Beranda / Romansa / Salahkah Aku Mencintaimu? / Bab 4 - Reputasi Lebih Penting!

Share

Bab 4 - Reputasi Lebih Penting!

Penulis: Jezlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-23 17:41:46

Setelah menolak ide gila dari Rayyan membuat Anin merasa bimbang. Pasalnya, pria yang dicintainya itu tetap keukeh tidak mau bertanggung jawab dan terus memberikan usulan ide untuk menggugurkan kandungan.

Anin yang sudah merasa berdosa karena melakukan itu di luar ikatan suci pernikahan saja membuat hidupnya terasa tidak tenang. Dan, ini akan ditambah dengan menggugurkan janin yang tidak bersalah ini?

Mendengar suara ribut-ribut di luar kamarnya membuat Anin segera bergegas keluar dan ingin mengatakan hal jujur ini kepada Papa dan Mama-nya. Anin hanya butuh dukungan untuk mempertahankan janin dalam kandungannya meski Rayyan tidak menginginkan anak ini ada.

Ceklek.

Belum sempat keluar kamar Anin sudah disuguhkan pertengkaran kedua orangtuanya di sana. Papa-nya selalu marah jika sang mama tidak bisa mengurusi segala yang diinginkannya itu. Dari celah pintu, Anin melihat sang papa menampar mamanya dengan keras.

PLAK.

“Istri tidak tahu diri! Mengurus begitu saja tidak becus! Harusnya kamu lebih pintar dalam kampanye di depan warga. Lebih merakyat lagi!”

“Aku tidak bisa harus terjun ke gorong-gorong, Mas. Bau-nya aku tidak kuat.”

“Ck! Saya menyesal menikah dengan kamu. Apa susahnya membersihkan gorong-gorong sepuluh menit saja untuk diliput wartawan agar kita terlihat merakyat! Kalau kamu tetap berpenampilan seperti ini pasti tidak akan ada warga yang mau memilih kita nanti.”

“Kita bisa suap warga dengan uang. Kita suruh kader-kader kita untuk memberikan amplop kepada warga agar menoblos kita. Cara ini pasti berhasil dan sudah terbukti.”

“Tapi setidaknya warga harus tahu jika kita merakyat! Kita mau turun tangan dan berbaur dengan rakyat itu yang penting. Kita harus cari simpati dan empati hati warga. Besok pokoknya kamu harus mau terjun ke lapangan dan berbaur dengan warga. Aku tidak mau melihat ekspresi jijik di wajahmu. Kamu harus terus tersenyum di depan kamera. Setelah selesai pengambilan gambar baru terserah kamu mau ngapain.”

“I-i-iya, Mas, maaf,” lirihnya.

Melihat kedua orangtuanya yang selalu sibuk soal kampanye membuat Anin merasa hidup di neraka. Terlebih semenjak papanya terjun ke dunia politik, ia sudah tidak mendapatkan kasih sayang seperti dulu. Terkadang Anin merasakan rindu yang menyesakkan dada-nya. Kedua orangtuanya sama-sama sibuk cari muka di depan kamera agar terlihat oleh warga jika mereka pantas dipilih menjadi pemimpin rakyat.

Dengan sedikit keberanian, Anin mulai membuka pintu kamarnya lebih lebar. Kedua orang tuanya langsung menoleh ke arah dirinya yang masih berdiri di ambang pintu.

“Anin, kamu di rumah, Nak?” tanya Rosa—sang mama.

Anin tersenyum tipis mendapat pertanyaan sang mama. Pasalnya selama ini ia lebih memilih tinggal di apartemen dibanding rumahnya sendiri. “Iya, Ma.”

Melihat Budi—papanya yang masih marah membuat Anin merasa takut harus mengatakan berita jika dirinya hamil. Namun, lambat laun berita ini pasti akan segera diketahui oleh mereka berdua.

“Sebenarnya ada yang ingin Anin sampaikan sama kalian berdua,” cicit Anin. Kedua tangannya gemetar begitu hebat.

Rosa langsung mendekat dan memeluk anaknya. “Mau bicara apa, hm? Rayyan mau melamar kamu, ya?” goda Rosa, seakan-akan dia tidak pernah merasakan sakitnya ditampar sang papa barusan. Mamanya terus menampilkan senyum lembut kepada Anin.

Anin justru diam, ia tengah memilah-milah kata yang tepat untuk disampaikan kepada kedua orangtuanya ini. Apalagi melihat perdebatan barusan membuat Anin sedikit ciut.

“Anin, hamil Ma, Pa,” cicitnya lirih.

Berita itu langsung seperti halilintar yang menyambar ke depan wajah Budi. Pria paruh baya itu langsung berdiri dari sofa dan menatap nyalang ke arah anak semata wayangnya.

“Kamu bilang apa tadi?” tanya Budi, memastikan pendengarannya.

Anin merasa tercekat, ia menoleh ke samping untuk melihat ekspresi sang mama yang sama-sama terkejut. Namun, mamanya masih bisa mengendalikan sikapnya saat ini. Lain hal dengan papanya yang baru saja duduk langsung bangkit dan menghampirinya.

“Anin … ha-hamil,” ulangnya lagi dengan suara yang begitu sangat lirih.

PLAK.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 87 - Hadiah Terindah [TAMAT]

    Hari ini adalah hari yang paling bersejarah di dalam keluarga Sastrowidjojo. Apalagi pagi ini Sekar tengah menanti dengan perasaan harap-harap cemas. Anindya—menantunya tengah berada di dalam kamar mandi untuk menguji kebenaran apa yang dikatakan oleh Ibu Nyai. Apakah benar hamil atau hanya mual-mual biasa karena asam lambung ataupun masuk angin.Semoga saja hasilnya sesuai harapan. Sekar ingin sekali menimang cucu dari Ares. Bukan ingin menuntut, tapi Sekar sadar jika usianya sudah tidaklah lagi muda. Sekar ingin menggendong anak hasil dari Ares agar bisa adil dengan Nadia. Di samping itu mumpung ia masih hidup juga karena usia tiada yang tahu bukan? Untuk itu Sekar selalu berdoa supaya Anin bisa sehat selalu dan mengandung benih dari Ares.Ceklek! “Bagaimana hasilnya?” tanya Sekar, harap-harap cemas.Anin diam saja. Ia justru langsung menyerahkan alat tes kehamilan itu kepada Sekar. “Enggak tahu, Bu. Anin enggak lihat soalnya takut,” jawab

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 86 - Harapan

    Semua orang yang berada di kamar itu tentu saja terkejut dengan ucapan Ibu Nyai. Apalagi hanya dengan memegang perut saja langsung berasumsi seperti itu.“Iya betul ini lagi hamil,” ulang Ibu Nyai.“Itu seriusan Ibu Nyai?” tanya Sekar, masih tidak percaya akan ucapan Ibu Nyai. Tapi memang suka betul ucapan Ibu Nyai ini.“Iya, Ibu Sekar. Coba saja diperiksa ke dokter pasti hasilnya positif.” Ibu Nyai masih terus mengusap-usap perut milik Anin lembut. “Belum datang bulan, ‘kan, Nduk?” tanya Ibu Nyai kepada Anin.Anin tampak terdiam sesaat. Mencoba mengingat kapan terakhir dirinya kedatangan tamu bulanan.Dan, ketika ingat jika terakhir datang bulan saat akan menikah. Sedangkan ini sudah satu bulan lebih dirinya menikah dengan Ares. Sedangkan ia belum datang bulan lagi.“Astagfirullah! Anin belum datang bulan, Bu,” ucap Anin menatap ke arah Sekar dengan ekspresi wajah kebingungan. “Apa benar Anin hamil, ya, Bu?”“Walah Ibu juga tidak tahu, Nin. Kamu ada tespack?” tanya Sekar, jadi penasa

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 85 - Mual-Mual

    Meski tidak enak badan, Anin harus tetap bersiap-siap untuk pergi ke rumah Mama Rosa. Apalagi kue Mama Rosa mulai banjir orderan dari teman-temannya.Tok! Tok! Tok!“Nin,” panggil Sekar dari luar kamar.“Masuk, Bu. Pintunya enggak dikunci.”Ceklek! Sekar membawa nampan yang berisi wedang jahe juga menu sarapan untuk Anin. Apalagi menantu-nya ini sedang tidak enak badan karena ulah dari Ares, putranya.“Lho, Bu. Tidak perlu repot.”“Kata Ares kamu lagi enggak enak badan.”“Hanya masuk angin aja kok, Bu. Nanti juga sembuh.”“Maafkan anak Ibu, ya. Maaf kalau dia terlalu menggebu-gebu,” kata Sekar, merasa tidak enak sendiri. Padahal yang melakukan perbuatan itu Ares bukan dirinya.Anin hanya menyengir saja karena yang dibahas sudah ke ranah sana. Meski merasa tidak enak dengan Sekar karena diperlakukan sangat baik, Anin tetap menghargai dengan memakan dan meminum wedang jahe itu.“Makasih banyak ya, Bu. Ibu sudah makan?”“Ibu sudah makan tadi setelah A

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 84 - Indahnya Pengantin Baru

    Dari banyaknya tempat perbelanjaan entah kenapa harus bertemu dengan Vivi di mal ini. Anin juga kaget tetapi ia harus tetap sopan serta ramah.“Eh, Anin. Sendirian aja?” tanya Vivi, masih fokus menatap cermin karena sedang memakai bulu mata palsu jadi harus fokus.“Sama Mama dan suami.”“Hah?! Suami? Kamu udah nikah?” Vivi langsung berputar badan menatap Anin yang memang berdiri di belakangnya ini. Ekspresinya benar-benar terkejut luar biasa. “Sama Ares?” lanjut Vivi, sambil menelan ludahnya susah payah.Anin tersenyum manis sambil mengangguk. “Iya, Tante.”“Kapan?” Ada rasa kecewa di dalam hati Vivi karena teringat akan lamarannya yang ditolak. Akan tetapi kali ini Vivi bisa mengendalikan diri karena banyak orang di toilet. Di samping itu juga sudah janji dengan Rayyan untuk bersikap baik kepada Anin. “Kok Tante enggak diundang?”“Baru kemarin, Tante. Kami mengadakan pernikahan sederhana saja. Yang datang juga dari pihak keluarga saja dan memang tidak mengundang orang lain.”Vivi men

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 83 - Keramas Setiap Pagi

    Pagi ini Anin terbangun dengan perasaan yang berbunga-bunga. Apalagi semalam Ares telah menggagahi-nya dengan penuh kelembutan meski sedikit beringas kalau kata Bayu. Mungkin bagi dia mumpung sudah halal hingga sedikit beringas. Tapi semuanya membuat Anin puas juga terngiang-ngiang akan permainan pria itu.Ketika sedang mengeringkan rambut akibat keramas pagi pun membuat Anin tidak kuat menahan untuk tidak tersenyum. Alhasil Anin selalu cengar-cengir di depan cermin tempat ia make-up.Tak lama pintu kamar mandi terbuka yang menampilkan Ares. Anin pun rasanya malu ingin menoleh—melihat tubuh kekar suaminya yang semalam ia kecupi.“Sayang, bisa ambilkan bajuku tidak?”“Kamu mau kerja?”“Enggak lah. Aku cuti seminggu. Ambil baju santai aja. Terserah kamu pilih yang mana. Yang pasti hari ini kita akan jenguk Papa.”Mendengar ingin ‘menjenguk papa’ membuat Anin segera berdiri dari kursi. Sampai akhirnya Anin tidak sengaja melihat tubuh atletis milik Ares. Sontak hal ini membuat Anin segera

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 82 - Malam Pertama

    Anin bergegas turun dari atas ranjang. Ia melihat penampilan dirinya yang begitu acak-acakan. Merasa gerah membuat Anin memutuskan mandi terlebih dahulu sebelum akhirnya merias wajahnya ulang.Tak lupa Anin meminta bantuan kepada MUA, teman kuliahnya yang Anin undang ke acara pernikahan ini.“Enggak nyangka kalau lo nikah duluan, Nin.”“Hehehe, makasih banyak, Sara.”“Pokoknya doa yang baik buat lo dan suami. Kangen masa-masa kuliah deh. Enggak ada lo kurang rame di kampus.”“Ck! Masa, sih.”“Hm, betul dong. Pokoknya di kampus selalu heboh berita soal lo sama Rayyan. Tapi lo seriusan bakalan pindah kampus dan ngulang dari semester awal lagi?”“Kalau diizinkan sama suami, Sar.”“Kalau dilihat-lihat secara langsung tipikal Ares itu bucin banget tahu. Dih, betapa beruntungnya lo dapatin dia. Mimpi apa deh lo kemarin bisa dinikahi pengusaha kaya raya.”“Hahaha, ada-ada aja lo.”Akhirnya Anin selesai di make-up. Penampilannya kembali cantik bahkan lebih fress dari sebelumnya. Anin bahkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status