Home / Romansa / Sahabat Kakak, Pacarku! / Maomao si Kura-Kura

Share

Maomao si Kura-Kura

Author: Soju Kimchizz
last update Last Updated: 2025-09-17 22:30:56

Hari itu Arga benar-benar keok sama jadwal padatnya. Dari kuliah pagi yang dosennya nggak pernah ngurangin materi, dilanjut praktikum sampai tangan belepotan obat hewan, plus mampir ke rumah Kairo buat ngurusin Oyen, si kucing sok artis yang hobi muntah di waktu tidak tepat.

Begitu mesin mobilnya mati di halaman, Arga turun sambil meregangkan badan. Rumahnya berdiri megah dengan nuansa Japanese style atap miring dengan kayu gelap, taman batu, dan kolam kecil yang airnya tenang banget. Dari luar memang elegan, persis rumah-rumah di drama Jepang yang bikin orang langsung nyangka pemiliknya adalah orang penting.

"Selamat sore, Arga," sapa Pak Rudy, tukang kebun merangkap penjaga mini zoo di belakang rumah. Di sanalah hewan-hewan eksotis Arga dirawat: ada ular, landak mini, sampai buaya kecil.

Arga mengangguk ramah. "Sore, Pak Rudy. Semua hewan baik-baik aja kan?" Tanya Arga.

"Puji Tuhan sehat semua. Tinggal nak Arga aja yang keliatan capek," jawab pak Rudy yang menyadari kelelahan dalam diri Arga.

Arga terkekeh kecil. "Iya, Pak. Hehe... saya masuk dulu ya."

Pintu rumah terbuka otomatis, menampilkan ruang tamu super mewah dengan interior minimalis elegan. Sofa kulit, lampu gantung mahal, rak kayu berisi buku dan penghargaan keluarga. Semua terlihat sempurna... tapi dingin.

Arga melangkah masuk dan yang menyambutnya hanyalah keheningan. Tak ada suara teriakan "Kak!" ala Yuki, tak ada aroma masakan hangat dari dapur, tak ada obrolan receh.

Ayahnya? Pasti masih di kantor, rapat. Ibunya? Paling sibuk meeting sosialita atau acara perusahaan. Seperti biasa, rumah ini cuma jadi tempat singgah, bukan tempat pulang.

Arga menghela napas panjang.

"Kalau di rumah Kairo, baru buka pintu aja udah diserbu suara cempreng Yuki. Ramai, ribut, tapi hangat," gumamnya lirih.

Ia meletakkan tas ke sofa, duduk sebentar sambil memandang langit-langit. Rasanya kontras banget. Di satu sisi, rumahnya elegan penuh prestise. Di sisi lain, hampa.

Untuk pertama kalinya, Arga bener-bener sadar... mungkin dirinya iri pada Kairo. Bukan soal adiknya yang ngeselin, tapi soal rasa hangat yang nggak pernah ia punya sejak kecil.

Arga merebahkan tubuhnya di sofa kulit yang dingin. Dengan satu tangan menopang kepala, ia meraih ponselnya. Sekadar iseng, ia membuka I*******m dan mengklik akun dengan username, @Yukijessamine__

"Oh iya... bocil bawel itu baru nge-follow gue," gumam Arga sambil terkekeh kecil.

Ia pun mengetuk profil Yuki. Seketika, layar ponselnya dipenuhi warna-warni keceriaan khas anak gadis yang belum mikirin beratnya hidup. Ada foto Yuki bareng mamanya waktu makan sushi, dengan ekspresi lucu khas dirinya. Ada juga momen Yuki dan Kairo mancing, Kairo serius pegang pancingan, sementara Yuki malah pose peace sign sambil pegang cacing umpannya.

Arga tersenyum lebar. "Dasar bocah... hidupnya kayak variety show."

Tapi semakin ia scroll, senyumnya pelan-pelan meredup. Ada banyak foto keluarga, ada mama, ada Kairo, tapi tidak pernah sekalipun muncul sosok ayah.

Arga berhenti di satu foto: Yuki dan Kairo duduk di teras, dengan caption "Duo bodyguard mama."

"Hm..." Arga mengetuk dagunya. Potongan puzzle itu mulai nyambung di kepalanya. Pantas Kairo selalu ngotot ngomongin soal jaga adik, soal nggak mau pacaran dulu, soal harus jagain mama... Semua masuk akal kalau memang mereka nggak punya figur ayah di rumah.

Arga menghela napas. "Jadi itu alasannya... Kai lebih mikirin keluarganya daripada dirinya sendiri."

Ia bersandar lagi, menatap langit-langit rumahnya yang mewah tapi hampa. Mendadak, ia merasa ada sesuatu yang hangat dari keceriaan Yuki di I*******m. Seolah-olah, lewat foto-foto itu, Arga ikut merasakan punya keluarga yang rame, meski cuma lewat layar.

"Ribut sih, tapi kayaknya enak punya adik cerewet," gumamnya sambil senyum kecil.

Tak lama, ponselnya bergetar. Notifikasi baru muncul.

"Yukijessamine__ posted a new story."

Arga pun buka. Ternyata isinya Yuki selfie sambil pakai masker lumpur, lengkap dengan caption: "Belajar sambil glowing, guys! Wish me luck buat try out besok ✨"

Arga terbahak. "Astaga, ini anak... bener-bener bikin timeline gue rame."

Arga melangkah keluar menuju halaman belakang, tempat favoritnya: mini zoo ala-ala. Bukan main, koleksi hewan di situ bisa bikin anak-anak komplek mangap kalau lihat. Ada ular yang berjejer rapi di etalase kaca bening, bunglon yang warnanya suka berubah kayak mood orang pacaran, landak mini imut, sampai kura-kura dengan ukuran bervariasi—dari yang sekecil donat sampai sebesar baskom.

Arga duduk di kursi kayu panjang, lalu matanya jatuh pada satu sosok pelan tapi pasti: seekor kura-kura Sulcata bernama Maomao. Si Maomao lagi sibuk mengunyah daun segar, slow banget, seakan dunia nggak ada deadline.

Arga menepuk pelan tempurungnya.

"Maomao... kamu harus beranak-pinak ya. Biar nggak kesepian. Jangan kayak aku, anak tunggal. Bosan tau nggak kalau nggak punya teman ribut di rumah."

Maomao menoleh sebentar, lalu lanjut kunyah tanpa peduli. Kruukk... kruukk.

Arga menghela napas dramatis.

"Lihat tuh... kalau kamu punya anak banyak, mereka bisa rebutan makanan, bisa dorong-dorongan, bisa bikin ribut. Seru, Maomao. Jangan kayak aku, masuk rumah aja sunyi, keluar rumah baru rame gara-gara kamu sama geng hewan lain."

Si kura-kura melanjutkan makannya dengan tenang, bahkan seperti sengaja memalingkan muka.

Arga mengacak rambutnya sendiri.

"Dih! Kok gue curhatnya sama kura-kura, sih?!" katanya sambil tertawa miris.

Namun, entah kenapa, rasanya sedikit lebih lega. Setidaknya ada makhluk hidup yang mau dengerin ocehannya, meskipun jawabannya cuma kunyahan lambat ala Maomao.

———

Keesokan harinya, setelah agenda kampus yang super padat, mulai dari kuliah, praktikum, sampai dikejar deadline tugas, Arga dan Kairo memutuskan mampir ke coffee shop langganan. Misi mereka sederhana: melepas penat sebelum kembali disiksa tumpukan tugas. Andai saja tumpukan duit bisa kayak tumpukan tugas, mungkin dunia ini terasa lebih indah.

Arga duduk santai, menyesap es kopi susu kekinian, sementara jemarinya sibuk scrolling I*******m. Timeline penuh dengan wajah-wajah teman sekelas yang sama-sama lelah tapi masih sempat eksis. Namun, matanya langsung berhenti ketika melihat sebuah story baru.

Yuki.

Di layar, Yuki terlihat ceria sambil memegang kertas hasil try out. Wajahnya sumringah, pose jempolnya penuh percaya diri. Captionnya pun nggak kalah heboh:

i did it! Jadi peserta try out dengan nilai tertinggi. Mama! Kak @Kairoarsenio ayo traktir makan sushi!

Arga refleks tersenyum lebar. Rasanya ikut bangga melihat pencapaian si adik sahabat. Dengan ringan, jemarinya langsung mengetik reply:

selamat dek! Pertahankan sampai hari ujian tiba.

Belum sempat Arga menekan tombol kirim, Kairo yang duduk di seberang memperhatikan ekspresi temannya.

"Kenapaan lo senyum-senyum gitu?" tanya Kairo sambil menyeruput Americano yang pahitnya kayak kehidupan.

Arga cuma geleng kepala, senyum makin lebar.

"Deket sama cewek, ya?" goda Kairo lagi, kali ini matanya menyipit curiga.

"Apaan sih! Enggak lah! Gue lagi lihat story adik lo. Lo di-tag tuh." Arga nyodorin layar HP-nya ke Kairo.

Kairo melirik cepat, lalu balik menatap Arga dengan ekspresi awas aja lu.

"Aneh banget lo. Obsesi sama adik gue, ya? Jangan macam-macam lo, Ga!"

Arga langsung mengangkat kedua tangannya, seolah pasukan polisi baru ngegrebek.

"Yaelah, tenang kali! Gue cuma seneng aja lihat tingkah adik lo. Maklumlah, gue anak tunggal. Nggak pernah ngerasain punya adik cerewet, imut, nyebelin sekaligus nyemangatin gitu."

Kairo masih manyun, tapi nggak bisa membantah. Dalam hati, ia tahu kalau Arga emang beda. Temennya ini nggak pernah segampang itu jatuh hati ke cewek, jadi wajar kalau perhatian Arga lebih ke arah brother mode. Tapi tetap saja, sebagai kakak, Kairo punya alarm bawaan yang langsung berbunyi begitu ada cowok nyenggol Yuki.

Arga kembali menatap layar HP, kali ini tanpa sadar senyum tipisnya muncul lagi. Kalau ditanya apa alasannya, ia sendiri nggak bisa jawab jelas. Yang pasti, melihat Yuki bahagia itu... entah kenapa bikin hatinya ikut adem.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Payung Merah Maroon

    Rintik hujan turun deras menimpa halaman kampus, menimbulkan suara khas seperti gemericik berjuta jarum kecil di atas atap gedung. Mahasiswa berlarian mencari tempat berteduh, beberapa pasrah basah kuyup.Yuki berdiri di depan lobi, menatap langit yang tampak suram. Untungnya, gadis itu sudah terbiasa membawa payung lipat ke mana pun, pelajaran dari sering dimarahi Kairo karena "main hujan kayak bocah TK."Ia baru hendak melangkah ke arah parkiran ketika matanya menangkap sosok tinggi berjas hitam, berdiri santai tanpa payung, tampak siap-siap menerobos hujan.Arga.Yuki mengerutkan kening. Ya ampun, ini orang gak punya insting bertahan hidup apa gimana? pikirnya.Dengan langkah cepat, Yuki mendekat dan membuka payung di atas kepala pria itu."Kak... jangan kehujanan, nanti sakit," katanya sambil sedikit menundukkan payung agar cukup menutupi bahu Arga yang lebar.Arga menoleh dan tersenyum kecil, wajahnya sedikit basah terkena percikan air."Loh! Untung ada kamu, dek," ucapnya sambil

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Mengejar Cinta

    Suasana kantin siang itu ramai seperti biasa. Suara gesekan kursi, dentingan sendok, dan aroma mie ayam memenuhi udara. Di tengah hiruk-pikuk itu, Luna duduk manis di hadapan Arga yang sedang sibuk menyantap mie ayamnya dengan khidmat, seolah semangkuk mie itu adalah persoalan paling serius di dunia.Luna menoleh kanan-kiri, memastikan Kairo tidak sedang berkeliaran. Setelah yakin aman, ia mencondongkan tubuh ke arah Arga."Ga... lo inget kan apa yang gue bilang waktu itu? Soal gue suka Kairo?" bisiknya pelan.Arga mengangkat alis, lalu menyuap mie sebelum menjawab santai, "Iya, inget. Dan tenang aja, dia gak punya pacar, Lun."Luna langsung menghela napas lega, wajahnya berbinar seperti baru dapat kabar diskon besar-besaran."Huft, syukurlah... berarti gue masih punya harapan," katanya sambil menepuk dada lega.Tepat saat itu, suara langkah kecil terdengar mendekat. Yuki datang dengan ekspresi sedikit manyun dan langsung mengerutkan dahi saat melihat Arga duduk berdua dengan Luna."O

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Duo Tidak Peka

    Luna berusaha keras terlihat profesional saat berbicara dengan Kairo. Ia membawa map tebal berisi proposal kerja sama, lengkap dengan tabel biaya dan rencana promosi, tapi dari tadi matanya lebih sering fokus pada hal lain, garis rahang Kairo yang tegas, caranya menunduk ketika membaca dokumen, dan nada suara rendah yang entah kenapa terasa... menenangkan."Kalau kita ambil sponsor dari mereka, harus disesuaikan dulu sama program adopsi satwa," ucap Kairo, menunjuk lembaran kertas di tangannya."Oh, iya, iya..." jawab Luna cepat, walau jelas sekali ia tidak benar-benar paham barusan.Kairo melirik sekilas. "Kamu beneran dengerin, kan?""Iya, iya, aku denger kok!" Luna menegakkan badan, berusaha terlihat fokus. Tapi detik berikutnya, pandangannya kembali jatuh ke wajah Kairo. Ya ampun, dari jarak segini kulitnya mulus banget. Ini cowok apa skincare berjalan sih? batinnya panik.Kairo menutup mapnya dan bersandar di kursi. "Jadi, kesimpulannya, aku setuju kerja sama itu asal sistem pela

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Perang Dingin

    Pagi itu meja makan terasa lebih dingin daripada kulkas. Tidak ada obrolan hangat seperti biasa, tidak juga pertengkaran kecil yang biasanya bikin rumah jadi ramai.Kairo sibuk menatap nasinya, Yuki sibuk mengaduk-aduk sereal tanpa niat makan, sementara Mama Sarah hanya bisa mendesah lemah sambil memandang dua anaknya itu bergantian."Dua-duanya ini keras kepala," gumam Mama Sarah pelan, tapi cukup keras untuk membuat sendok Yuki berhenti di udara.Setelah sarapan yang lebih mirip sesi hening nasional itu selesai, Kairo langsung keluar rumah menuju mobilnya. Yuki menghela napas panjang sebelum menyusul. Ia sudah tahu, pagi ini bakal panjang.Begitu pintu mobil tertutup, suasana kembali senyap. Hanya suara mesin dan AC yang bekerja keras menembus ketegangan di antara mereka. Yuki melirik kakaknya, lalu memberanikan diri membuka percakapan."Kak..." panggilnya pelan.Kairo melirik sekilas. "Apa?!" bentaknya cepat, dengan nada seperti sirine patroli.Yuki meringis. "Jangan larang Kak Arg

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Bukan Kakak Kandung

    Hari ini adalah kali pertama Yuki mendapat tugas kerja kelompok. Dan entah kebetulan atau nasib, dia sekelompok dengan Justin, si cowok yang sudah kena "label waspada" dari Kairo."Kerja kelompok di mana ya?" tanya Zara pagi itu sambil menenteng buku catatan."Di coffee shop depan kampus aja. Kata Justin tempatnya adem dan ada colokan," jawab Yuki berusaha biasa saja, padahal dalam hatinya sudah mulai gelisah.Sebelum berangkat, Yuki berdiri di depan cermin sambil menatap ponselnya. Jempolnya ragu-ragu sebelum akhirnya mengetik pesan izin.📱: Kak, hari ini aku kerja kelompok sama teman-teman di coffee shop depan kampus. Jangan nyusul ya. Aku janji gak macem-macem.Pesan terkirim. Satu menit, dua menit... tak ada balasan."Yah... pasti lagi praktikum," gumamnya dengan lega tapi juga was-was.Ia pun mengambil tas, mengecek ulang dompet, buku, dan laptopnya, lalu berangkat dengan langkah ringan."Finally... hari tanpa pengawasan Satpam Kakak!" ujarnya pelan sambil tertawa kecil.Di coff

  • Sahabat Kakak, Pacarku!   Apa-Apa Blacklist?!

    Ruang tamu rumah keluarga Kairo malam itu sudah seperti zona perang.Buku-buku tebal bertumpuk di lantai, stabilo berwarna-warni berserakan di mana-mana, dan Yuki duduk di tengah kekacauan itu dengan rambut dikuncir asal, wajah tegang, dan ekspresi seperti baru menghadapi soal ujian akhir."Kenapa sih harus punya tulang metacarpal lima biji?! Kenapa gak satu aja, biar gampang dihafalin?" gumamnya frustasi sambil menatap buku anatomi yang sudah penuh coretan.Ia menatap lagi satu halaman, mencoba mengingat diagram tulang radius dan ulna, tapi otaknya seperti sudah menolak kerja sama.Tiba-tiba terdengar suara bel dan aroma keju memenuhi udara."Oh hai adik!" suara ceria itu datang bersamaan dengan sosok Arga yang menenteng dua kotak pizza besar.Yuki langsung bangkit berdiri dengan wajah berseri, seolah-olah semua penderitaan anatomi sirna dalam sekejap."Hai kak! Bawa pizza... wow!!! Kamu malaikat penyelamat malam ini!" serunya sambil hampir merebut kotak itu dari tangan Arga."Pelan-

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status