Share

Bab 3 - Desakan Nikah!

Kediaman keluarga Sastrowidjojo tengah pusing dengan anak sulung mereka yang tidak mau menikah diusia yang sudah menginjak kepala tiga itu. Apalagi jika dibujuk dan dijodohkan dengan anak-anak rekan bisnisnya selalu saja gagal dengan dalih tidak cocok.

“Mau sampai kapan melajang terus?”

“Sampai bertemu dengan pasangan yang pas dan cocok.”

“Halah! Gimana mau ketemu yang pas dan cocok kalau setiap disuruh kencan saja kamu banyak alasan. Ibu itu pusing lho, Res.”

“Sudah lah, Bu. Tidak usah dibikin pusing apalagi mumet. Jalani saja seperti air mengalir.”

“Mulutmu kui ngomong enak banget. Ora isin mbe adikmu, heh,” omel Sekar—Ibunda dari pria bernama Antares ini. “Nadia anake wis loro. Cepetan nyusul toh, Le,” desaknya lagi. dengan khas logat jawanya.

“Iya, Bu, iya. Besok Ares nyusul kalau enggak kesiangan.”

“Kamu ini kalau dibilangin suka ngeyel.”

Mendengar sederet omelan sang ibu membuat Ares hanya tersenyum tipis seperti biasanya. Semenjak Nadia—adiknya menikah dan memiliki dua anak, desakan demi desakan dari ibunya kian meronta-ronta. Apalagi diusianya yang sudah tiga puluh tahun ini selalu menjadi senjatanya untuk mengomel.

Lagipula untuk apa menikah cepat jika ujung-ujungnya akan bercerai. Lebih baik menikah telat, dan tepat yang terpenting bisa seumur hidup sekali saja. Ares tidak mau seperti bapaknya yang menikah sampai empat kali—meski istri-istri terdahulunya yang meninggalkannya terlebih dulu, namun tetap saja nikah banyak tidak ada dalam daftar agenda hidupnya.

“Besok Nadia mau ke sini. Katanya mau kenalin temannya sama kamu. Yang ramah sama perempuan jangan jutek seperti biasanya,” cerocos Sekar sekali lagi. “Pokoknya Ibu tidak akan berhenti mencari jodoh buat kamu sebelum benar-benar kamu memiliki calon.”

Ares langsung bergegas dari tempat duduknya. Ia segera menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas nakas laci. Sekar yang melihat hanya membulatkan matanya saja melihat kelakuan anak sulungnya ini.

“Mau kemana sudah malam begini?”

“Nongkrong cari angin.”

“Sudah tua hobinya nongkrong terus.” Sekar masih saja membombardir omelannya kepada Ares. “Sudah tiga puluh tahun itu waktunya cari jodoh bukan cari angin lho,” teriak Sekar melihat anaknya sudah diambang pintu utama.

Melihat kelakuan anak sulungnya yang susah diatur itu membuatnya langsung geleng kepala. Ternyata begini rasanya punya anak laki-laki. Bandel, ngeyel, suka bikin darah tinggi.

"Ares! Ares! Sampai kapan melajang terus! Ibu khawatir kamu jadi bujang lapuk, Le!" gumam Sekar, khawatir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status