat, Yuki menuangkannya ke dalam gelas bening panjang yang kalau kena cahaya kayak lagi iklan minuman sehat. Ia lalu menaruh gelas itu di atas nampan, lengkap dengan biskuit yang ia tata secantik mungkin di piring kecil berbentuk cacing putih.

Dengan penuh percaya diri, ia membawa nampan itu ke ruang tamu. Begitu nampan mendarat di meja, Arga langsung ngakak.

"Jujur... piring aneh ini kamu yang beli?" tanya Arga sambil menunjuk si piring cacing dengan ekspresi setengah tak percaya.

Yuki, bukannya malu, malah makin semangat promosi.

"Hahaha... iya, kak! Lucu gak sih? Piring meliuk-meliuk bentuknya kayak cacing. Pas banget kan buat biskuit panjang ini? Jadi vibesnya nyambung gitu lho."

Arga geleng-geleng kepala, masih menahan tawa.

"Ada-ada aja deh ide kamu. Kairo pasti gak pernah kesepian punya adik kaya kamu."

Ucapan itu bikin Yuki mendadak nyengir lebar, merasa berhasil menghibur. Tapi karena otaknya gak bisa diam, tiba-tiba dia merunduk mendekat ke arah Arga, lalu berbisik pelan-pelan seolah sedang membocorkan rahasia negara.

"Ngomong-ngomong kak... Kairo tuh... gak gay kan? Soalnya sampai sekarang dia belum pernah punya pacar."

Arga langsung pecah tawa sampai hampir keselek jus apel.

"Hahaha! Ya ampun, enggak lah! Dia itu malah primadona di kampus. Banyak banget cewek yang naksir."

"Loh? Terus kenapa dia belum pernah jadian?" Yuki makin penasaran.

Arga menyandarkan tubuhnya ke sofa, wajahnya santai tapi kalimatnya cukup bikin Yuki bengong.

"Kata Kairo sih, ada dua wanita di rumah yang harus dia jaga dulu. Kalau sudah becus jagain kamu sama mama kamu, baru deh dia bakal mikirin punya pacar."

Yuki tertegun. Tangannya yang tadinya pegang piring cacing jadi berhenti di udara.

"Eeeh... maksudnya aku sama mama? Duh, kak Kairo lebay banget. Dia kira aku bocah umur lima tahun apa?!"

Arga cuma terkekeh.

"Ya namanya juga Kairo. Dalam hati dia sayang banget sama kalian, cuma gayanya aja yang jutek."

Yuki mendengus sambil memasukkan biskuit ke mulutnya.

"Ck, ck, ck... kalau dia tahu aku bakal cerita beginian sama Kak Arga, fix aku bakal dikunciin di gudang."

Arga kembali tertawa, suasana ruang tamu pun terasa cair dan hangat.

Deru mesin mobil terdengar di garasi. Yuki yang lagi masang senyum manis ke arah Arga langsung pucat seketika.

"Waduh... game over," gumamnya.

Tak lama kemudian, pintu rumah terbuka. Kairo masuk dengan wajah capek, langsung melemparkan obat-obatan praktikum ke sofa begitu saja.

"Yuki... kamu gak belajar kah?" tanyanya dengan nada dingin ala kakak-kakak yang sok bijak.

Yuki langsung manyun, tapi tetap bela diri.

"Yaelah kak! Masak ada tamu aku diemin sendiri? Aku kan tuan rumah yang baik."

Kairo mendengus. Dalam hati sebenarnya dia tahu betul: alasan adiknya itu bukan "sopan santun", tapi "cowok ganteng". Tapi ia males ribut, jadi cuma mendelik sambil berdecak.

"Ayo ke halaman belakang, kita urus si Oyen," ucap Kairo pada Arga sambil melangkah.

Arga bangkit, menoleh sebentar ke arah Yuki, lalu tersenyum.

"Aku ke belakang dulu ya, dek."

Yuki membalas dengan anggukan cepat-cepatan, padahal dalam hatinya udah konser dangdut: Ya Tuhan, visual cowok ini ngalah-ngalahin indahnya sinar matahari.

Begitu Arga dan Kairo menghilang ke arah halaman belakang, Yuki langsung jatuh terjerembab ke sofa.

"Ya ampun... kenapa dia bisa seganteng itu sih?! Kayak cowok yang keluar dari layar drama Korea!" serunya sambil menutupi wajah dengan bantal.

Yuki yang tadinya niat nonton drama malah kalah sama sofa empuk. Ia terkapar meringkuk, kayak burrito isi manusia, dengan remote TV masih kejepit di tangannya.

Beberapa menit kemudian, Arga masuk lagi dari halaman belakang karena Kairo minta spuite yang ketinggalan. Begitu matanya melihat Yuki yang tidur pulas, ekspresi Arga langsung melunak.

"Ih, kasian. Bocil satu ini pasti kecapekan belajar," gumamnya. Ada nada geli sekaligus gemas dalam suaranya.

Tanpa pikir panjang, Arga meraih selimut tipis yang terlipat rapi di ujung sofa. Ia lalu menutup tubuh Yuki dengan hati-hati, seakan benar-benar memperlakukan Yuki sebagai adik kecil yang harus dijaga.

"Punya adik tuh pasti begini rasanya ya... ribet, berisik, tapi ngangenin," bisik Arga sambil tersenyum.

Yuki menggeliat sebentar, bergumam, "Mama... aku udah belajar kok..." lalu kembali terlelap.

Arga nyaris ketawa, tapi buru-buru menutup mulutnya sendiri. Dalam hatinya, ada rasa hangat yang nggak pernah ia rasakan di rumahnya yang sepi. Rasanya asik banget bisa nimbrung di keluarga Kairo, apalagi punya Yuki yang—meski bawelnya level dewa—tetap manis kalau lagi diam begini.

"Ga! Spuite ketemu belum?" teriak Kairo dari arah belakang rumah.

Arga pun langsung tersentak, mengambil spuite di meja, lalu berjalan kembali ke halaman sambil geleng-geleng kepala.

"Punya adik cewek ternyata bisa bikin rumah terasa rame banget ya..." batinnya sambil tersenyum.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Payung Merah Maroon

    Rintik hujan turun deras menimpa halaman kampus, menimbulkan suara khas seperti gemericik berjuta jarum kecil di atas atap gedung. Mahasiswa berlarian mencari tempat berteduh, beberapa pasrah basah kuyup.Yuki berdiri di depan lobi, menatap langit yang tampak suram. Untungnya, gadis itu sudah terbiasa membawa payung lipat ke mana pun, pelajaran dari sering dimarahi Kairo karena "main hujan kayak bocah TK."Ia baru hendak melangkah ke arah parkiran ketika matanya menangkap sosok tinggi berjas hitam, berdiri santai tanpa payung, tampak siap-siap menerobos hujan.Arga.Yuki mengerutkan kening. Ya ampun, ini orang gak punya insting bertahan hidup apa gimana? pikirnya.Dengan langkah cepat, Yuki mendekat dan membuka payung di atas kepala pria itu."Kak... jangan kehujanan, nanti sakit," katanya sambil sedikit menundukkan payung agar cukup menutupi bahu Arga yang lebar.Arga menoleh dan tersenyum kecil, wajahnya sedikit basah terkena percikan air."Loh! Untung ada kamu, dek," ucapnya sambil

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Mengejar Cinta

    Suasana kantin siang itu ramai seperti biasa. Suara gesekan kursi, dentingan sendok, dan aroma mie ayam memenuhi udara. Di tengah hiruk-pikuk itu, Luna duduk manis di hadapan Arga yang sedang sibuk menyantap mie ayamnya dengan khidmat, seolah semangkuk mie itu adalah persoalan paling serius di dunia.Luna menoleh kanan-kiri, memastikan Kairo tidak sedang berkeliaran. Setelah yakin aman, ia mencondongkan tubuh ke arah Arga."Ga... lo inget kan apa yang gue bilang waktu itu? Soal gue suka Kairo?" bisiknya pelan.Arga mengangkat alis, lalu menyuap mie sebelum menjawab santai, "Iya, inget. Dan tenang aja, dia gak punya pacar, Lun."Luna langsung menghela napas lega, wajahnya berbinar seperti baru dapat kabar diskon besar-besaran."Huft, syukurlah... berarti gue masih punya harapan," katanya sambil menepuk dada lega.Tepat saat itu, suara langkah kecil terdengar mendekat. Yuki datang dengan ekspresi sedikit manyun dan langsung mengerutkan dahi saat melihat Arga duduk berdua dengan Luna."O

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Duo Tidak Peka

    Luna berusaha keras terlihat profesional saat berbicara dengan Kairo. Ia membawa map tebal berisi proposal kerja sama, lengkap dengan tabel biaya dan rencana promosi, tapi dari tadi matanya lebih sering fokus pada hal lain, garis rahang Kairo yang tegas, caranya menunduk ketika membaca dokumen, dan nada suara rendah yang entah kenapa terasa... menenangkan."Kalau kita ambil sponsor dari mereka, harus disesuaikan dulu sama program adopsi satwa," ucap Kairo, menunjuk lembaran kertas di tangannya."Oh, iya, iya..." jawab Luna cepat, walau jelas sekali ia tidak benar-benar paham barusan.Kairo melirik sekilas. "Kamu beneran dengerin, kan?""Iya, iya, aku denger kok!" Luna menegakkan badan, berusaha terlihat fokus. Tapi detik berikutnya, pandangannya kembali jatuh ke wajah Kairo. Ya ampun, dari jarak segini kulitnya mulus banget. Ini cowok apa skincare berjalan sih? batinnya panik.Kairo menutup mapnya dan bersandar di kursi. "Jadi, kesimpulannya, aku setuju kerja sama itu asal sistem pela

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Perang Dingin

    Pagi itu meja makan terasa lebih dingin daripada kulkas. Tidak ada obrolan hangat seperti biasa, tidak juga pertengkaran kecil yang biasanya bikin rumah jadi ramai.Kairo sibuk menatap nasinya, Yuki sibuk mengaduk-aduk sereal tanpa niat makan, sementara Mama Sarah hanya bisa mendesah lemah sambil memandang dua anaknya itu bergantian."Dua-duanya ini keras kepala," gumam Mama Sarah pelan, tapi cukup keras untuk membuat sendok Yuki berhenti di udara.Setelah sarapan yang lebih mirip sesi hening nasional itu selesai, Kairo langsung keluar rumah menuju mobilnya. Yuki menghela napas panjang sebelum menyusul. Ia sudah tahu, pagi ini bakal panjang.Begitu pintu mobil tertutup, suasana kembali senyap. Hanya suara mesin dan AC yang bekerja keras menembus ketegangan di antara mereka. Yuki melirik kakaknya, lalu memberanikan diri membuka percakapan."Kak..." panggilnya pelan.Kairo melirik sekilas. "Apa?!" bentaknya cepat, dengan nada seperti sirine patroli.Yuki meringis. "Jangan larang Kak Arg

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Bukan Kakak Kandung

    Hari ini adalah kali pertama Yuki mendapat tugas kerja kelompok. Dan entah kebetulan atau nasib, dia sekelompok dengan Justin, si cowok yang sudah kena "label waspada" dari Kairo."Kerja kelompok di mana ya?" tanya Zara pagi itu sambil menenteng buku catatan."Di coffee shop depan kampus aja. Kata Justin tempatnya adem dan ada colokan," jawab Yuki berusaha biasa saja, padahal dalam hatinya sudah mulai gelisah.Sebelum berangkat, Yuki berdiri di depan cermin sambil menatap ponselnya. Jempolnya ragu-ragu sebelum akhirnya mengetik pesan izin.📱: Kak, hari ini aku kerja kelompok sama teman-teman di coffee shop depan kampus. Jangan nyusul ya. Aku janji gak macem-macem.Pesan terkirim. Satu menit, dua menit... tak ada balasan."Yah... pasti lagi praktikum," gumamnya dengan lega tapi juga was-was.Ia pun mengambil tas, mengecek ulang dompet, buku, dan laptopnya, lalu berangkat dengan langkah ringan."Finally... hari tanpa pengawasan Satpam Kakak!" ujarnya pelan sambil tertawa kecil.Di coff

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Apa-Apa Blacklist?!

    Ruang tamu rumah keluarga Kairo malam itu sudah seperti zona perang.Buku-buku tebal bertumpuk di lantai, stabilo berwarna-warni berserakan di mana-mana, dan Yuki duduk di tengah kekacauan itu dengan rambut dikuncir asal, wajah tegang, dan ekspresi seperti baru menghadapi soal ujian akhir."Kenapa sih harus punya tulang metacarpal lima biji?! Kenapa gak satu aja, biar gampang dihafalin?" gumamnya frustasi sambil menatap buku anatomi yang sudah penuh coretan.Ia menatap lagi satu halaman, mencoba mengingat diagram tulang radius dan ulna, tapi otaknya seperti sudah menolak kerja sama.Tiba-tiba terdengar suara bel dan aroma keju memenuhi udara."Oh hai adik!" suara ceria itu datang bersamaan dengan sosok Arga yang menenteng dua kotak pizza besar.Yuki langsung bangkit berdiri dengan wajah berseri, seolah-olah semua penderitaan anatomi sirna dalam sekejap."Hai kak! Bawa pizza... wow!!! Kamu malaikat penyelamat malam ini!" serunya sambil hampir merebut kotak itu dari tangan Arga."Pelan-

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status