Beranda / Romansa / Salahkah Aku Mencintaimu? / Bab 5 - Tamparan Dan Makian

Share

Bab 5 - Tamparan Dan Makian

Penulis: Jezlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-23 18:11:31

Anin terkejut mendapat tamparan dari sang papa. Bahkan sang mama hanya menangis saja sambil memeluknya erat.

“Anin, apa itu benar, Nak?” tanya Rosa, memastikan.

Anin mengangguk sambil menitikan air matanya.

Budi langsung mengusap wajah frustrasi. Kedua tangannya langsung bertolak pinggang dan menatap sengit ke arah Anin. “Siapa yang melakukannya? Rayyan, hah?!”

“Iya, Pa.”

“Shit! Kamu tahu sendiri kalau Papa itu lagi nyalon pemimpin daerah, kan? Kenapa kamu membuat skandal seperti ini, hah! Memangnya kalian tidak menggunakan pengaman? Kenapa bisa sampai hamil, Anin! Kalau semua orang dan wartawan tahu soal kehamilan kamu ini. Bisa-bisa reputasi Papa yang sudah dibangun susah payah akan lenyap begitu saja. Mereka akan berpikir kalau Papa tidak bisa mendidik anak dengan baik. Kamu tahu sendiri jika Papa dan Mama ini sudah terkenal sangat merakyat. Ramah tamah, dan peduli kepada kondisi rakyat. Sekarang kamu mau menghancurkannya?” Budi benar-benar meluapkan emosinya saat ini atas kondisi yang menimpa sang anak. “Kamu harus segera menikah dengan Rayyan sebelum perut kamu membesar!” titahnya tegas.

Anin mendongak. Air matanya mulai berjatuhan membanjiri pipinya yang mulus. Kenapa di saat keadaan seperti ini justru tidak ada orang yang mau mendengarkan keluh kesahnya. Ia hanya butuh didengar saja saat ini, bukan untuk dihakimi apalagi dimarahi habis-habisan.

“Di-di-dia enggak mau tanggung jawab, Pa,” sahut Anin, lirih.

Mendengar itu tentu Budi semakin murka. Wajahnya sudah merah padam. Matanya melotot begitu lebar hingga nyaris keluar. Anin hanya berdiri ketakutan melihat sang papa yang lebih memedulikan soal reputasi dan karir semata tanpa mau mengerti kondisi dan perasaannya saat ini.

“Apa?! Dia tidak mau tanggung jawab? Berengsek! Makanya jadi perempuan itu jangan murahan! Begini akibatnya!” bentak Budi sambil menjambak rambut panjang lurus milik Anin. Rosa yang melihat pun terus melerai.

“Pa, sudah. Kasihan Anin,” lerai Rosa.

“Kasihan? Untuk anak tidak tahu diri ini tidak ada kata kasihan kepadanya. Anak murahan! Tidak bisa menjaga martabat untuk orangtua!”

Anin hanya diam saja dijambak erat oleh papanya. Kulit kepalanya terasa sangat begitu panas saat ini. Bahkan, Anin sudah menyangsingkan jika rambutnya akan botak jika terus menerus dijambak seperti ini. Namun, tak lama jambakan itu mulai mengendur dan terlepas dengan dibarengi suara tamparan keras sekali lagi.

PLAK.

Anin mendongak dan melihat wajah sang mama yang terkena tampar kedua kali. Anin merasa tak tega melihat mamanya selalu diperlakukan kasar seperti itu.

“Stop, Pa! Jangan sakiti Mama terus!” teriak Anin, lantang.

“Diam kamu! Anak sama Ibu sama saja! Sama-sama tidak berguna! Sama-sama murahan dan tidak tahu diuntung! Maunya hidup enak saja selama ini tanpa mau bekerja keras!” maki Budi, lantang. “Gugurkan janin itu secepatnya!” titah Budi, tegas.

Anin menggeleng kuat. Menolak perintah sang papa untuk menggugurkan kandungannya. “Tidak, Pa. Anin akan terus membesarkan anak ini sampai kapanpun.”

Merasa perintahnya dibantah membuat Budi semakin murka hingga langsung menyambar vas bunga yang berada di meja sofa untuk dilempar ke arah anaknya. Namun, nahas vas bunga itu tidak mengenai Anin.

PRANGGG.

“Pergi kamu dari sini! Bila perlu pergi kamu ke luar negeri! Jangan pernah tampakkan batang hidungmu lagi di rumah ini! Anak tidak berguna!”

Merasa diusir membuat Anin langsung berlari keluar rumah. Ia bahkan tidak memedulikan pakaian yang digunakannya saat ini. Anin hanya menggunakan piyama tidurnya. Anin terus berlari sekencang-kencangnya karena merasa tidak kuat tinggal bersama kedua orangtua yang sibuk dengan urusan duniawi. Terlebih usulan papanya dan Rayyan sama saja. Sama-sama menginginkan anak yang dikandungnya mati.

Berlari tanpa alas kaki dan tanpa tujuan membuat Anin merasa bingung sendiri saat ini. Terlebih kondisi saat ini sudah hampir larut. Anin sudah tidak memedulikan jika dirinya dirampok atau dibegal saat ini karena ia sudah merasa putus asa dalam hidupnya. Ia bahkan sudah tidak memiliki semangat hidup lagi. Semua orang yang sangat dicintainya dan sayangi kini mulai menampakkan sifat aslinya. Semua kebaikan mereka selama ini hanya kamuflase belaka. Mereka baik karena ingin dipuji dan dipandang sempurna oleh orang lain. Ya, mereka manusia-manusia haus pujian.

Mendengar suara segemericik air membuat Anin menoleh. Ia baru sadar jika jalannya yang tanpa tujuan ini sudah sampai di sebuah jembatan besar. Anin langsung melihat ke dalam dan tubuhnya bergindik merinding melihat kedalam sungai itu. Apalagi derasnya air sungai membuat Anin berpikir jika ia melompat pasti akan langsung mati.

Dengan gerakan pelan, Anin mulai mendekat ke pembatas jembatan. Menangis tersendu-sendu dan mulai mengikis ketakutannya. Anin merasa jika inilah jalan yang terbaik. Jalan terakhir yang harus ditempuh jika sudah tidak ada lagi orang yang peduli akan kondisi dan keberadaannya.

Di saat satu kakinya mulai menaiki pembatas, Anin mendengar suara mobil berhenti dan mendengar suara teriakan seseorang yang ingin menghentikannya. Anin tidak peduli, dan akan terus melanjutkan aksi bunuh dirinya meski dalam hati sangat takut melihat kedalam sungai yang curam.

“Mbak, jangan nekat!” teriaknya lantang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 87 - Hadiah Terindah [TAMAT]

    Hari ini adalah hari yang paling bersejarah di dalam keluarga Sastrowidjojo. Apalagi pagi ini Sekar tengah menanti dengan perasaan harap-harap cemas. Anindya—menantunya tengah berada di dalam kamar mandi untuk menguji kebenaran apa yang dikatakan oleh Ibu Nyai. Apakah benar hamil atau hanya mual-mual biasa karena asam lambung ataupun masuk angin.Semoga saja hasilnya sesuai harapan. Sekar ingin sekali menimang cucu dari Ares. Bukan ingin menuntut, tapi Sekar sadar jika usianya sudah tidaklah lagi muda. Sekar ingin menggendong anak hasil dari Ares agar bisa adil dengan Nadia. Di samping itu mumpung ia masih hidup juga karena usia tiada yang tahu bukan? Untuk itu Sekar selalu berdoa supaya Anin bisa sehat selalu dan mengandung benih dari Ares.Ceklek! “Bagaimana hasilnya?” tanya Sekar, harap-harap cemas.Anin diam saja. Ia justru langsung menyerahkan alat tes kehamilan itu kepada Sekar. “Enggak tahu, Bu. Anin enggak lihat soalnya takut,” jawab

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 86 - Harapan

    Semua orang yang berada di kamar itu tentu saja terkejut dengan ucapan Ibu Nyai. Apalagi hanya dengan memegang perut saja langsung berasumsi seperti itu.“Iya betul ini lagi hamil,” ulang Ibu Nyai.“Itu seriusan Ibu Nyai?” tanya Sekar, masih tidak percaya akan ucapan Ibu Nyai. Tapi memang suka betul ucapan Ibu Nyai ini.“Iya, Ibu Sekar. Coba saja diperiksa ke dokter pasti hasilnya positif.” Ibu Nyai masih terus mengusap-usap perut milik Anin lembut. “Belum datang bulan, ‘kan, Nduk?” tanya Ibu Nyai kepada Anin.Anin tampak terdiam sesaat. Mencoba mengingat kapan terakhir dirinya kedatangan tamu bulanan.Dan, ketika ingat jika terakhir datang bulan saat akan menikah. Sedangkan ini sudah satu bulan lebih dirinya menikah dengan Ares. Sedangkan ia belum datang bulan lagi.“Astagfirullah! Anin belum datang bulan, Bu,” ucap Anin menatap ke arah Sekar dengan ekspresi wajah kebingungan. “Apa benar Anin hamil, ya, Bu?”“Walah Ibu juga tidak tahu, Nin. Kamu ada tespack?” tanya Sekar, jadi penasa

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 85 - Mual-Mual

    Meski tidak enak badan, Anin harus tetap bersiap-siap untuk pergi ke rumah Mama Rosa. Apalagi kue Mama Rosa mulai banjir orderan dari teman-temannya.Tok! Tok! Tok!“Nin,” panggil Sekar dari luar kamar.“Masuk, Bu. Pintunya enggak dikunci.”Ceklek! Sekar membawa nampan yang berisi wedang jahe juga menu sarapan untuk Anin. Apalagi menantu-nya ini sedang tidak enak badan karena ulah dari Ares, putranya.“Lho, Bu. Tidak perlu repot.”“Kata Ares kamu lagi enggak enak badan.”“Hanya masuk angin aja kok, Bu. Nanti juga sembuh.”“Maafkan anak Ibu, ya. Maaf kalau dia terlalu menggebu-gebu,” kata Sekar, merasa tidak enak sendiri. Padahal yang melakukan perbuatan itu Ares bukan dirinya.Anin hanya menyengir saja karena yang dibahas sudah ke ranah sana. Meski merasa tidak enak dengan Sekar karena diperlakukan sangat baik, Anin tetap menghargai dengan memakan dan meminum wedang jahe itu.“Makasih banyak ya, Bu. Ibu sudah makan?”“Ibu sudah makan tadi setelah A

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 84 - Indahnya Pengantin Baru

    Dari banyaknya tempat perbelanjaan entah kenapa harus bertemu dengan Vivi di mal ini. Anin juga kaget tetapi ia harus tetap sopan serta ramah.“Eh, Anin. Sendirian aja?” tanya Vivi, masih fokus menatap cermin karena sedang memakai bulu mata palsu jadi harus fokus.“Sama Mama dan suami.”“Hah?! Suami? Kamu udah nikah?” Vivi langsung berputar badan menatap Anin yang memang berdiri di belakangnya ini. Ekspresinya benar-benar terkejut luar biasa. “Sama Ares?” lanjut Vivi, sambil menelan ludahnya susah payah.Anin tersenyum manis sambil mengangguk. “Iya, Tante.”“Kapan?” Ada rasa kecewa di dalam hati Vivi karena teringat akan lamarannya yang ditolak. Akan tetapi kali ini Vivi bisa mengendalikan diri karena banyak orang di toilet. Di samping itu juga sudah janji dengan Rayyan untuk bersikap baik kepada Anin. “Kok Tante enggak diundang?”“Baru kemarin, Tante. Kami mengadakan pernikahan sederhana saja. Yang datang juga dari pihak keluarga saja dan memang tidak mengundang orang lain.”Vivi men

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 83 - Keramas Setiap Pagi

    Pagi ini Anin terbangun dengan perasaan yang berbunga-bunga. Apalagi semalam Ares telah menggagahi-nya dengan penuh kelembutan meski sedikit beringas kalau kata Bayu. Mungkin bagi dia mumpung sudah halal hingga sedikit beringas. Tapi semuanya membuat Anin puas juga terngiang-ngiang akan permainan pria itu.Ketika sedang mengeringkan rambut akibat keramas pagi pun membuat Anin tidak kuat menahan untuk tidak tersenyum. Alhasil Anin selalu cengar-cengir di depan cermin tempat ia make-up.Tak lama pintu kamar mandi terbuka yang menampilkan Ares. Anin pun rasanya malu ingin menoleh—melihat tubuh kekar suaminya yang semalam ia kecupi.“Sayang, bisa ambilkan bajuku tidak?”“Kamu mau kerja?”“Enggak lah. Aku cuti seminggu. Ambil baju santai aja. Terserah kamu pilih yang mana. Yang pasti hari ini kita akan jenguk Papa.”Mendengar ingin ‘menjenguk papa’ membuat Anin segera berdiri dari kursi. Sampai akhirnya Anin tidak sengaja melihat tubuh atletis milik Ares. Sontak hal ini membuat Anin segera

  • Salahkah Aku Mencintaimu?   Bab 82 - Malam Pertama

    Anin bergegas turun dari atas ranjang. Ia melihat penampilan dirinya yang begitu acak-acakan. Merasa gerah membuat Anin memutuskan mandi terlebih dahulu sebelum akhirnya merias wajahnya ulang.Tak lupa Anin meminta bantuan kepada MUA, teman kuliahnya yang Anin undang ke acara pernikahan ini.“Enggak nyangka kalau lo nikah duluan, Nin.”“Hehehe, makasih banyak, Sara.”“Pokoknya doa yang baik buat lo dan suami. Kangen masa-masa kuliah deh. Enggak ada lo kurang rame di kampus.”“Ck! Masa, sih.”“Hm, betul dong. Pokoknya di kampus selalu heboh berita soal lo sama Rayyan. Tapi lo seriusan bakalan pindah kampus dan ngulang dari semester awal lagi?”“Kalau diizinkan sama suami, Sar.”“Kalau dilihat-lihat secara langsung tipikal Ares itu bucin banget tahu. Dih, betapa beruntungnya lo dapatin dia. Mimpi apa deh lo kemarin bisa dinikahi pengusaha kaya raya.”“Hahaha, ada-ada aja lo.”Akhirnya Anin selesai di make-up. Penampilannya kembali cantik bahkan lebih fress dari sebelumnya. Anin bahkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status