Bellagio yang biasanya damai kini terasa berbeda.
Perampokan toko perhiasan dua hari lalu masih menjadi perbincangan. Namun, yang lebih mengkhawatirkan bagi Elena bukanlah perampokan itu sendiri melainkan simbol Phantom yang ditinggalkan di TKP.
Simbol itu bukan sembarang tanda. Itu adalah pesan.
Tapi untuk siapa?
Elena berdiri di depan papan investigasinya, menatap dua nama yang kini menjadi pusat dugaannya: Adrian Morello dan Daniel Ferrara.
Jika Adrian benar-benar ada di Bellagio, mengapa ia meninggalkan jejak yang begitu mencolok?
Dan jika bukan dia, lalu siapa?
Ia harus mencari tahu.
Dan untuk itu, ia perlu menguji seseorang.
Malam itu, Adrian duduk di balkon rumahnya, menyesap anggur merah sambil memikirkan langkah berikutnya.
Ia tahu Elena semakin curiga. Tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah fakta bahwa seseorang telah menggunakan tanda Phantom.
Siapa pun itu, mereka ingin menarik perhatiannya.
Dan Adrian tidak suka dipancing keluar dari bayangannya.
Pikirannya terganggu ketika ponselnya berbunyi.
Sebuah pesan masuk dari Elena:
"Makan malam bersamaku? Aku ingin mendengar lebih banyak tentang novel barumu."
Adrian menatap layar ponselnya, lalu tersenyum tipis.
Elena sedang memainkan permainannya sendiri.
Baiklah. Jika itu yang dia inginkan, maka ia akan bermain.
Restoran tempat mereka bertemu adalah salah satu yang terbaik di Bellagio. Cahaya lilin menerangi meja-meja dengan lembut, menciptakan suasana yang intim dan penuh rahasia.
Elena sudah duduk lebih dulu, mengenakan gaun hitam sederhana yang membuatnya terlihat elegan sekaligus berbahaya.
Adrian mendekatinya dengan senyum ramah. "Malam yang indah untuk sebuah makan malam."
Elena mengangkat alis. "Dan juga untuk sebuah percakapan yang menarik."
Mereka memesan makanan, dan percakapan pun dimulai.
"Jadi" kata Elena, "bagaimana kelanjutan novelmu?"
Adrian menyesap anggurnya sebelum menjawab. "Tokoh utama detektifnya mulai menyadari bahwa kriminal yang ia buru selama ini lebih dekat dari yang ia kira."
Elena menatapnya dalam-dalam. "Dan apakah dia akan menangkapnya?"
Adrian tersenyum tipis. "Itu tergantung pada seberapa baik dia membaca petunjuk yang ada."
Mata mereka bertemu, penuh makna yang tersembunyi.
Elena memutuskan untuk menekan lebih jauh. "Kau dengar tentang perampokan kemarin?"
Adrian mengangguk. "Sulit untuk tidak mendengarnya. Simbol yang ditinggalkan pelaku cukup menarik."
Elena berpura-pura santai. "Menurutmu, apa itu?"
Adrian menatapnya sejenak, lalu berkata, "Mungkin peringatan. Mungkin jebakan. Atau mungkin hanya seseorang yang ingin bermain denganmu."
Elena tersenyum kecil. "Kau terdengar seperti seseorang yang mengerti cara berpikir kriminal."
Adrian tertawa pelan. "Seperti yang kubilang, aku menulis misteri. Aku harus memahami kedua sisi permainan."
Elena tahu ia tidak bisa mendapatkan jawaban pasti malam ini.
Tapi satu hal jelas Adrian tidak terkejut dengan simbol Phantom.
Seolah-olah ia sudah menduganya.
Dan itu berarti ia tahu lebih banyak dari yang ia akui.
Setelah makan malam, Elena kembali ke apartemennya dan segera membuka laptopnya.
Jika Adrian benar-benar Phantom, maka ia pasti memiliki jaringan yang luas.
Elena mulai mencari transaksi mencurigakan di Bellagio dalam beberapa bulan terakhir.
Setelah beberapa jam menggali, ia menemukannya.
Sebuah pembelian properti atas nama Daniel Ferrara, dilakukan secara tunai.
Jumlahnya besar terlalu besar untuk seseorang yang hanya seorang penulis.
Elena mengerutkan kening.
Jika ia bisa menemukan rumah ini, mungkin ia bisa mendapatkan sesuatu.
Tapi sebelum ia bisa menggali lebih dalam, ponselnya bergetar.
Sebuah pesan tanpa nama masuk.
"Berhenti mencari atau kau akan menyesal."
Jantung Elena berdetak lebih cepat.
Seseorang tahu bahwa ia sedang menyelidiki.
Tapi siapa?
Dan seberapa dekat ia dengan kebenaran?
Di tempat lain, Adrian menutup ponselnya dengan ekspresi dingin.
Elena semakin berbahaya.
Ia harus mengambil keputusan segera.
Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang harus ia lakukan.
Ia harus mencari tahu siapa yang telah meninggalkan simbol Phantom di perampokan itu.
Dan untuk itu, ia harus kembali ke dunia yang telah lama ia tinggalkan.
Malam berikutnya, Adrian berjalan menyusuri lorong gelap di salah satu bagian tersembunyi Bellagio.
Di depannya, seorang pria berkacamata hitam menunggunya.
"Kukira kau sudah pensiun," kata pria itu dengan nada mengejek.
Adrian menatapnya dingin. "Seseorang menggunakan tanda Phantom dalam perampokan. Aku ingin tahu siapa yang melakukannya."
Pria itu tersenyum kecil. "Banyak orang ingin menjadi sepertimu, Adrian. Mungkin seseorang ingin mengambil alih namamu."
Adrian mendekat, suaranya rendah dan berbahaya. "Aku tidak peduli siapa mereka. Aku hanya ingin tahu satu hal siapa yang memerintahkan perampokan itu?"
Pria itu terdiam sesaat, lalu akhirnya berkata, "Ada seseorang baru di Milan. Mereka bilang dia ingin menarik perhatianmu."
Adrian mengepalkan tangannya.
Ini bukan kebetulan.
Seseorang sedang mencoba memancingnya keluar.
Dan itu berarti, bahaya lebih besar sedang menunggu.
Keesokan harinya, Elena menerima laporan forensik dari TKP perampokan.
Sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian menunjukkan sesuatu yang mengejutkan.
Bukan hanya sidik jari penjahat biasa.
Tapi sidik jari yang cocok dengan seseorang yang seharusnya sudah mati lima tahun lalu.
Seorang mantan anggota mafia yang dikenal sebagai Marco Santoro.
Elena membeku.
Santoro adalah salah satu orang kepercayaan Adrian Morello.
Jika dia masih hidup…
Maka ini bukan hanya permainan biasa.
Ini adalah perang.
Dan ia berada tepat di tengah-tengahnya.
LOKASI: KUIL TERLARANG DI PUNCAK GUNUNG ARKHEON - MALAM TANPA BULANSTATUS WAKTU: DI AMBANG KEBANGKITANLangit malam menggantung kelam, tak berbintang, seakan ikut menyembunyikan rahasia kuno yang tak boleh dibuka. Di puncak Gunung Arkheon, berdirilah kuil tua yang tertelan waktu dan kabut, dijaga oleh bisikan angin dan gema masa lalu. Adrian menatap puncak kuil yang menjulang di hadapannya, tubuhnya dipenuhi luka dan peluh, namun semangatnya menyala lebih terang dari sebelumnya.Di belakangnya, Armand tertatih, membawa peta tua yang ditemukan dalam reruntuhan kota bawah tanah. Peta itu menunjukkan jalur menuju ruang terdalam dari kuil tempat di mana "Naskah Omega" disembunyikan. Naskah yang dikabarkan memuat asal-usul semua dimensi, dan cara menulis ulang takdir."Kita hampir sampai," gumam Adrian."Atau... kita sudah melewati titik tanpa kembali," jawab Armand, matanya memandangi bayangan-bayangan yang bergerak di dinding kuil.Pintu batu kuil berderit saat mereka dorong perlahan. A
LOKASI: MEMORI TERLARANG - ZONA YANG DULU DIKUNCI OLEH NARATORSTATUS WAKTU: TIDAK KONSISTEN — RETAKAN WAKTU MUNCUL SETIAP KATA DIBACAAdrian berdiri di hadapan sebuah ruangan raksasa tanpa dinding. Di dalamnya, hanya terdapat lemari arsip yang menjulang hingga langit jika langit masih ada. Setiap laci berisi satu versi dari dirinya:Adrian yang mati di Bab 3.Adrian yang membunuh Armand di Bab 17.Adrian yang menjadi musuh utama di spin-off "ChronoDust".Adrian yang memilih untuk tidak pernah ada.Ia menarik satu laci. Isinya: sebuah naskah yang tidak pernah ditulis."Season 0 - Rahasia Siapa yang Menulis Kita?"Dalam naskah itu tertulis nama-nama yang selama ini tidak pernah disebut.E.R. Entitas Realitas. Sang Penulis Sebenarnya.Ouro Entitas berbentuk loop tak berujung yang mencoba menghentikan semua karakter yang menyadari mereka hanya fiksi.Sora Tidak hanya sistem, tapi penjaga gerbang antara cerita dan dunia nyata. Dialah yang menghapus narator.Aria Karakter yang gagal mu
LOKASI: DIMENSI CERMIN — DI DALAM MATA PEMBACASTATUS WAKTU: MELINTAS ANTARA HALAMAN DAN KENYATAANApa yang terjadi saat tokoh dalam cerita menyadari bahwa mereka sedang diperhatikan?Apa yang terjadi jika tokoh itu mulai memperhatikan kembali?Adrian berdiri di tengah ruang putih tak berujung. Tidak ada lantai, tidak ada langit. Hanya pantulan-pantulan dari sesuatu yang ia belum pahami. Tapi ia tahu… ia sedang dilihat.“Siapa di sana?” bisiknya, pelan tapi tegas.Dan pantulan di hadapannya… tersenyum. Bukan senyum dirinya. Bukan senyum Armand. Tapi wajah asing, samar, kadang berbentuk pria, kadang wanita, kadang tak punya wajah sama sekali.Itu kamu.Ya, kamu yang sedang membaca ini sekarang.Adrian menyipitkan mata. Ia mengangkat pena peraknya. Tapi pena itu tak lagi bersinar.“Aku tak bisa menulis di sini,” katanya.Suaranya menggema… lalu terdengar balasan. Bukan dari Armand. Bukan dari wanita bergaun putih.Tapi dari halaman ini.“Karena di sini, tulisan bukan berasal dari pena.
Berikut lanjutan cerita Bab 36:LOKASI: DIMENSI NARASI DI LUAR STRUKTUR WAKTUSTATUS WAKTU: NON-KRONOLOGIS, NON-LINEARTidak ada langit. Tidak ada tanah. Hanya ruang kosong berwarna kelabu yang terus bergelombang, seolah-olah realitas itu sendiri sedang berpikir. Setiap langkah Adrian dan Armand memunculkan kalimat-kalimat di udara, huruf-huruf yang menyala dan menghilang, membentuk paragraf-paragraf menggantung."Langkah mereka menembus batas logika.""Tapi siapa yang menulis kalimat ini?""Armand," bisik Adrian, "kita sedang berada dalam... naskah."Armand mendongak, wajahnya memucat. Di atas mereka, menggantung seperti langit yang tak terlihat, tergantung satu naskah raksasa. Setiap gerakan mereka langsung muncul sebagai teks di lembaran udara.Mereka mencoba berhenti bergerak. Tapi kalimat tetap muncul."Armand menolak percaya, tapi napasnya tetap terekam.""Adrian, sadar akan semuanya, mulai merasa peran ini bukan miliknya."“Ini gila,” gumam Armand. “Siapa yang menulis ini? Siap
LOKASI: MENARA WAKTU – GERBANG KESADARANSTATUS WAKTU: DETIK-DETIK YANG MELENTURKAN REALITASPintu raksasa itu berdiri dengan angkuh, menjulang tinggi hingga menghilang di kabut merah di atas kepala mereka. Permukaannya dipenuhi ukiran aneh simbol-simbol tak dikenal, mirip huruf namun lebih hidup, terus bergerak seperti ditulis ulang oleh tangan yang tak kasatmata. Mereka berdenyut, seolah merespons keberadaan Adrian dan Armand.Tak ada kunci. Tak ada pegangan. Hanya satu kalimat terpahat di bagian tengah pintu, dengan huruf menyala samar:“Yang bukan siapa-siapa akan memilih segalanya. Yang pernah memutuskan akan dilupakan.”Armand mendekat, menyentuh kalimat itu. Tiba-tiba, dunia di sekeliling mereka membeku. Angin berhenti berhembus. Bayangan pun tak bergerak. Detik berhenti berdetak.Lalu suara-suara muncul suara-suara yang tak asing, tetapi berasal dari masa lalu.Suara sang narator. Suara penyusup dari dimensi waktu ketiga. Suara Liora. Suara anak kecil yang pernah mereka tolong
LOKASI: LURUSAN WAKTU - KUBURAN YANG TERLUPAKANSTATUS WAKTU: DI ANTARA PILIHAN DAN TAKDIRLangit di atas mereka seakan menguning, tidak lagi biru atau gelap. Ia tampak terjebak di antara dua keadaan yang tidak bisa saling menyingkirkan. Cermin-cermin di sekitar mereka kini menghilang, meninggalkan ruang kosong yang hanya diisi oleh suara langkah mereka sendiri. Udara terasa semakin berat, setiap napas seperti mengikat mereka dengan waktu yang terus berdetak, memberi mereka sedikit harapan dan banyak ketakutan.Adrian dan Armand melangkah perlahan, tak tahu apa yang akan mereka temui selanjutnya. Setiap langkah mereka membawa mereka lebih jauh ke dalam misteri yang belum terpecahkan. Tak ada suara lain kecuali desah napas mereka, tak ada lagi bayangan atau refleksi yang mengganggu. Hanya ada hening yang mencekam, seolah-olah mereka telah melewati batas yang tak bisa kembali."Ini tidak berakhir begitu saja, bukan?" Armand bertanya, suaranya rendah, penuh keraguan.Adrian tidak menjawa