Beranda / Pendekar / Sang Ksatria Malam / Bab 5: Sebuah Keinginan

Share

Bab 5: Sebuah Keinginan

Penulis: Yudistira JN
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-08 13:51:11

Setelah berjalan dan berbincang-bincang cukup lama, ketiga orang tersebut berhenti di pinggiran desa, di sebuah batang pohon yang roboh dekat dengan gapura masuk desa. Mereka duduk berjajar untuk menghilangkan penat.

"Hai Bagaskoro, apakah engkau sebelumnya pernah belajar tentang seni bela diri?" tanya Guru Mada. "Belum pernah, bahkan tidak pernah terpikirkan olehku untuk mempelajari ilmu bela diri," jawab Bagaskoro sembari menelantangkan kakinya.

"Apakah engkau punya keinginan untuk mempelajari ilmu bela diri?" tanya Guru Mada dengan tatapan penuh keyakinan kepada Bagaskoro.

Guru Mada sangat yakin, bahwasanya Bagaskoro akan mengiyakan pertanyaannya. Hal tersebut sudah diperkirakan oleh Guru Mada, karena bagaimanapun Guru Mada melihat ada percikan amarah dan sebuah tekad yang kuat dari mata Bagaskoro.

"Entahlah, aku bahkan tidak pernah tertarik untuk mempelajari ilmu bela diri sebelumnya," jawab Bagaskoro dengan keyakinan penuh. Guru Mada sontak terkejut mendengarnya, karena ia dapat melihat dan merasakan suatu tekad yang luar biasa dari Bagaskoro. Guru Mada menjadi sangat kecewa namun kekecewaanya itu tidak ditampakkannya, ia hanya memendamnya dalam sanubarinya saja.

"Namun setelah apa yang terjadi, kurasa mungkin tidak ada salahnya untuk mengerti dasar-dasarnya," sambung Bagaskoro.

Guru Mada yang mendengarnya nampak begitu bahagia. Kekecewaan yang dirasakannya dalam hati sebelumnya, sirna seketika. Tanpa membuang waktu lagi, Guru Mada pun berniat untuk mengatakan niatnya kepada Bagaskoro.

Namun tidak lama setelah itu, Bagaskoro tertidur pulas di atas rerumputan. Guru Mada dan Bajulgeni hanya bisa tertawa geli melihatnya, karena bagaimanapun juga Bagaskoro masihlah seorang bocah.

Melihat Bagaskoro yang telah tertidur, memberi manfaat kepada Guru Mada. Hal itu dikarenakan beliau ingin meminta pendapat dari Bajulgeni terkait keinginannya tersebut.

"Bajulgeni, bagaimana kalau aku katakan saja niatanku kepada Bagaskoro, aku dapat melihat tekad dan keinginan luar biasa yang terpancar darinya," Tutur Guru Mada kepada Bajulgeni. Bajulgeni sebenarnya juga merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan oleh gurunya. Hanya saja menurutnya hal tersebut dapat menimbulkan gejolak kesalahpahaman kepada Bagaskoro.

"Apakah sudah tepat jika sekarang Guru Mada memberitahukan hal yang sebenarnya kepada Bagaskoro. Guru harus mengingatnya bahwa, pemuda itu baru memiliki niat untuk mempelajari bela diri karena ia merasa harus menjadi kuat. Bahkan Guru sendiri juga berpikir begitu bukan?" dengan menimbang dari segala hal, Bajulgeni mengungkapkan apa yang ia rasakan.

"Aku tahu, kelihatannya ini berlebihan, namun bagaimanapun juga, aku mempunyai firasat, kalau aku mengatakannya kelak, dia akan merasa kecewa karena dikhianati, hak tersebut justru akan berdampak buruk terhadap semua usaha yang kita lakukan." Tegas Guru Mada kepada Bajulgeni. Seketika Bajulgeni memikirkan dalam-dalam ucapan gurunya tersebut. Lebih dari itu sebenarnya Bajulgeni masih belum setuju dengan keinginan gurunya, sekalipun ia masih memikirkan betul-betul ucapan gurunya tersebut.

Karena hal tersebut bukanlah hal yang sepele, ditambah hal tersebut juga akan memberikan dampak kepada Kerajaan Nusa. "Kurasa yang guru katakan memang sepenuhnya benar, akan tetapi apakah bijak mengatakan hal itu sekarang. Apakah itu tidak akan menimbulkan gejolak di hati Bagaskoro, belum lagi keinginan guru tersebut juga berada di luar pemikiran Bagaskoro tentang seni bela diri." dengan menghembus nafas pelan-pelan, Bajulgeni mengucapkan secara tersirat ketidaksetujuannya.

"Hal seperti ini memang sulit, tapi apa jadinya kalau di masa depan aku baru mengatakannya?" Tanggap Guru Mada dengan rasa bingung.

"Bagaimana kalau begini, Tuan Guru katakan saja kepada Bagaskoro kelak dikala ia sudah mumpuni menguasai seluruh dasar ilmu bela diri." Bajulgeni mencoba memberi saran, yang dirinya sendiri sebenarnya masih bingung apakah saran itu tepat atau tidak.

Perdebatanpun terus terjadi antara keduanya. Tak lama kemudian, Bagaskoro mulai membuka matanya, ia merasa sudah cukup istirahat. Melihat Bagaskoro yang sudah bangun, Guru Mada dan Bajulgeni memilih untuk segera menghentikan perdebatan mereka. Setelah dirasa hari cukup terik, mereka bertiga pun memilih untuk kembali ke tenda. Tak lupa dalam perjalanan menuju tenda mereka mengumpulkan kayu kering dan menangkap beberapa hewan liar yang berkeliaran untuk makan siang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Ksatria Malam   Bab 63: Misteri pada Naga Langit

    Irman pun segera mengambil selembar kertas kosong dan alat tulis. Ia segera memposisikan dirinya senyaman mungkin untuk menulis setiap kata dari Guru Mada. Guru Mada pun segera meneteskan air mata sebelum sempat mengatakan sesuatu. "Guru Mada! Kenapa engkau menangis?" tanya Irman keheranan. "Sudahlah nak, tidak ada apa-apa. Sebaiknya mulai kau tulis saja, aku mulai," jawab Guru Mada. "Hmm, baiklah kalau begitu," ujar Irman. Teruntuk Bagaskoro dan Bajulgeni di Kerajaan Nusa yang semoga selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Dari guru kalian, Guru Mada. "Jika surat ini sudah sampai di sisi kalian, kemungkinan nyawa guru kalian ini sudah tidak tertolong lagi. Aku tidak bermaksud membuat kalian untuk bersedih di awal kalian membaca surat ini. Aku hanya bermaksud agar kalian bisa fokus dengan pelajaran yang akan kalian terima kedepannya. Satu hal lagi yang perlu kalian ingat, ancaman untuk kalian masih ada di luar sana. Ancaman tersebut terus bertebaran mengincar kalian juga seluruh

  • Sang Ksatria Malam   Bab 62: Surat Terakhir

    *** Malam hari di ibukota Kahn sunyi tidak seperti biasanya. Hiruk pikuk kota yang terdengar selama dua puluh empat jam penuh seperti lenyap. Hanya suara angin yang berhembus tiada ada hentinya. Di tengah-tengah hembusan angin malam yang amat dingin sekali itu, Irman baru saja pulang kerja. Irman terkejut, akhir-akhir ini suasana di ibukota Kahn yang umumnya selalu ramai menjadi sepi. Irman mulai mengetuk pintu apartemennya, dilihatnya penjaga di depan hanya termenung. Penjaga itu seperti seorang ibu yang baru saja kehilangan seluruh anak-anaknya. "Permisi pak," sapa Irman. Penjaga itu masih saja termenung. "Permisi pak," sapa Irman untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, si penjaga masih saja terdiam seribu bahasa. Irman pun menarik napasnya dalam-dalam. "Permisi bapak!" Irman berteriak sekencang mungkin di dekat di penjaga. "Eh, silahkan, silahkan, silahkan," si penjaga menimpali sambil terjungkir ke belakang karena kaget. Dengan cekatan, Irman segera menolong si penjaga. "Saya m

  • Sang Ksatria Malam   Bab 61: Menuju Kehancuran Kekaisaran Kahn

    "Tolong jelaskan secara pasti siapa sebenarnya dirimu?" tanya Arkan geram. "Tenanglah nak, aku benar-benar tidak punya niat yang buruk terhadapmu," jawab si pemilik restoran. Perlahan Arkan bisa meredam amarahnya. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan dirinya. "Nah, begitu kan lebih baik," ucap si pemilik restoran."Sekarang aku minta penjelasan dari anda tuan," ujar Arkan. "Sebelum menjawab pertanyaanmu itu, aku ingin menanyakan satu hal. Ini bukan hal yang berat. Ini sesuatu yang santai tapi, aku harap kau serius," ucap si pemilik restoran. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Arkan keheranan. "Kira-kira berapa umurku saat ini?" ucap si pemilik restoran. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh si pemilik restoran membuat Arkan seketika tertawa terpingkal-pingkal."Eh! Hahahaha, hahahahaha, apa kau tidak salah bertanya?" sahut Arkan sembari tertawa. "Seperti yang ku katakan sebelumnya, ini adalah pertanyaan yang santai dan terkesan sepele. Akan tetapi, kau tadi sudah me

  • Sang Ksatria Malam   Bab 60: Kunci Berlian

    *** Seiring berjalannya waktu, Arkan dan Singh mulai menjadi teman akrab. Hanya beberapa hari berpatroli bersama, kedua bocah itu sudah dekat seperti keluarga. Tidak ada tanda-tanda Singh yang curiga dengan penyamaran yang dilakukan oleh Arkan. Singh hanya tau, teman patroli barunya bernama Raka yang sebenarnya adalah seorang penyusup bernama Arkan. "Singh, kita hendak ke mana lagi sekarang?" tanya Arkan. "Hmmm, sepertinya aku lupa menjelaskan di awal. Jadi, selain kita harus bergantian berpatroli sama seperti murid lainnya, ada tugas lainnya yang dikhususkan untuk kita berdua. Nanti, aku akan menjelaskan lebih lanjut tentang tugas yang harus kau emban," jawab Singh. "Aku ada satu pertanyaan lagi," ucap Arkan. "Silahkan, tanyakan saja. Selagi aku mampu menjawab, aku akan menjawabnya," balas Singh mempersilahkan. "Beberapa waktu lalu ketika aku sedang berjaga dan kau tertidur, ada beberapa orang memakai setelan berwarna hitam legam menemui Joe. Kelihatannya mereka sedang berbicara

  • Sang Ksatria Malam   Bab 59: Rencana Penaklukan

    Setelah berbicara cukup panjang, Wei Fang mengalami sesak nafas yang luar biasa. Seluruh prajurit Bayangan Singa yang ada di sekelilingnya hanya bisa terpana, sambil tak sadar meneteskan air mata. Begitu pula dengan prajurit Naga Langit yang ada, mereka mulai merasa iba terhadap keadaan yang menimpa pasukan Bayangan Singa. Dari kejauhan nampak Batakhu yang meronta-ronta menahan sakit menghampiri Wei Fang. "Master! Master! Anda tidak apa-apa kan?" ucap Batakhu dengan penuh gelisah. "Batakhu, nak. Kau masih selamat, syukurlah. Aku punya satu permintaan kepadamu, uhuk... uhuk...," ucap Wei Fang sambil menahan tekanan darah yang terus keluar. "Permintaan! Apa maksudmu Master!? Aku yakin kau akan baik-baik saja. Perang telah usai! Biarkan kami Pasukan Bayangan Singa sebagai pihak yang kalah untuk mundur! Atau kalian bisa menawan kami sebagai budak!" teriak Batakhu. "Nak, uhuk... uhuk..., sudahlah. Aku ingin kau membeberkan seluruh rencana kita. Aku sudah tidak bisa banyak bicara. Ku harap

  • Sang Ksatria Malam   Bab 58: Awal Kehancuran

    "Xi Zhang, apa kau berpikir bahwa Qing Ho melakukan semua ini dengan terpaksa?" tanya si prajurit. "Aku tidak dapat menyimpulkan seperti itu. Intinya, dia tidak akan pernah menyesali apapun yang telah diperbuatnya. Satu hal lagi, sebenarnya, Qing Ho juga telah memberi ku sebuah isyarat. Dia seperti memberiku aba-aba kalau dia adalah seorang penyusup. Mungkin, ini agak aneh, tapi itulah yang kurasakan," ujar Xi Zhang. "Dia memberimu aba-aba seperti itu. Berarti secara tidak langsung, dia memang berniat untuk mencegah ayahnya, agar gagal menaklukkan Padepokan Naga Langit?" tanya si prajurit. "Kemungkinan seperti itu, aku juga baru sadar kalau dia punya kedekatan seperti itu dengan Wei Fang yang keparat. Jadi, seperti ini ya takdir berjalan. Huuu," ucap Xi Zhang sembari menghembuskan nafas pelan. Di saat si prajurit dan Xi Zhang sedang enak mengobrol dan bersembunyi. Tiba-tiba, terdengar sebuah hantaman keras dan udara menjadi penuh dengan bumbungan asap. Master Li Mo dan Wei Fang yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status