Share

Sandiwara Liar Sang Aktor
Sandiwara Liar Sang Aktor
Author: Ayaya Malila

Prom Night

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2025-07-07 08:24:10

Pesta prom belum selesai, tapi Dylan lebih dulu menuntun Vivianne keluar dari ballroom.

“Kita mau ke mana, Dylan? Pestanya belum selesai,” protes Vivianne.

“Aku punya kejutan untukmu.” Dylan mengedipkan sebelah matanya nakal.

Gadis cantik yang baru berulang tahun ke-18 itu pun pasrah mengikuti ke manapun pemuda itu membawanya.

Ternyata, Dylan mengajak Vivianne ke sebuah hotel termahal yang ada di kota kecil itu. Satu kamar suite telah dipesan untuk dirinya dan sang gadis.

“Ini untuk merayakan usia legal kita, Vi. Kita sudah 18 tahun sekarang. Mulai detik ini, kita bisa melakukan apapun yang kita mau, tanpa ada larangan lagi,” ucap Dylan seraya menarik Vivianne, lalu membaringkannya ke ranjang.

“Ta-tapi Dylan ... a-aku belum siap.” Vivianne begitu gugup. Apalagi saat telapak tangan pemuda itu aktif menelusuri setiap lekuk tubuhnya.

“Tidak apa-apa, Vi. Semua akan baik-baik saja. Kita akan selalu bersama, berjuang berdua mewujudkan mimpi-mimpi kita. Kau mau, kan?” bujuk Dylan.

Vivianne terdiam. Akal sehatnya mulai runtuh seiring tatapan mata biru cerah milik Dylan yang semakin dalam, membius Vivianne dan membawa pergi seluruh kesadarannya.

“Aku mau,” putus Vivianne pada akhirnya. “Tapi kau harus berjanji untuk tidak pernah meninggalkanku. Kita akan berkuliah bersama di Washington,” pintanya dengan nada penuh harap.

“Aku berjanji,” ujar Dylan sebelum mencium bibir Vivianne penuh perasaan hingga gadis itu terbuai. Membuat percikan-percikan dalam hati dua sejoli itu berubah menjadi api gairah tak terbendung.

Satu persatu pakaian dilepas hingga tak tersisa sehelai benang pun di tubuh keduanya.

“Dylan, bagaimana kalau orang tua kita tahu?” resah Vivianne.

Namun, Dylan yang sudah tertutup kabut hasrat, tak menghiraukan perkataan Vivianne. Dia hanya fokus pada satu tujuan, yaitu memiliki sang kekasih seutuhnya.

"Tidak usah memikirkan apapun, Vi. Cukup aku saja yang ada di kepalamu. Ingatlah satu hal. Aku sangat mencintaimu," ucap Dylan di sela helaan napas beratnya.

“Ah, Dylan ....” Desahan Vivianne menggema, sebagai penanda bahwa tubuh mereka telah menyatu secara sempurna.

Detik itu, Vivianne telah memilih sebuah keputusan besar dalam hidupnya dengan memberikan kesuciannya pada Dylan.

Vivianne mengira, hal itu bisa mengikat mereka berdua dalam ikatan abadi. Akan tetapi, sayang. Harapan gadis itu hanyalah mimpi belaka.

Keesokan harinya, setelah Dylan mengantarkan Vivianne pulang, pemuda itu menghilang.

Nomor ponselnya tak aktif. Sosoknya juga tak lagi muncul di sekolah. Dylan bahkan tak menghadiri wisuda.

Merasa sangat khawatir, Vivianne memberanikan diri untuk mendatangi kediaman keluarga Dylan.

“Putraku tak ada di sini, Nak. Dia melarikan diri dari rumah. Kalau saja waktu itu kami tidak ....” Ayahanda Dylan tak melanjutkan kalimatnya.

Raut penyesalan sekaligus kekecewaan terpancar jelas dari wajah pria yang berprofesi sebagai dokter sekaligus pemilik rumah sakit satu-satunya yang ada di kota kecil itu.

“Apa, Tuan? Kenapa anda tidak melanjutkan penjelasan?” kejar Vivianne penasaran.

“Tidak, bukan apa-apa. Pulanglah, Nak. Lupakan putraku,” pinta pria paruh baya itu.

“Tapi, kami berdua sudah berjanji, Tuan Woods,” mohon Vivianne sambil terisak.

Ayahanda Dylan buru-buru menggeleng. “Anggap saja kau tidak pernah mendengar janji-janji yang sudah diucapkan oleh putraku,” putusnya membuat napas Vivianne tercekat.

Hatinya hancur. Vivianne patah sepatah-patahnya. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyembuhkan luka hatinya.

Hingga lima tahun berlalu. Banyak yang sudah berubah. Hidup tak lagi seindah kenangan masa remaja.

Dulu, selepas SMA, Vivianne meninggalkan kota kecil tempat kelahirannya. Dia melanjutkan kuliah di salah satu universitas di California dan lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.

Kini, Vivianne harus berjuang mati-matian melunasi utang untuk biaya kuliah sekaligus utang yang ditinggalkan oleh mendiang ayahnya yang pemabuk.

“Nona Vivianne Diaz, mari ikuti saya,” ujar seorang perwakilan kantor agensi, membuyarkan lamunan Vivianne.

“Ah, i-iya. Baik, terima kasih.” Vivianne sempat tergagap sesaat sebelum mengikuti langkah pria tersebut menuju salah satu lift yang terbuka.

“Terima kasih sudah mengirimkan lamaran kerja di kantor kami,” ucap pria itu membuka pembicaraan selama berada di dalam lift.

“Agensi kami sudah berpengalaman dalam menyediakan tenaga profesional untuk kalangan selebriti, eksekutif, dan tokoh publik, dengan standar kerahasiaan serta loyalitas tinggi,” lanjutnya.

“Klien kami adalah figur publik dengan jadwal yang sangat padat. Apakah Anda sudah terbiasa dengan pekerjaan yang menuntut waktu di luar jam normal?” tanya pria itu memastikan.

“Saya terbiasa bekerja keras sejak kecil,” jawab Vivianne percaya diri. “Kalau boleh saya tahu, siapakah klien yang akan saya temui sebentar lagi?”

“Agensi kami memiliki peraturan yang sangat ketat tentang privasi. Para klien tidak pernah mengungkapkan identitas asli. Mereka cukup menggunakan nama samaran,” jelas si pria.

“Oh, baiklah.” Vivianne menghela napas panjang, berharap calon atasannya nanti adalah orang yang baik dan tidak merepotkan.

Dia tidak berbicara lagi sampai pria bersetelan rapi itu mengarahkannya masuk ke sebuah ruangan.

“Silakan tunggu. Sebentar lagi klien kami akan datang,” ujar sang pria sebelum meninggalkan Vivianne sendiri.

Tak berselang lama, suara langkah kaki terdengar mantap dan semakin mendekat.

Posisi Vivianne yang membelakangi pintu masuk membuatnya tak bisa melihat sosok klien itu. Ingin rasanya menoleh, tapi dia lebih dulu salah tingkah.

Sampai akhirnya si pemilik langkah itu bersuara, “Lama tak berjumpa ... Vivianne Diaz.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Menyetujui Semua

    Tak hanya sang sutradara yang terkejut. Beberapa kru dan artis yang duduk di sekitar meja mereka pun demikian. Semua mata tertuju pada Rosie. Namun, hal itu tak membuat Rosie terganggu. Dia malah melanjutkan amarahnya. "Kukira kau wanita baik-baik. Ternyata kau tak berbeda dengan penggemar-penggemar gila Dylan di luar sana!" bentak Rosie. "Hentikan, Rose! Kau membuatku malu!" hardik Dylan. Aktor tampan itu berdiri, lalu menarik Vivianne agar berada di belakangnya. Satu tangannya terus menggenggam pergelangan Vivianne. Betapa sakitnya hati Rosie melihat Dylan pasang badan, menjadi tameng demi melindungi Vivianne. "Kau serius melakukan ini padaku, Dylan?" desis Rosie. Bibirnya bergetar menahan emosi yang semakin tak terbendung. "Aku melakukan yang seharusnya! Vivianne adalah teman masa kecilku. Saat kecil dulu, kami bertetangga dan ayah kami saling berteman!" beber Dylan. Dia sedikit menambahkan bumbu kebohongan, tentang kedua ayah mereka yang berteman. Pada kenyataannya, ayah

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Memancing Emosi

    Aroma menyengat memasuki indra penciuman Vivianne. Pusing mulai melanda akibat bau menusuk itu. Dalam posisi panik, dia berusaha melepaskan diri, menjauhkan wajahnya dari orang-orang misterius itu. Namun, rasa pening yang menyergap, membuat kekuatan Vivianne menghilang. Tenaganya seperti habis tersedot. Vivianne tak mempunyai pilihan selain pasrah. Beruntung, saat dirinya hendak menyerah, terdengar teriakan nyaring yang entah darimana asalnya. "Lepaskan dia, atau akan kutelepon polisi!" sentak suara yang Vivianne mengenalinya sebagai milik Liam. Beberapa pria tadi langsung membeku. Satu pria yang masih membungkam Vivianne dengan saputangan, segera melepaskan tangannya dan menjauh. Hampir saja Vivianne terjatuh jika saja Liam tidak sigap menangkapnya. "Vi, apa kau baik-baik saja?" tanya pria itu khawatir. Vivianne menggeleng lemah. Sesaat kemudian, dia mengalihkan tatapannya ke arah pria-pria asing itu. "Apa mau kalian?" desisnya pelan. Pria-pria tersebut tak menjawab. Mereka ma

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Terpaksa

    "Dylan! Aku tahu kau di dalam. Aku melihatmu masuk tadi!" seru seseorang yang tak lain adalah Liam. Vivianne dan Dylan sempat saling pandang sejenak sebelum Dylan memutuskan untuk membuka pintu ruangan dalam rumah utama yang dialihfungsikan menjadi tempat wardrobe itu. "Ada apa?" tanya Dylan tanpa basa-basi. "Kau terlalu gegabah." Liam berbisik lirih, memastikan Vivianne tak mendengar kalimatnya. "Jangan ikut campur, Liam. Tugasmu adalah menjerat Rosie! Bukan menguntit Vivianne terus-terusan!" Dylan balas berbisik. Liam yang berdiri berhadapan dengan Dylan itu memiringkan kepala, agar dapat melihat Vivianne yang mematung beberapa meter di belakang mereka. Liam lalu kembali pada posisinya semua, sejajar dengan Dylan. "Untuk apa kau menyeretnya kemari?" desisnya. "Bukan urusanmu!" tegas Dylan. Liam tersenyum miring. "Baiklah, kalau itu maumu. Jangan salahkan aku seandainya Rosie nekat dan berbuat lebih gila. Jangan sampai Vivianne terluka lebih parah lagi," peringatnya.

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Tekad Bulat

    Di belakang batas set, Vivianne berdiri tenang dengan ipad di tangan. Namun, matanya tak lepas dari sosok pria yang satu jam lalu mengajaknya menikah. Pria itu tampak begitu serius dengan adegan yang dilakoninya. Walaupun gerakannya sederhana, tapi setiap gerak-geriknya mampu menghipnotis siapapun yang melihat. Dalam satu scene, Dylan hanya perlu memakai kacamata, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling padang rumput yang terbentang di belakang rumah utama Ranch. Setelah itu, Rosie masuk dan mengalungkan kedua tangan di leher kokoh Dylan. Keduanya saling tatap, sorot lekat yang menunjukkan kemesraan tak dibuat-buat. Vivianne hanya mampu diam dan menarik napas panjang. Mencoba untuk menetralkan perasaan dalam dada yang begitu bergemuruh. Apalagi saat melihat keduanya mendekatkan wajah. Bibir Dylan sudah hampir menyentuh bibir merah Rosie, dan .... "Cut!" seru sang sutradara. "Luar biasa sekali! Aku suka chemistry kalian," pujinya. Vivianne memejamkan mata sambil tanpa s

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Menikah?

    "Sudahlah. Tak ada gunanya menyesali masa lalu," hibur Vivianne. "Semua sudah terjadi, dan buktinya aku masih baik-baik saja sampai sekarang ...." Vivianne tampak memikirkan kalimatnya barusan, dan buru-buru meralatnya. "Well, tidak begitu baik sih, sebenarnya. Aku punya luka jahitan di kepala, rambutku juga jadi sedikit botak," guraunya. "Ya, ampun." Dylan meraup wajahnya kasar. Dia menjadi semakin merasa bersalah. "Hei, Dylan. Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu kepikiran," ujar Vivianne. "Walaupun pada kenyataannya, kau memang memporak-porandakan hidupku," imbuhnya sambil terkekeh. "Please, Vi." Dylan menatap Vivianne dengan sorot memelas. "Kau memanfaatkanku, memaksaku melakukan sesuatu yang tak kusuka dan membuatku jadi perempuan jahat," ungkap Vivianne mencurahkan isi hati. "Tapi di sisi lain, aku merasa senang bisa membantumu. Aku suka melihatmu tersenyum tanpa beban. Mengingatkanku akan Dylan yang dulu selalu tulus dan berpikiran positif," sambung Vivianne. "Vi .

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Sesal Dylan

    Dengan jantung berdebar, Vivianne setengah berlari menuju trailer Dylan. Sesampainya di sana, diketuknya pintu caravan bercat putih itu. Cukup lama Vivianne menungguh sampai terdengar selot pintu bergeser. Dylan menyembulkan kepala dengan rambut acak-acakan. "Vi, ada apa? Apa sudah waktunya syuting?" tanya Dylan sambil memicingkan mata. "A-aku, be-belum! Ini masih pukul tiga. Kru tadi mengatakan kita harus menunggu senja untuk mendapatkan latar belakang dan gambar yang bagus," jelas Vivianne sedikit terbata. "Lantas? Apa yang kau lakukan di sini?" Dylan mengernyit bingung. "Apa Nona Rosie bersamamu?" cecar Vivianne. "Tidak. Kenapa memangnya?" Dylan balik bertanya. "Oh, jadi kau sendirian?" Vivianne kembali berusaha memastikan. "Kau mau masuk?" Dylan mengangkat satu alisnya seraya membuka daun pintu lebar-lebar. "Bilang saja kau ingin menemaniku di sini, Vi. Jangan berputar-putar," ledeknya. "Tidak! Bukan itu! Ah, sudahlah!" Vivianne berdecak kesal. Segera saja dia mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status