Share

Hubungan Spesial

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-21 15:50:23

Cahaya matahari menerobos masuk melalui balkon kamar yang terbuka. Menelusup masuk ke kelopak mata VIvianne yang perlahan terbuka.

Gadis itu refleks bangkit. Gerakan yang terlalu cepat, membuat kepalanya berdenyut. Vivianne mengerang pelan sambil memegangi pelipis. Saat itulah dia baru menyadari bahwa pakaiannya berganti. Kemeja putihnya kini berubah menjadi gaun tidur berbahan satin, berwarna pink lembut.

Vivianne seketika menegang. Dalam pikirannya, itu pasti baju milik Rosie, dan Dylan dengan kurang ajarnya memakaikan gaun tidur itu pada Vivianne. "Dylan sialan!" umpatnya kesal.

Vivianne buru-buru melepas baju berbahan tipis itu. Namun baru saja kainnya sampai di leher, terdengar suara yang berasal dari sisi lain kamar.

Vivianne tersentak. Dia menoleh cepat, dan napasnya seketika tercekat. Dari balik kepulan uap tipis, Dylan muncul—rambutnya masih basah, beberapa helai menempel di dahi. Ia hanya mengenakan handuk putih yang dililitkan di pinggang, membiarkan butiran air menetes dari kulitnya ke lantai marmer.

"Selamat pagi, Vi. Kau sudah bangun rupanya," sapa Dylan sambil memamerkan senyuman menggoda.

Sontak Vivianne membuang muka. Dia masih belum terbiasa melihat otot perut yang tercetak sempurna serta dada bidang yang dulu pernah menjadi sandarannya.

"Oh, kau sudah melepas baju tidurmu? Apa kita akan melakukannya sekarang? Kebetulan aku juga belum berpakaian," goda Dylan.

Namun, hal itu menyulut api amarah dalam dada Vivianne. "Apa menurutmu aku semurahan itu?" sinisnya.

Dylan tergelak lalu berkata, "Aku hanya bercanda, Sayang. Jangan terlalu serius."

Vivianne kembali membuang muka seraya mendengkus kesal.

"Lagipula, untuk apa kau melepas gaun tidur itu di sini, hm?" tanya Dylan lembut.

Vivianne menunduk, merasa malu sekaligus kesal pada dirinya sendiri. “Aku tidak bermaksud ... ehm, maksudku, aku tidak sudi memakai pakaian perempuan lain!" jelasnya ketus, meski salah tingkah.

"Itu gaun tidur baru. Aku memesannya minggu lalu," beber Dylan santai. Dia kemudian berjalan menuju ranjang, dan duduk di tepiannya sambil menikmati ekspresi Vivianne yang terkejut.

"Minggu lalu?" ulang Vivianne lirih. "Jadi, kau berniat membelikannya untuk Nona Rosie?" terkanya.

Bukannya menjawab, Dylan malah terbahak. "Kau tahu, Vi? Aku bahagia sekali pagi ini. Kau tidur di ranjangku semalam, dan sekarang kau dilanda cemburu."

"Aku tidak cemburu! Aku hanya tidak suka dijadikan alat balas dendam," ralat Vivianne dengan muka bersungut-sungut. Dia cepat-cepat memakai gaun tidurnya kembali.

"Apapun yang kau pikirkan tentangku, semuanya salah, Vi. Aku tidak menjadikanmu sebagai alat. Tapi ...." Dylan sengaja menggantungkan kalimatnya.

"Tapi, apa?" desak Vivianne tak sabar.

Dylan tak langsung bicara. Dia malah menggeser duduknya hingga lebih dekat pada Vivianne. Satu lututnya dia tekuk, seolah lupa jika dirinya hanya mengenakan handuk, tanpa apapun di dalamnya.

Vivianne meneguk ludah susah payah. Keringat dingin membasahi pelipisnya. "Ka-kau mau apa?" tanyanya terbata.

"Kau tahu? Tadi malam tidurmu seperti orang pingsan. Ingin sekali aku menyentuhmu seperti dulu. Tapi, aku sadar. Kali ini aku harus memulai segala sesuatu dengan benar," ungkap Dylan.

"Kau bicara apa? Aku tidak mengerti!" ujar Vivianne salah tingkah.

"Tidakkah kau sadar, Vi? Aku sudah merencanakan pertemuan kita sejak lama," tutur Dylan. "Aku menyiapkan segalanya sedetil mungkin, sampai kau berhasil masuk ke dalam hidupku."

"A-apa?"

"Dan, aku memang berhasil. Bahkan Rosie juga sudah mengetahui keberadaanmu, meski yang dia tahu, kau hanyalah asisten pribadiku," lanjut Dylan.

"Bukankah aku memang asisten pribadimu?" Vivianne mengernyit curiga.

Dylan mengendikkan bahu. "Untuk saat ini, memang iya. Tapi, tidak untuk seterusnya.”

Vivianne menatap pria bermata biru itu lekat-lekat, mencoba menebak arah pembicaraannya.

“Apa maksudmu?” tanya Vivianne pelan, meski hatinya mulai berdebar tak karuan.

"Dengar, Sayang ...." Kalimat Dylan terhenti saat dia mengecup lembut bibir ranum Vivianne yang belum tersentuh lipstik.

"Ada tugas besar yang sedang kusiapkan untukmu," sambung Dylan. "Kau mengerti, kan? Aku tidak mau membuang dua puluh lima ribu dollar-ku dengan percuma."

Vivianne langsung menepis tangan Dylan yang masih menempel di pipinya. "Jadi, kau memang sengaja melunasi utangku hanya untuk menjebakku?" terkanya sinis.

"Karena hanya itu satu-satunya cara supaya kau bersedia takluk dalam genggamanku, Vi," sesal Dylan. "Aku tahu kau tak akan pernah mau berurusan denganku lagi, sejak aku meninggalkanmu dulu."

"Aku membutuhkan bantuanmu, Vi. Tak ada yang dapat menolongku kecuali kamu," ucap Dylan setengah memohon, membuat Vivianne sedikit goyah.

Tak dapat dipungkiri, Dylan adalah cinta pertama. Akarnya menancap kuat ke sudut hati Vivianne yang terdalam.

"Kau ... kau ingin aku melakukan apa?" tanya Vivianne lirih. Tangannya terulur tanpa sadar, menyentuh dada bidang Dylan yang masih terasa lembab.

Sejenak, Dylan membeku. Jemari lentik Vivianne yang membelai permukaan kulitnya, membuat hasrat yang susah payah Dylan pendam, muncul kembali.

"Bantu aku untuk memutuskan pertunangan dengan Rosie," jawab Dylan sembari menatap Vivianne lekat-lekat dengan sorot sayu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Hubungan Spesial

    Cahaya matahari menerobos masuk melalui balkon kamar yang terbuka. Menelusup masuk ke kelopak mata VIvianne yang perlahan terbuka.Gadis itu refleks bangkit. Gerakan yang terlalu cepat, membuat kepalanya berdenyut. Vivianne mengerang pelan sambil memegangi pelipis. Saat itulah dia baru menyadari bahwa pakaiannya berganti. Kemeja putihnya kini berubah menjadi gaun tidur berbahan satin, berwarna pink lembut.Vivianne seketika menegang. Dalam pikirannya, itu pasti baju milik Rosie, dan Dylan dengan kurang ajarnya memakaikan gaun tidur itu pada Vivianne. "Dylan sialan!" umpatnya kesal.Vivianne buru-buru melepas baju berbahan tipis itu. Namun baru saja kainnya sampai di leher, terdengar suara yang berasal dari sisi lain kamar.Vivianne tersentak. Dia menoleh cepat, dan napasnya seketika tercekat. Dari balik kepulan uap tipis, Dylan muncul—rambutnya masih basah, beberapa helai menempel di dahi. Ia hanya mengenakan handuk putih yang dililitkan di pinggang, membiarkan butiran air menetes dar

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Dua Sisi Dylan

    Sudah dua jam sejak Dylan keluar dari penthouse bersama Rosie. Sejak itu pula Vivianne tak bisa berkonsentrasi. Padahal ada banyak file dan dokumen yang harus dipelajari. Dia juga harus menyusun jadwal baru untuk mantan kekasih sekaligus atasannya itu. "Astaga, bagaimana ini?" Vivianne mengacak-acak rambut saat otaknya tak bisa diajak berpikir. Meskipun demikian, dia tetap memaksakan diri untuk bekerja. Vivianne dikenal dengan sosok pekerja keras serta ulet. Dia tak mau gangguan emosi membuat profesionalismenya berkurang. "Aku akan mulai dari mengatur jadwal," ucap Vivianne pada diri sendiri, berniat untuk membuka laptop pribadinya. Akan tetapi, baru dia ingat kalau dirinya tidak membawa apapun saat datang ke apartemen mewah ini. "Ah, laptopku ketinggalan di rumah," keluh Vivianne. Hampir saja dia berniat untuk keluar dari ruang kerja. Vivianne bermaksud hendak pulang sebentar ke apartemennya sendiri, untuk mengambil barang-barangnya yang dianggap penting. Namun, baru beberapa l

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Asisten Atau Pasangan?

    "Ck! Kau selalu saja curiga." Dylan memperlihatkan dengan jelas raut tak sukanya."Siapa yang tak curiga melihat posisi kalian yang sangat dekat seperti itu?" sahut Rosie ketus.Bukannya khawatir mendengar protes keras sang tunangan, Dylan malah tersenyum miring. "Namanya Vivianne. Dia yang akan menjadi asisten pribadiku mulai hari ini," ungkapnya seraya mengulurkan tangan pada Vivianne.Sebagai sesama wanita, Vivianne tentu dilema. Jika dia menerima uluran tangan Dylan, tentu hal itu pasti akan menyakiti Rosie. Apalagi Rosie tampak begitu terkejut. Namun, rupanya Dylan tak suka menunggu. Dia langsung menarik telapak tangan Vivianne dan menggenggamnya erat tanpa permisi."Hei!" Vivianne panik, berusaha melepaskan tangannya. Akan tetapi, genggaman Dylan jauh lebih kuat."Aa-apaan kau, Dylan!" seru Rosie."Tidak apa-apa, Vi. Rosie harus tahu siapa dirimu," ujar Dylan enteng. Dia tetap fokus pada Vivianne, meskipun Rosie sudah melayangkan protes keras."Permainan apa lagi ini!" seru Ros

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Perjanjian Atau Perangkap?

    "Kau ingin aku menjual tubuhku, Dylan?" Mata hazel Vivianne berkaca-kaca. "Kupikir, saat meninggalkanku dulu, kau sudah berbuat kejam. Ternyata, kelakuanmu sekarang jauh lebih keji lagi," ujarnya kecewa. "Vi ...." Sorot mata Dylan berubah sendu. Tampak penyesalan dan rasa bersalah di sana. "Bukan itu maksudku," ucapnya pelan. "Lalu apa, hm?" Vivianne mengangkat dagu, seakan menantang pria berparas rupawan itu. "Aku tidak bisa melelang keperawananku di situs hiburan Las Vegas, karena kau sudah merenggutnya lima tahun lalu. Anggap saja, 25 ribu dollar adalah bayaran yang harus kuterima sebagai ganti kesucian yang sudah kuberikan padamu dulu!" cetus Vivianne panjang lebar. "Haha ...." Dylan tertawa getir. "Tidak ada perjanjian tertulis tentang itu dulu. Apa kau lupa kalau kau menyerahkannya secara sukarela, Vi? Jadi, permintaanmu barusan tidak valid." Vivianne mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Seandainya bisa, dia pasti menghajar Dylan habis-habisan saat ini juga. Sayangnya Vi

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Aku Mau Tubuhmu

    Dylan melepaskan belitan tangannya dari tubuh Vivianne. Dia membungkuk menahan sakit.Vivianne memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Dengan cepat ia meraih tasnya di sofa, lalu melesat cepat menuju pintu. Tangannya sempat bergetar saat memutar kenop, tapi akhirnya pintu itu terbuka."Vi!" panggil Dylan dengan suara serak. Wajahnya tegang, keringat bercucuran, tapi tatapannya masih mengikuti gadis itu penuh keputusasaan. "Jangan pergi… bukan seperti ini…"Vivianne menoleh sejenak. Sorot matanya berkaca, namun ia menguatkan hati. "Kau sudah membuat pilihanmu, Dylan. Dan aku pun sudah membuat pilihanku."Tanpa menunggu balasan, ia melangkah keluar dan menutup pintu dengan suara dentuman halus. Keheningan langsung menyelimuti ruangan.Seorang perwakilan agensi yang tadi mengarahkan Vivianne, tampak berdiri beberapa meter di depannya. "Nona Diaz? Apakah pertemuannya sudah selesai?" tanya pria bersetelan rapi itu dengan sorot heran. Vivianne tak menjawab. Dia malah berjalan cep

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Semua Tentangmu

    Vivianne mematung selama beberapa detik. Sulit baginya untuk percaya bahwa yang ada dihadapannya ini adalah laki-laki yang sama yang meninggalkannya begitu saja setelah Vivianne menyerahkan segalanya, lima tahun lalu. "Kau ... klien itu?" tanyanya dengan suara bergetar. "Iya, ini aku, Vi. Apa kau merindukanku?" Dylan balas bertanya. Nadanya terdengar begitu lembut dan hangat. "Rindu?" Vivianne tertawa getir. "Kenapa aku harus merindukan pria brengsek sepertimu?" Berbeda dengan Dylan, air muka Vivianne menyorotkan amarah dan kekecewaan yang teramat sangat. "Kau masih marah, Vi?" Dylan masih dengan wajah tak bersalahnya. Vivianne kembali tergelak. "Serius, kau bertanya hal bodoh seperti itu padaku?" timpalnya sengit. Menyesal rasanya Vivianne memenuhi panggilan wawancara dari agensi profesional yang membuka lowongan melalui iklan lowongan khusus di internet. Vivianne mengira bahwa dia akan mendapatkan pekerjaan yang nyaman dan menjanjikan. Pada kenyataannya, dia malah berte

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status