Farhan menyerahkan kembali ponsel Dara setelah videonya selesai. Ditopangkannya kedua tangannya di pahanya sambil menunduk. Dia berpikir keras bagaimana bisa Dara punya anak darinya. Pikirannya pun mengembara ke masa dua belas tahun silam.
Masa itu Farhan baru saja mendapatkan pencapaiannya sebagai seorang dosen muda. Dia sedang menjalani proyek penelitian multitahun senilai satu milyar rupiah, sebuah proyek penelitian yang membanggakan jurusan tempatnya mengajar. Ketua jurusan dan para dosen lainnya sangat kagum atas pencapaiannya itu karena tak mudah mendapatkannya. Hal itu membuatnya menjadi seorang dosen muda yang dihargai.
Dara Andrea, lulusan dengan predikat summa cum laude, baru saja bergabung menjadi staf pengajar. Untuk menjadi dosen tetap, Dara harus menjalani masa kerja sebagai asisten dosen terlebih dahulu dan kemudian melanjutkan studi ke jenjang S2. Dia ditugaskan menjadi asisten dosen bagi Farhan.
Gaya bergaul Dara yang supel membuatnya cepat meng
Farhan mengatur GPS mobilnya sesuai dengan alamat yang diberikan Dara. Dipastikannya sejenak alamat yang dituju sudah benar, baru dia mulai mengemudikan mobilnya. Lokasi yang ditujunya tak jauh, hanya sekitar 3,3 KM.Mobil Farhan menyusuri jalan-jalan yang cukup ramai siang itu. Tak banyak yang dibicarakannya dengan Dara sepanjang perjalanan, hanya mengomentari lalu lintas dan apa yang mereka lihat di jalan. Tak lama kemudian, lokasi yang ditujunya sudah dekat."Itu, yang pagarnya putih," ujar Dara.Mobil berhenti di depan sebuah rumah yang berukuran sedang, tetapi nampak rapi bercat biru muda. Halaman depannya ditanami rumput gajah mini dengan beberapa jenis bunga. Teras rumahnya tampak teduh dinaungi pohon sawo kecik yang ditanam di sisi kanan depan teras."Mari masuk, Mas." Dara mempersilakan Farhan masuk.Farhan duduk di kursi tamu. Diedarkannya pandangannya ke sekeliling ruangan yang menyatu dengan ruangan tengah itu. Meski ruangan itu tak ter
"Ma, Om Farhan itu teman lama Mama ya?" tanya Tania selepas menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dia baru saja selesai mengerjakan PR matematika yang ditugaskan gurunya."Iya. Emangnya kenapa?""Om itu kan belum pernah ke sini. Teman-teman Mama yang lain kan juga sering ke sini.""Oh, iya. Om Farhan itu kan gak tinggal di Semarang. Rumahnya jauh jadi belum pernah ke sini sebelumnya.""Om itu baik ya, Ma? Aku seneng liatnya. Kalo punya papa, aku pengen punya papa kayak om itu." Tania terdiam setelah mengatakan itu. Dia merasa sedih tidak punya papa seperti teman-temannya. Dimasukkannya buku-bukunya ke dalam tasnya lalu masuk ke kamarnya.Dara termenung. Rasa sedihnya muncul mendengar ung
Pagi itu Farhan melihat Kirana yang masih lelap tertidur lagi setelah salat Subuh. Bukan kebiasaan Kirana terlambat bangun. Farhan agak enggan mengganggu tidurnya, tetapi hari sudah jam tujuh pagi."Sayang, bangun ... sudah siang nih." Farhan menepuk-nepuk lengan Kirana.Setelah beberapa kali dibangunkan, perlahan mata Kirana terbuka. "Apa sih, Mas?" tanya Kirana dengan suara manja."Sudah kesiangan, Sayang.""Tapi aku masih males bangun, Mas.""Kamu sakit?" tanya Farhan agak khawatir."Gak kok ... cuma males aja rasanya. Badan bawaannya enak dibawa tidur.""Yaudah, kamu sarapan dulu terus nanti tidur lagi.""Aku pengen dibikinin nasi goreng, tapi Mas yang bikin," ujar Kirana manja.Farhan agak heran dengan permintaan Kirana. Tak biasanya Kirana bersikap seperti itu. Kirana hampir tak pernah meminta Farhan melakukan sesuatu untuk dirinya."Nanti gak enak gimana?" tanya Farhan."Pokoknya dedek bayinya minta
Kirana sibuk mempersiapkan berbagai hal. Seisi rumah juga semua sama-sama sibuk tak terkecuali kedua orang tua Kirana."Mbak, apa lagi yang belum, ya?" tanya Kirana.Gayatri tampak berpikir sebentar, "Aku gak tau ya, Dik. Aku belum pernah mempersiapkan sendiri yang begini sebelumnya.""Mbak gak bikin checklist apa yang mesti dipersiapkan?" Kirana kali ini kelihatan seperti orang bingung. Dia biasanya tenang dan semuanya bisa diaturnya dengan baik."Paling juga yang pokok-pokoknya dan semuanya sudah siap," balas Gayatri.Kedua perempuan itu seperti orang yang bingung dan sibuk grasa-grusu sendiri. Melihat itu, Seno dan Ayu, karyawan Gayatri, yang sejak tadi memperhatikan keduanya mendekat."Ada apa, Mbak?" tanya Ayu."Ini loh, aku sama Kirana lagi bahas apa aja yang belum dipersiapkan.""Coba Mbak bilang dulu apa aja yang sudah dipersiapkan," ujar Ayu.Gayatri dan Kirana merinci segala yang mereka sudah persiapkan sambil
Hari masih sangat pagi. Kabut mengambang tipis di udara. Langkah-langkah kaki perempuan bersepatuketsmenapaki jalan desa. Langkah itu begitu ringan dan bergerak dengan kecepatan sedang. Kirana berjalan dengan mengenakan jaket berbahan kaos. Celana parasut hitam yang dipakainya menggantung di betis kuning langsatnya yang indah.Kirana menyelinap keluar saat semua orang sibuk berbenah sisa acara resepsi perkawinan kemarin. Tak ada yang memperhatikannya keluar rumah. Dia ingin menghabiskan pagi itu sendiri dalam suasana yang tenang. Alat bantu dengarnya bahkan dilepaskannya dari daun telinganya dan disimpan di saku jaketnya. Sendiri tanpa membawa ponsel dan tak mendengar apa pun membuat Kirana berharap bisa menikmati kesendiriannya.Degub jantungnya terasa lebih jelas terasa di dadanya. Berjalan kaki selama lima belas
Kirana mencium punggung tangan Farhan. Mereka baru saja salat Subuh berjamaah. Setelah melipat mukena yang baru saja dilepasnya, Kirana duduk di tepi tempat tidur."Mas, nanti kita jalan pagi, yok!""Ayo. Mau ke mana?" tanya Farhan sambil melipat sajadah dan meletakkannya di tempatnya semula."Kita jalan ke bukit aja."Farhan terdiam sejenak. Dia tak menyangka Kirana bakal mengajaknya berjalan sejauh itu. "Sayang, kamu itu lagi hamil muda. Gak boleh terlalu capek. Jalan ke bukit itu jauh sekali.""Jadi maksudnya Mas gak mau aku ajak jalan? Sudah gak sayang lagi sama aku?" Kirana memasang tampang merajuk."Bukan gitu, Sayang. Jalanny
Setelah sarapan pagi, Kirana mengajak Gayatri bersiap-siap untuk kegiatan mereka pagi itu. Mereka akan melihat persiapan pondok-pondok yang akan disewakan pada wisatawan. Farhan sudah lebih dahulu berangkat ke sana begitu selesai sarapan."Ayo, Mbak. Aku sudah siap," ujar Kirana setelah selesai mengikat tali sepatu kets biru mudanya. Kirana memakaipolo shirtabu-abu dengan celana sepanjang betis warna hitam. Rambutnya diikat satu di belakang."Ayo," jawab Gayatri yang sudah menunggu sejak tadi.Mereka lalu menuju mobil untuk ke pondok. Gayatri masih melarang Kirana naik motor ATV-nya selama hamil muda. Dia tak ingin kehamilan Kirana terganggu karena baru memasuki bulan ketiga.Gayatri mengemudikan mobilnya pelan. M
Kirana terkulai kelelahan di meja pendek persegi tempatnya bergumul dengan Farhan tadi. Keringat membasahi tubuhnya. Tubuh kuning langsat itu tampak mengkilap oleh peluh. Napasnya perlahan mulai teratur. Ketegangan otot-otot tubuhnya hilang. Matanya terpejam dengan muka menghadap ke langit-langit.Kesadaran Kirana perlahan pulih seutuhnya. Matanya mulai terbuka dan dia duduk di tepi meja itu. Pandangannya tertuju pada Farhan dan Gayatri yang sedang berciuman sambil berdiri di dekatnya. Darahnya berdesir melihat bagaimana Farhan melumat lembut bibir Gayatri yang sedang hanyut dalam sentuhan kenikmatan. Dia mengabaikan itu dan bangkit menuju kamar mandi.Gayatri sedang menikmati getaran-getaran yang ditimbulkan oleh jemari tangan Farhan yang menjelajahi tubuhnya sambil melumat bibirnya. Lumatan itu begitu memabukkan hingga Gayatri merasa