Share

5

last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-15 08:59:39

Berapa lama monster bisa hidup? Dan berapa lama manusia seperti dirinya bisa bertahan? Sekalipun tubuhnya sehat, umur manusia hanya sebentar, paling lama 1000 tahun, itu pun sudah sangat tua renta dan keriput kulitnya.

Kalau dia tetap bersama makhluk itu, apa yang akan terjadi? Dia akan menua, rambutnya memutih, kulitnya keriput. Apa yang disukai monster itu darinya? Hanya wajah ini, ini tidak menyakinkan sama sekali. Bahkan monster juga tak kebal terhadap keindahan.

Di dunia manusia, ada banyak orang yang jauh lebih cantik dan menarik. Dia hanya membawa telur itu, dan karena itulah monster itu menjaganya seperti harta nasional. Saat dirinya menua dan mati, makhluk itu pasti akan mengambil anak itu untuk dirinya sendiri, kemudian melupakanya.

Pikiran itu membuat Ananti kesal, tapi dia tak bisa bangkit dari makamnya untuk menghentikan apa pun. Pada akhirnya, dia hanya menuruti egonya sendiri.

Tapi bukankah semua manusia memang egois saat hidup?

Dia ingin kembali. Semua yang perlu dilihatnya sudah dia lihat. Bertahan di sini hanya akan membuatnya semakin terikat, semakin enggan pergi, semakin membekas pada jiwa. Dia bahkan sempat berpikir untuk tinggal di laut ini, menjadi makhluk laut sepertinya. Tapi tidak mungkin. Dia manusia. Dia sudah hidup sebagai manusia lebih dari dua puluh tahun. Dia tidak bisa mengubah segalanya hanya karena sesaat rasa tergila-gila.

Memiliki bayi itu saja sudah cukup gila dan keterlaluan. Lebih dari itu? Mustahil.

Ananti menunduk, menghindari pemandangan laut yang menakjubkan agar tak semakin terpesona.

Tentakel transparan di sekelilingnya perlahan berubah hitam, bahkan dalam gelap, seberkas cahaya masih memancar lembut. Ananti duduk di kursi yang dibentuk dari tentakel miliknya, jauh dari pandangan sang monster. Dia menggenggam ponselnya erat, seolah itu jangkar terakhir yang menahannya sebagai manusia.

Apakah monster seperti itu memang terlahir begitu? Bagaimana mungkin makhluk seperti dia bisa dengan mudah memengaruhi hati manusia?

Ananti tersenyum tipis. Tempat ini begitu indah, pemandangan seperti ini tak akan bisa dia lihat dengan siapa pun selain dia, sang manusia pertama yang egois.

Dia sempat berpikir, setelah bayi itu lahir... bisakah dia membawanya? Tapi jika bayi itu manusia, tubuhnya rapuh, bagaimana dia bisa hidup di dunia laut seperti ini? Siapa yang akan menjaganya nanti?

Pikiran itu membuat matanya memantulkan cahaya kelembutan yang Ironis. Makhluk yang begitu tulus padanya ternyata seekor monster.

Kenapa dia tidak bisa menjadi manusia? Jika saja dia manusia...

Tidak. Tak ada "jika". Ini bukan dunia dongeng. Tak ada ruang untuk angan-angan.

Dia manusia, dan dia monster. Mereka berjalan di dua dunia yang berbeda. Aku juga punya tugas yang tidak bisa ditinggal hanya untuk seekor monster.

Ananti terkekeh pelan. Monster tentakel di hadapannya mendengar suara itu dan ingin bertanya mengapa tertawa. Tapi monster itu takut, takut tawa itu akan menghilang begitu dia berbicara, jadi dia hanya diam.

Perjalanan pulang terasa lama. Padahal hanya butuh kurang dari sepuluh detik, tapi entah kenapa waktu seolah melambat.

Ananti tahu monster itu sengaja mengulur waktu. Dia juga tahu alasannya, monster itu hanya ingin menghabiskan sedikit waktu lagi bersamanya. Dan meski dia sadar, Ananti tidak menolak. Dia begitu berutang, satu-dua menit kebersamaan kepada makhluk yang telah memberinya hadiah langka: kehidupan yang tak pernah dia bayangkan.

Ketika cahaya di atas laut mulai terlihat, tentakel hitam itu perlahan terlepas dari tubuhnya. Ananti melayang di air, tubuh molek indahnya yang semok basah, baju yang dia pakai menempel erat pada kulitnya, melihat tentakel terakhir yang masih menggantung di pergelangan tangannya seolah enggan benar-benar pergi.

Dia menatapnya lekat, kali ini lebih jelas daripada saat di dasar laut. Sudah berbulan-bulan sejak mereka terakhir bertemu, dan meski tahu monster itu selalu mengawasinya dari jauh, dia belum pernah menatap wajahnya lagi.

Dan wajah itu... indah. Menyebutnya harta langit pun tidak berlebihan. Sekalipun itu hanya wujud penyamaran, penampilannya tetap menakjubkan.

Ananti menahan napas, berusaha menjaga ekspresi tetap datar. Namun di balik ketenangan itu, ada badai kecil di kedalaman matanya. Monster itu menatapnya dengan pandangan yang dalam, penuh cinta dan kerinduan, juga kesedihan yang terlalu manusiawi. Dia mencintainya, tapi selalu ditolak.

Bisakah monster benar-benar mencintai? Atau itu hanya ilusi, topeng kulit manusia seperti bentuk tubuh mereka?

Ananti ingin menolak semua pikiran itu. Tapi mata... mata tidak bisa berbohong. Pupil berbentuk salib keemasan terbalik di mata monster itu berkata banyak. Itu bukan kepura-puraan. Mungkin, ini pertama kalinya makhluk itu benar-benar mencintai sesuatu.

Ananti menatapnya lama. Dia ingin berkata sesuatu, tapi lidahnya kelu saling terjerat.

"Bolehkah aku memelukmu... memeluk bayi itu?" suara monster itu pelan, nyaris bergetar.

Ananti ingin menolak, tapi bibirnya tetap diam.

"Hanya sebentar," lanjut makhluk itu. "Aku ingin memeluk bayi itu. Anak itu bisa mendengar saat kau berbicara padanya. Dia bisa merasakan perasaanmu... Anak itu sangat menyukaimu."

Ananti ingin bertanya, "Bagaimana kau tahu?" tapi pertanyaan itu tidak keluar.

"Terima kasih," ucap monster itu lembut tiba-tiba.

Karena Ananti tetap diam, monster itu menganggapnya mengizinkan. Dia tersenyum samar, sedih tapi juga lega.

Tentakel itu berubah menjadi tangan manusia, lalu perlahan menarik Ananti ke dalam pelukannya.

"Terima kasih," bisiknya sekali lagi, kali ini di telinga Ananti.

Tangan Ananti sempat terangkat, tapi berhenti di udara. Dia tahu rasa cinta tanpa balasan itu seperti apa, menyakitkan, melelahkan, dan memalukan. Dia pernah merasakannya. Dan kini, dia membuat orang lain merasakannya juga. Ironis...

Ananti diam, dia hanya membiarkan dirinya dipeluk oleh monster yang bagian bawah tubuhnya masih berbalut tentakel hitam.

"Sebentar" itu benar-benar sebentar, kurang dari sepuluh detik sebelum monster itu melepaskan pelukannya.

"Sayang... setelah keluar, anak itu akan tetap menjadi telur selama dua hingga tiga bulan, untuk menetaskan nya...serahkan padaku!" Katanya lembut sebelum benar-benar melepaskan Ananti.

Laut kembali tenang. Ananti menatap ke arah dalam laut, di mana cahaya terakhir dari makhluk itu perlahan menghilang. Dia berjalan kembali ke tempat Patihnya yang berjaga, tatapanya rumit. "Patih Seter," Ananti diam sejenak kemudian melanjutkan, "Ayo kembali ke Wilayah Blok Emas."

Kali ini tidak ada keinginan lagi untuk kembali bertemu dengan monster laut itu, dia punya rakyat yang harus diatur, walupun dia lemah. Dia sadar tanpa dirinya dan kebijakan seorang ratu, wilayah Blok Emas akan diambang kekacauan.

"Ratu! Anda bertemu makhluk itu lagi?!" Dia bertanya tanpa nada kesopanan sama Sekali.

"Bukan urusanmu!" Ananti terbiasa hidup untuk bertindak sesuai pikirannya sendiri.

Dia berpikir, memangnya kenapa kalau dia suka bertindak sewenang-wenang, semua orang kuat dibawahnya ini tidak akan berani melukainya sama sekali, karena dia adalah titik tumpu yang menopang seluruh Blok Emas. Jika dia mati, maka seluruh rakyatnya juga meninggalkan secara mekanis.

Wanita iblis itu juga harus patuh padanya!

Hidung Sekar berkedut sedikit, "Achoh! Siapa yang memujiku," pikirnya sambil mengakat alis. Menatap lurus kebawah keningnya berubah menjadi mengerut, "Kau pergilah! Aku tidak perlu magang." Kali ini Sekar tidak menendang sampai terbangun, dia membuat ancang-ancang dan....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   6

    Sewosss~ Sebuah wortel menancap di perut Lekir dan mengirimnya sampai ke lubang yang dulu pernah digali Sekar. Apa!? Kau mau melawan, hah? Jawabannya tidak akan bisa! Sekar tidak punya dendam, dia hanya tidak mau magang ini, hahaha. Sekar berkepribadian picik ini agak lain.... ... Lekir berlutut lemah di depan rumah pagar, saat Sekar menatap ke arahnya dengan pandangan tidak suka, napasnya tercekat, Sekar berkata padanya, "Kau pergilah! Aku tidak perlu magang." Lekir berpikir saat terbang sambil mencabut wortel diperutnya, dia memakannya dengan wajah yang begitu dalam menatap langit. Tsk, aku gagal lagi! Jika seperti ini terus dia akan selalu ditendang terus-terusan oleh calon master. Luka yang dimiliki Lekir sudah sembuh sekitar delapan puluh persen, sisanya tidak bisa lagi disembuhkan hanya dengan mengunakan wortel biasa. Dia mulai berjalan penuh semangat lagi ke arah rumah pagar milik Sekar. Hati Lekir kusut. Seorang Mozan saja telah memaksanya untuk sekuat tenaga m

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   5

    Berapa lama monster bisa hidup? Dan berapa lama manusia seperti dirinya bisa bertahan? Sekalipun tubuhnya sehat, umur manusia hanya sebentar, paling lama 1000 tahun, itu pun sudah sangat tua renta dan keriput kulitnya. Kalau dia tetap bersama makhluk itu, apa yang akan terjadi? Dia akan menua, rambutnya memutih, kulitnya keriput. Apa yang disukai monster itu darinya? Hanya wajah ini, ini tidak menyakinkan sama sekali. Bahkan monster juga tak kebal terhadap keindahan. Di dunia manusia, ada banyak orang yang jauh lebih cantik dan menarik. Dia hanya membawa telur itu, dan karena itulah monster itu menjaganya seperti harta nasional. Saat dirinya menua dan mati, makhluk itu pasti akan mengambil anak itu untuk dirinya sendiri, kemudian melupakanya. Pikiran itu membuat Ananti kesal, tapi dia tak bisa bangkit dari makamnya untuk menghentikan apa pun. Pada akhirnya, dia hanya menuruti egonya sendiri. Tapi bukankah semua manusia memang egois saat hidup? Dia ingin kembali. Semua yang pe

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   4

    "Tok... Tok... Tok... Nona Sekar, anda masih didalam?!" Tanya pengunjung cemas. Sekar yang menutupi telinganya dengan bantal akhirnya terbangan, kepalanya pusing. Siapa? Siapa yang berani menganggu waktu mimpi indahku?! Keluh Sekar sambil membentak orang di depan pintu. "Kerek! Bang..." Sekar membuka pintu sambil membantingnya. "Siapa kamu, hah?!" "Ampun....NONA!! Aku kelinci yang kemarin." Seru kelinci terburu-buru menjelaskan. "Nona... Aku datang untuk memberikan ini. Ini makan terlezat yang gudang ras kelinci kami punya, aku mengangkat semuanya ke sini. Aku mohon agar nona Sekar tidak membunuh ras kelinci lagi, kami para kelinci bersedia membagi makan terlezat kami dengan Nona. Aku mohon..." Sambung kelinci sambil menunjuk-nunjuk gunungan kecil wortel oren cerah, bersih dan besar. Mulut Sekar berkedut sedikit, dia terlihat canggung. Pikiran marahnya mereda saat melihat ketulusan kelinci. "Baiklah, kamu boleh pergi sekarang." Jawab Sekar tanpa ampun sambil melambaikan tangan.

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   3

    Mozan geram, "Kau tidak mau menurut padaku! Baiklah, aku akan membunuhmu, kemudian mengambil kembali apa yang aku miliki." Wusss Duar... Jeder.... Suara angin bergemuruh datang, Sekar masih cuek, dia tidak perduli pada pembunuhan di depan, dia juga tidak punya pikiran berlebihan untuk menolong atau ikut mencelakai siapapun. Dia menunggu dengan damai diatas pohon. Mata Lekir memerah karena kelelahan dan menahan sakit di lengannya, dia sudah mati-matian mencegah Mozan merebut kembali batu di dadanya. Batu akik berbentuk cangkrang kura-kura memang tidak ada gunanya untuk dia, tapi barang yang terlalu berbahaya di tangan Mozan harus diamankan, Lekir juga tidak atau berapa banyak orang yang sudah menjadi korban dari batu akik kura-kura. Dia hanya ingin mencegah bencana terulang kembali, walaupun beberapa hari yang lalu batu ini sudah mendapatkan nutrisi. Lekir hanya tau sedikit tentang sejarah batu akik, tapi pengetahuan dangkalnya tidak membuatnya terpikat dan mengunakan batu setan.

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   2

    "Tidak." Nona, bagimana bisa seorang kelinci baik pemakan wortel bisa memasak! Seru kelinci menangis sedih dalam diam. Wanita yang sejak tadi tidak disebutkan namanya ini adalah Arum Sekar, seorang dukun seruling sakti, pekerjaan sehari-harinya adalah menumpas monster dan menguliti dagingnya untuk dipanggang, yang menyedihkan dia tidak punya bakat untuk memasak. Semua masakannya hambar dan tidak berselera. Sekar sering meratapi nasibnya, sebagai pecinta kuliner sejati, dia tidak bisa memasak untuk memuaskan dirinya sendiri. Dia tidak kecewa mendengar jawaban kelinci, Sekar tidak patah semangat untuk menemukan seorang koki. "Ouhh... Sudah sampai belum kelinci?" Sekar tidak bisa menipu dirinya sendiri jika dia sangat tertekan makan daging panggang hambar setiap hari. "Satu belokan lagi Nona Sekar, sungai itu ada dibalik pohon beringin itu." Tunjuk kelinci tergesa-gesa, dia takut salah sedikit saja nyawanya bisa melayang. Keduanya berjalan damai, kelinci memimpin di depan, sedang

  • Sang Dukun Seruling Dan Muridnya   1

    Beberapa hari terakhir banyak rumor beredar jika dibalik Gunung Kumulus terdapat monster super kuat yang dapat mengalahkan semua monster level 9 seorang diri. Dia mengalahkan mereka hanya dengan tangan kosong. Sampai sekarang masih belum diketahui pasti, siapa yang membantai monster-monster itu sampai hanya tersisa tulang tanpa daging. Sesosok harimau bertarung tajam setinggi bukit menggeliat diantara kawanan hewan iblis super besar dan seram. "Kalian dengar! Wilayah selatan sudah dibantai habis?" "Sess.... Aku tau, itulah kenapa kita semua mengadakan rapat sembunyi-sembunyi di sini, kita datang untuk membalas dendam rekan kita yang mati, kan. Cepat... Apa kalian semua punya info terkini, siapa yang membantai saudara saudara-saudara kita?!" Desis ular bertaring tajam, matanya bersinar emas di kegelapan malam. Kawanan monster itu saling memandang kemudian menggeleng, tak ada satupun dari mereka yang pernah melihat siapa pembantai ini, karena siapapun yang bertemu si pembantai s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status