"Ah! kepalaku pusing sekali," seru sang pemuda.
"Minumlah ini, ini adalah ramuan herbal yang baru kubuat, bisa membantu memulihkan tubuhmu dan menyembuhkan rasa nyeri di kepalamu," ucap Bajulgeni kepada sang pemuda."Terimakasih banyak," ucap sang pemuda sembari meminum ramuan yang diberikan Bajulgeni.Setelah minum ramuan itu, pemuda tersebut merasa agak baikan, dan nyeri pusing di kepalanya juga perlahan berkurang. Sang Pemuda masih seperti orang yang baru saja terkena amnesia karena ia benar-benar seperti berada di negeri di antah-berantah. Ia melihat sekeliling dengan tatapan terkejut dan bingung."Apakah kau ingat sesuatu sebelum engkau pingsan?" tanya Guru Mada."Entahlah, kepala ku masih agak pusing, aku akan mencoba mengingat-ingat," jawab sang pemuda sambil mengelus-elus keningnya."Apakah kau diserang atau bagaimana, kau ingat dengan katana, belati, senapan, ataupun bahan peledak?" tanya Guru Mada mengulang."Tunggu dulu, ah... kurasa aku mulai mengingatnya. Kemarin saat sore hari keluargaku mengadakan pertemuan dengan kepala desa. Kebetulan Kepala desa waktu itu sedang berada di balai pertemuan ini, karena habis mengadakan rapat dengan para tetua." jawab sang pemuda sambil mengingat-ingat."Apa yang terjadi setelahnya?" tanya Guru Mada penasaran."Setelahnya aku sekeluarga langsung pergi ke balai pertemuan untuk bertemu pak kades. Mereka berbincang-bincang cukup lama, mulai senja sampai larut malam. Setelah lama berbincang, kedua orangtuaku pergi sejenak ke sebuah kebun bersama pak kades, tinggallah aku di balai pertemuan seorang diri." dengan mantap sang pemuda menjawab.Tiba-tiba kepala sang pemuda mendadak menjadi pening. Wajahnya mendadak cemas tidak karuan. Guru Mada dan Bajulgeni yang menyaksikannya, paham betul apa yang pasti terjadi setelahnya.Detik berikutnya Guru Muda menyuruh Bajulgeni untuk membersihkan wilayah sekitar. Guru Muda punya ide cemerlang, yakni untuk mengajak sang pemuda jalan-jalan ke luar. Guru Muda berpikiran mungkin dengan mengajaknya ke luar bisa menenangkan pikirannya."Apakah kau bisa berdiri dan berjalan?" tanya Guru Mada kepada sang pemuda. "Kurasa bisa, karena hanya kepalaku saja yang terasa sakit," jawab sang pemuda sembari mulai berdiri."Ayo kita ke luar!" ajak Bajulgeni dengan semangat. "Kita akan kemana?" tanya sang pemuda penasaran. "Bagaimana kalau kita pergi ke tempat biasa kau bermain? Biasanya kau pergi kemana dengan teman-teman sebayamu?" tanya Guru Mada kepada sang pemuda sembari berjalan ke luarSang pemuda nampak kebingungan dengan ajakan dan pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Setelah keluar dari tenda sang pemuda terkejut bukan main, ia melihat sekelilingnya hanya ada kerusakan yang begitu parah. Seketika ia menangis meratapi kedua orangtuanya dan kedua saudaranya yang sudah tiada."Sejujurnya, aku tidak paham dengan pertanyaan kalian. Kemana aku biasa bermain di desa ini, dengan siapa aku bermain di sini, karena aku dan keluargaku tidak berasal dari desa ini." sang pemuda mencoba menjelaskan sembari mengusap wajahnya."Jadi kau bukan orang asli desa ini?" tanya Guru Mada. "Ya aku bukan dari desa ini," jawab sang pemuda. "Kalau begitu coba ceritakan tentang dirimu kepada kami, siapakah engkau, darimana engkau berasal dan apa tujuanmu ke sini?" Seru Guru Mada kepada sang pemuda."Aku dan keluargaku merupakan perantau dari kota Raja, yang berada di sebelah barat bukit ini. Aku mungkin tidak mendapati sebuah padepokan perguruan bela diri, karena padepokannya berada di sebelah timur bukit ini. Aku datang dengan ayah, ibu, seorang kakak, dan seorang adik. Namaku adalah Bagaskoro, ayah dan ibuku merupakan seorang pedagang, selain itu ayahku juga seorang relawan bencana. Kedatangan kami kemari bermaksud untuk membeli beberapa bahan pangan dan bahan sandang untuk dijual kembali ke kota. Kami sampai di desa ini sekitar 5 hari yang lalu." ucap sang pemuda yang bernama Bagaskoro sambil memijat kepalanya yang dirasa masih agak pusing."Apakah ini baru pertama kalinya kau datang kemari?" tanya Bajulgeni."Ya, ini adalah pertama kalinya aku datang ke sini." jawab Bagaskoro."Bagaimana engkau bisa mengetahui tentang wilayah ini," Bajulgeni melanjutkan pertanyaannya dengan nada penasaran."Ayahku mendapat kabar bahwa di suatu daerah yang berjarak sekitar 27 mil dari timur kota kami, terdapat suatu desa yang makmur dan juga asri." jawab BagaskoroSetelah berjalan dan berbincang-bincang cukup lama, ketiga orang tersebut berhenti di pinggiran desa, di sebuah batang pohon yang roboh dekat dengan gapura masuk desa. Mereka duduk berjajar untuk menghilangkan penat."Hai Bagaskoro, apakah engkau sebelumnya pernah belajar tentang seni bela diri?" tanya Guru Mada. "Belum pernah, bahkan tidak pernah terpikirkan olehku untuk mempelajari ilmu bela diri," jawab Bagaskoro sembari menelantangkan kakinya."Apakah engkau punya keinginan untuk mempelajari ilmu bela diri?" tanya Guru Mada dengan tatapan penuh keyakinan kepada Bagaskoro.Guru Mada sangat yakin, bahwasanya Bagaskoro akan mengiyakan pertanyaannya. Hal tersebut sudah diperkirakan oleh Guru Mada, karena bagaimanapun Guru Mada melihat ada percikan amarah dan sebuah tekad yang kuat dari mata Bagaskoro."Entahlah, aku bahkan tidak pernah tertarik untuk mempelajari ilmu bela diri sebelumnya," jawab Bagaskoro dengan keyakinan penuh. Guru Mada sontak terkejut mendengarnya, karena ia dapat
Sesampainya di tenda, Bagaskoro, Guru Mada, dan Bajulgeni segera membersihkan diri dan berganti pakaian. Setelah selesai membersihkan diri mereka bertiga membagi tugas. Bagaskoro bertugas membersihkan ruangan yang digunakan untuk makan sembari menyiapkan peralatan makan yang dibutuhkan. Sementara Guru Mada dan Bajulgeni memasak hewan buruan."Guru, aku sudah selesai membersihkan ruangannya!" teriak Bagaskoro. "Baguslah kalau begitu, cepatlah kemari untuk membantu memasak," ujar Guru Mada.Bagaskoro segera berlari keluar menuju dapur yang dipersiapkan di luar tenda. Ia mencium aroma yang sangat harum dari tungku masak."Bau apa ini guru? Baunya harum sekali," gumam Bagaskoro. "Ini adalah Kijang yang dimasak menggunakan minyak kelapa," jawab Bajulgeni."Kijang? apa itu? Bukankah yang dimasak adalah rusa?" ujar Bagaskoro keheranan. "hahahaha... bukan.. bukan.. ini adalah kijang. Sekilas kijang dan rusa memang nampak sama, namun kijang memiliki ukuran lebih kecil dan dibanding rusa," jaw
"Dahulu, aku persis seperti dirimu Bagaskoro. Aku tidak pernah mengenal apa itu beladiri." Ujar Guru Mada. "Hingga pada suatu saat, pecahlah Perang Dunia Kedua," tambahnya.Guru Mada bercerita sambil menahan kesedihan yang mendalam. Beliau tetap berusaha untuk kuat di depan murid-muridnya agar bisa memotivasi mereka."Di saat perang dunia kedua meledak, umurku masih menginjak 20 tahun, jika umurku saat ini adalah 68 tahun. Maka sekarang adalah 48 setelah terjadinya perang dunia kedua. Tidak seperti sekarang, Kota Bandarmojo yang sekarang mungkin sudah mengalami perkembangan yang lebih pesat dan menjadi kota yang lebih modern dari sebelum terjadinya perang dunia kedua. Sebelumnya kota itu hanya dikenal masyarakat seantero Kerajaan Nusa sebagai pusat ilmu pengobatan dan kesehatan. Sedangkan pusat teknologi masih dipusatkan di kota Raja. Setalah perang dunia kedua berakhir Kota Bandarmojo direnovasi besar-besaran karena kerusakan yang menimpanya begitu parah." Jelas Guru Mada."Guru.. gu
"Sudahlah guru, jika guru menjadi sedih karena menceritakan masa lalu kelam yang guru alami. Sebaiknya guru tidak usah menceritakannya," ujar Bajulgeni."Apa yang dikatakan oleh kakang Bajulgeni itu benar guru. Lebih baik bahwasanya guru beristirahat sekarang ini daripada harus menceritakan masa lalu guru kepada kami. Kami tidak bisa melihat guru bersedih karena kami." tambah Bagaskoro."Aku sangat bangga dengan kalian berdua, kalian mempunyai rasa solidaritas yang tinggi antar sesama. Bajulgeni maupun Bagaskoro, kalian sama-sama hebat. Namun perlu kalian ketahui aku bercerita seperti itu, karena aku curiga, bahwasanya dalang dibalik penyerangan yang terjadi di desa maupun di padepokan dilakukan oleh orang yang sama dalam penyerangan kota Bandarmojo dulu." Tegas Guru Mada.Bagaskoro yang baru bertemu dengan Guru Mada merasa takjub dengan pemikiran Guru Mada. Ia tidak menyangka kalau sang guru sudah berpikir sangat jauh ketika menghadapi suatu masalah. Bagaskoro sontak memantapkan niat
Mendengar cerita dari Guru Mada, Bagaskoro tertegun. Ia tidak habis pikir, diluar sana banyak orang yang rela mengorbankan rasa nasionalisme yang telah tertanam di dalam tubuhnya hanya untuk balas dendam."Mungkin cukup sampai sini dulu, hal yang perlu ku sampaikan kepada kalian. Selebihnya akan aku jelaskan kepada kalian ketika sudah sampai di Padepokan saja," Tutur Guru Mada dengan napas terengah-engah."Baiklah guru!" jawab Bagaskoro dan Bajulgeni hampir bersamaan.Mereka bertiga mulai berkemas dan membersihkan lingkungan sekitar pedesaan. Guru Mada dan kedua muridnya juga tak lupa untuk mencari beberapa tanaman pangan dan obat-obatan untuk dibawa kembali ke lereng bukit."Kita harus membersihkan apa yang perlu, semampu kita saja," Tegas Guru Mada. "Seberapa jauh padepokan guru dari puncak bukit ini?" tanya Bagaskoro. "Mungkin sekitar 2 jam kita akan sampai," jawab Guru Mada.Setelah mempersiapkan semuanya, mereka pun meninggalkan desa dan pergi menuju lereng bukit. Di tengah perja
Setalah Gubuk pertama selesai dibangun mereka segera menata barang-barang yang dibawa ke dalam gubuk. Bagaskoro benar-benar takjub dengan yang dilihatnya, tak pernah ia sangka butuh waktu cukup singkat untuk membangun Gubuk tersebut. Gubuk tersebut terdiri atas 2 kamar berukuran sedang, 1 untuk Guru Mada dan 1 kamar lagi untuk Bagaskoro dan Bajulgeni serta ada ruang pertemuan kecil dan teras."Ohhhh... akhirnya selesai. Kurasa aku akan istirahat dulu," seru Bajulgeni sembari menguap. "Apakah kau juga letih Bagaskoro?" tanya Guru Mada. "Kurasa aku tidak begitu letih Guru, mungkin karena aku cuma mencari bahan-bahan saja, hehehe," ujar Bagaskoro."Baguslah kalau begitu, aku akan menceritakan sedikit kepadamu tentang pencak silat," Ucap Guru Mada. "Apakah ini nanti hanya sebatas teori saja, atau akan ada prakteknya langsung Guru?" tanya Bagaskoro. "Untuk kali ini, aku hanya akan memberimu teori saja, selayang pandang tentang apa itu pencak silat dan beberapa gerakan dasarnya. Mungkin bar
Satu hari pun telah berlalu. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Bagaskoro sudah bersiap diri. Ia keluar ke halaman padepokan. Ia sudah mandi, berpakaian bersih dan ia siap untuk melanjutkan pembelajaran kemarin."Aku telah siap untuk latihan hari ini guru!" Ucap Bagaskoro dengan semangat paginya. "Nampaknya kau sangat bersemangat, mimpi apa kau semalam? Hahaha," ucap Bajulgeni. "Hmmmm, mimpi apa ya? Mungkin ini dikarenakan semangat juang anak muda, hehehe," jawab Bagaskoro dengan tertawa renyah.Tak berselang lama, Guru Mada pun keluar. Sang Guru pun nampak semangat tak kalah dari kedua muridnya. Selain itu Guru Mada juga membawa beberapa persenjataan untuk latihan."Ada apa ini, masih pagi sudah ribut?" tanya Guru Mada dengan nada pelan. "Hmm, tidak ada apa-apa Guru, hanya saja aku terlalu semangat hari ini. Aku tidak sabar dengan pelajaran yang guru berikan," seru Bagaskoro.Mata Bagaskoro nampak memperhatikan benda-benda yang dibawa gurunya. Ia melihat dengan seksama setiap alat yan
"Huwaaaaa... jam berapa sekarang? Mengapa sudah tidak panas?" tanya Bagaskoro sembari menutupi uapannya. "Sekarang sudah sore, kelihatannya kita lanjutkan besok saja untuk latihan jatuhannya," saut Bajulgeni."Hah... apa? Sudah sore?" Bagaskoro bertanya-tanya dengan terkejut. "Ya, kau tidur pulas sekali tadi, aku mau membangunkanmu namun dilarang oleh Guru. Guru bilang untuk membiarkanmu tidur saja, karena sekilas nampak kau sangat lelah. Tetapi anehnya kau tidur sembari tersenyum bahagia," jelas Bajulgeni.***"Aku tidak pernah menyangka bisa bertemu dengan anak yang punya semangat sangat tinggi seperti Bagaskoro," gumam Guru Mada sembari memasak. "Semangatnya bagaikan nafasnya. Selama dia masih bisa menghirup dan menghembuskan udara dia terus bergerak. Baru kali ini aku bertemu dengan remaja seperti itu. Mungkin dia kelak bisa mendamaikan kembali dunia yang tengah berada dalam tanduk kehancuran ini,"Di saat Guru Mada sibuk melamun, panci yang ia taruh di atas tungku tiba-tiba berbu