Malam ini tepat pukul tujuh malam baik Ares dan Anin sama-sama sudah siap menghadiri acara jumpa pers di salah satu tempat yang sudah disiapkan oleh Bayu. Malam ini Anin menggunakan dress selutut dengan motif blink-blink hingga jika terkena sinar lampu akan menyala.Sedangkan untuk Ares sendiri menggunakan kemeja putih yang dibalut dengan jas hitam. Penampilan formal setiap harinya yang Ares kenakan jika ingin pergi ke kantor.Melihat suasana sudah ramai, baik Ares dan Anin memilih duduk untuk menjawab apapun pertanyaan yang akan dilontarkan oleh para pemburu berita.“Selamat malam untuk semua yang sudah hadir di sini. Terima kasih atas waktu kalian semua.” Ares mencoba membuka acara ini dengan sedikit sapaan. “Kita langsung saja ke topik utama apa yang mau saya sampaikan malam ini. Yang pertama soal berita di luar itu bohong adanya. Saya tidak atau bukan menjadi selingkuhan dari Anindya. Saya mengenal Anin setelah hubungan dengan Rayyan berakhir. Dan, untuk status hubungan saya denga
Anin merasakan jika hidungnya mencium aroma masakan yang sangat begitu sedap. Perempuan itu tersenyum manis ketika tahu jika Ares tengah memasak di dapur. Lagipula jika bukan Ares siapa lagi yang melakukan kegiatan memasak.Meski masih merasa lelah dan mengantuk, Anin merasa tidak enak jika harus bangun siang. Terpaksa Anin mulai bangun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi.Setelah selesai melakukan itu, Anin mencepol rambut panjangnya ke atas hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih bersih namun ada beberapa tanda ciuman di sana akibat ulah Ares semalam. Anin pikir kalau Ares itu alim dan tidak akan melakukan hal ini, tapi ternyata Ares sama saja seperti pria pada umumnya. Sangat beringas dan suka mencium.Ketika sudah keluar kamar, Anin mendengar suara obrolan dua pria di dapur. Tampaknya sangat serius jika diperhatikan.“Pokoknya kamu urus semua itu, Bay,” titah Ares, sibuk membolak-balik nasi di atas wajan.“Ta
Anin yang merasa lebih muda dan memang berniat ingin meminta restu dari ibu-nya Ares mencoba menyapa terlebih dahulu.“Halo, Tante,” sapa Anin, ramah.“Kamu bawa perempuan murahan ini ke rumah, Res?!” murka Sekar, tidak suka melihat Ares membawa Anin ke rumahnya. “Ibu enggak suka dia ke sini, Res! Gara-gara dia privasi keluarga kita jadi tidak ada!” serunya begitu lantang.“Bu, tenang dulu. Lagipula kedatangan Ares dan Anin ke sini dengan maksud dan itikad baik,” lerai Ares, mencoba menenangkan Sekar yang sudah mencak-mencak karena emosi melihat wajah Anin.“Halah itikad baik apa?! Dia ke sini pasti ingin membawa kesialan saja!” maki Sekar di depan Anin secara langsung. “Saya mohon tinggalkan anak saya! Cari saja pria lain sana! Dasar perempuan murahan!” semprot Sekar begitu pedas.“Bu, Ibu, sudah. Malu sama tetangga kalau sampai mereka dengar ribut-ribut.” Ares mencoba tetap lembut dengan Ibu-nya yang memang keras kepala itu.“Ibu enggak bisa tenang kalau dia masih di sini, Res!” sah
Anin melepaskan genggaman tangan miliknya dengan kasar. Anin menatap Ares dengan pandangan menahan kesal.“Kenapa kamu menarikku keluar dari sana? Aku bahkan belum memulainya, Ares!” geram Anin, merasa selalu dilindungi oleh Ares. Padahal ia ingin membuktikan jika dirinya pantas mendapatkan Ares di depan Sekar.“Kamu lihat sendiri kalau emosi Ibu sedang meledak-ledak, Anindya.”“Tapi justru ini kesempatan aku buat menenangkan Ibu.”“Ibu kalau sudah emosi sulit sekali diredakan. Kita bisa mencobanya lagi nanti lain kali.”Anin masih merasa marah. Apalagi setiap dirinya ingin bertindak selalu dilindungi oleh Ares. Anin kurang leluasa jika seperti ini. Biarlah nanti ia akan menemui Ibu sendirian tanpa adanya Ares.Terlebih tindakan Ares barusan benar-benar di luar ekspetasinya. Ares mengakui jika kehamilan dirinya ini akibat ulahnya. Jika Ibu tahu semua ini hanya kebohongan semata, sudah pasti Ibu akan semakin membenci-nya.“Lain kali jangan terlalu melindungiku, Res,” ucap Anin, masih k
Di dalam mobil tentu saja Ares merasa ketar-ketir sendiri karena menunggu Anin yang terlalu lama di dalam sana.Sudah beberapa kali Ares menghela napasnya dengan kasar dan mendecak kesal ketika melihat arlojinya ini.“Mereka sedang apa, sih!” gerutu Ares, kesal sendiri menunggu Anin di dalam mobil. “Awas saja kalau mereka menyakiti Anin-ku!” lanjutnya tidak main-main.Tak bisa tenang membuat Ares mengambil ponsel miliknya yang berada di saku jas. Ares menatap nomor milik Anin. Rasanya ingin menelepon tetapi Anin sudah mewanti-wanti untuk tidak usah menghubungi selama Anin berada di dalam sana.Tidak mau membuat Anin kecewa, Ares terpaksa menuruti keinginannya itu meski di dalam hati sangat gusar.“Huft! Kamu memang paling bisa membuatku kacau Anindya!” geram Ares, mencengkeram setir mobil.Sampai akhirnya selang beberapa menit datang mobil BMW hitam yang masuk ke dalam halaman rumah milik Regas. Hal ini tentu saja menyita perhatian dari Ares yang sedang resah.Dari jarak jauh, Ares me
Saat sudah berada di dalam kamarnya, Anin justru memikirkan soal aset milik Ares. Bagaimana kalau tidak berfungsi ke depannya. Anin yang membayangkan hal ini saja rasanya seperti frustrasi sendiri. Tidak bisa terbayangkan bagaimana sedihnya Ares nanti.Ketika sedang melamun, Anin mendengar pintu lift terbuka. Anin menebak kalau itu Bayu yang datang.Awalnya Anin mencoba bersikap masa bodoh. Akan tetapi hati kecilnya penasaran apa yang akan Bayu lakukan untuk mengobati sakitnya Ares itu..Terpaksa Anin segera pergi keluar kamar untuk memastikan. Ternyata ketika sudah keluar kamar, sepi tidak ada siapa-siapa. Anin melirik ke arah pintu kamar milik Ares yang tertutup rapat.“Aaaahhh! Pelan-pelan!” protes Ares, kesal.Mendengar suara jeritan Ares membuat Anin semakin penasaran apa yang Bayu lakukan sampai-sampai Ares menjerit kesakitan.“Ares pasti normal, ‘kan?” gumam Anin, mulai berpikiran kotor. “Mereka lagi apa, sih!” geramnya mulai emosi.Tidak bisa tenang membuat Anin mencari ide ag
Anin langsung menutup pintu kamar milik Ares. Ia tahu betul jika Ares barusan telah melindunginya lagi di depan Nadia. Entah harus senang atau sedih. Di sini lain Ares harus berdebat dengan adiknya. Tapi tidak bisa dipungkiri jika ia juga senang ketika Ares memprioritaskan dirinya dibanding keluarganya sendiri.Ketika sudah berada di depan kamar Ares, Anin terkejut ketika Nadia dan Widi ternyata belum pergi dari dalam apartemen milik Ares. Kedua perempuan itu hanya keluar kamar dan berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.“Ck! Gimana? Bangga dibela sama Mas Ares?” sindir Nadia, menatap sinis ke arah Anin.Anin yang diintimidasi Nadia mencoba bersikap kooperatif. Tersenyum hangat kepada calon adik iparnya itu. “Ya, aku senang karena Mas Ares begitu membela dan mencintaiku,” jawab Anin, santai bahkan tersenyum manis di depan Nadia juga Widi.Sontak hal ini membuat Nadia dan Widi merasa geram sendiri. Apalagi sikap Anin tampak menunjukkan kemenangan di depannya secara nyata.Memang b
Setelah menerima telepon Anin terkejut dengan kehadiran Ares yang berdiri di belakangnya itu. Anin pun melemparkan senyum manisnya.“Telepon dari siapa?” tanya Ares, menatap lekat wajah Anin.Anin bingung ingin menjawab apa saat ini. Tidak mungkin juga ia mengatakan hal yang sejujurnya kepada Ares. Bisa-bisa dia akan terus mencecar dirinya dengan berbagai banyak pertanyaan.“Bukan dari siapa-siapa. Hanya orang iseng saja,” jawab Anin, meringis.“Orang iseng?” balas Ares tampak tidak percaya. “Baru kali ini ada yang nyasar ke sini. Biasanya jarang ada telepon. Sekali ada telepon juga hanya Bayu atau Ibu,” tambah Ares, terus melanjutkan berjalan menuju sofa ruang tv.“Iyaaaa mungkin dia salah pencet nomor atau gimana. Soalnya tadi dia bilang unitnya Tuan Bret!” sahut Anin, mencoba terus berbohong.“Ohhh! Kamu udah makan belum?” tanya Ares, mengalihkan topik obrolan.“Hehehe, belum.”Ares langsung mendengkus sebal ketika tahu jika Anin belum juga mengisi perutnya itu. Sampai akhirnya Are