Share

Bab 3: Janji

Author: ID Johnson
last update Last Updated: 2025-05-31 15:08:22
Ellie

"Dengarkan Ayah, Ellie!" protes Michael saat Ellie berjalan menjauh darinya, bukan untuk pertama kalinya. Dia hendak pergi melihat kondisi salah satu anggota tua kawanan, seorang janda bernama Helen yang sudah selalu seperti seorang nenek baginya. Karena Helen sedang tidak enak badan akhir-akhir ini, Ellie telah meminta tabib, Margaret, untuk memeriksa kondisinya, tetapi Ellie ingin melihat sendiri keadaannya.

"Jangan sekarang, Ayah," kata Ellie, berharap ayahnya menyerah begitu saja. Selama tiga hari terakhir, ayahnya hanya terus membahas tentang sayembara yang ingin dia adakan untuk Ellie, agar dia bisa menemukan seorang suami.

"Ellie, ini pasti akan sempurna! Kau ingin menikahi seseorang karena alasan kekuatan, 'kan? Bukan karena cinta?"

"Ya, Ayah," katanya, tanpa berbalik menatap ayahnya. Ellie tahu yang diinginkan ayahnya untuk dia. Ayahnya lebih suka Ellie bertemu dengan "pasangan yang ditakdirkan" untuknya, pria yang dipilih untuknya oleh Dewi Bulan langsung, namun Ellie bahkan tidak percaya hal seperti itu mungkin terjadi, intinya sudah tak lagi percaya.

"Ini cara yang bagus! Kita akan memperkuat persekutuan dengan semua kawanan di sekitar sini, dan pada akhirnya, kita akan memiliki dua pemimpin kawanan yang kuat secara fisik dan mampu memimpin kawanan kita. Ini solusi yang sempurna!"

Ayahnya bernapas agak berat selagi dia berbicara sekaligus menyusul langkah Ellie, pengingat lain bahwa dia bukan lagi anak muda seperti dahulu. Ellie akhirnya berbalik menatapnya dan memperhatikan betapa dalamnya keriput di sekitar matanya.Ayahnya baru berusia awal lima puluhan, tetapi waktu dan kesedihan telah berdampak berat terhadapnya. Dia harus pensiun.

Tetap saja, mengadakan sayembara untuk tujuan Ellie menikahi pemenang adalah keputusan yang besar, keputusan yang tidak bisa dianggap enteng, dan Ellie belum yakin dia bisa setuju. "Aku akan memikirkannya," katanya—sekali lagi.

Michael menggeram. "Begitu katamu sejak tadi!"

"Dan Ayah belum memberiku waktu untuk memikirkannya!" ujarnya. Pondok Helen tepat di depan mereka. Dia berharap ayahnya tidak akan lanjut berdebat dengannya selagi dia masuk ke dalam.

"Dengar, Ayah akan kembali ke kantor dan menyusun rencana. Kau akan lihat nanti—rencana ini pasti sempurna. Kita akan mengundang semua Alpha yang lajang di daerah ini, keenamnya. Mereka semua pemimpin yang kuat dan garang. Sebagian besar dari mereka mungkin juga tampan." Dia mengedipkan mata, dan Ellie menggelengkan kepala. "Tidak ada salahnya, 'kan?"

"Kurasa tidak," katanya, merasakan pipinya memerah karena mengakui hal itu kepada ayahnya.

"Lihat saja nanti, Ellie. Begitu Ayah selesai, kau akan tahu inilah cara yang seharusnya, mengerti? "

"Baiklah," kata Ellie dengan enggan. Dia hanya tahu bahwa dia tidak akan tega menolak ayahnya setelah dia bersusah payah berusaha seperti itu. "Susunlah, dan aku akan datang melihatnya setelah kembali melihat keadaan Helen."

Wajah Michael sumringah seperti anak kecil yang tahu akan mendapatkan hadiah yang sempurna di hari Natal. "Segera!" serunya, lalu berbalik dan kembali ke kantor dengan langkah ringan, tak seperti sebelumnya. Ellie menggelengkan kepala, lalu mengetuk pintu pondok Helen sebelum dia membukanya sedikit dan menjulurkan kepala ke dalam. "Helen? Apa kau di rumah? Ini Ellie."

"Ya, Sayang! Aku di sini!" seru wanita itu dengan suara lemah.

Karena tahu dia mungkin di tempat tidur, Ellie masuk menuju kamar tidur. Dia melihat wanita tua itu terbaring di sana, bersandar di tumpukan bantal, memegang tisu bekas di tangannya. Rambut putihnya membingkai wajahnya yang pucat, dan dia tampak lebih lemah dari sejak terakhir kali Ellie melihat kondisinya, beberapa hari yang lalu.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Ellie sembari duduk di atas kursi di samping tempat tidurnya.

"Oh, lumayan," kata Helen sambil tersenyum. "Bagaimana kabarmu, Sayang? Sibuk seperti biasanya?" Dia tertawa kecil. Dia selalu menggoda Ellie karena sibuk tapi masih punya waktu untuk semua orang.

"Tidak pernah terlalu sibuk untukmu. Mau kuambilkan sesuatu?"

"Tidak, terima kasih, Sayang. Margaret baru saja menjengukku belum lama ini, jadi semua kebutuhanku sudah terpenuhi. Tapi senang melihat wajah cantikmu. Bagaimana kabarmu?"

"Baik," kata Ellie sambil mengangguk. Itu tidak sepenuhnya benar. Selalu ada kekhawatiran dalam benaknya, mengenai dia yang harus memimpin seluruh kawanan dan yang lainnya. Dan tentu saja, ada juga rencana ayahnya. Tapi semua itu tampaknya tak patut dibahas saat ini. "Tapi aku mengkhawatirkanmu."

"Jangan, Sayang." Helen menjulurkan tangan dan mengelus tangan Ellie. "Aku akan baik-baik saja. Dan jika tidak, sudah waktunya aku pergi dan dipertemukan kembali dengan Howard-ku." Senyuman manis menghiasi wajah Helen saat dia menoleh ke foto dirinya di atas nakas sebagai pengantin cantik yang berdiri di samping seorang pria berjas yang jelas adalah suaminya. Ellie belum pernah bertemu dengan Howard karena dia meninggal sebelum Ellie lahir, tetapi dia sudah mendengar cerita tentangnya dan tahu bahwa dia pria yang baik. Cinta di antara mereka berdua terpampang jelas, dari foto maupun dari cara Helen bercerita tentang Howard.

"Dengar, Sayang, ada janji yang ingin aku minta darimu." Dia memiringkan kepalanya lebih dekat ke Ellie sembari dia berbicara, menunjukkan kepada Ellie bahwa ini persoalan penting.

Tetap saja, Ellie mendengar nada dalam suaranya dan menampiknya. "Oh, Helen, kau pasti akan baik-baik saja! Kau akan segera kembali bekerja di kebunmu!"

Helen menggelengkan kepala, senyumnya tidak memudar. "Dengar, Nak. Kau mungkin Alpha dan Luna kawanan ini, tapi aku ingin kau tahu sesuatu. Jangan biarkan tanggung jawabmu terhadap orang lain membuat kebutuhanmu sendiri terabaikan. Kau bisa memiliki keduanya! Kau bisa memiliki pria penyayang yang hebat dan tetap menjadi pemimpin yang baik untuk kawanan ini. Sama seperti orang tuamu. Jangan cepat berpuas diri, Sayang. Jangan tunda kebutuhanmu. Kau pantas bahagia. Kau orang yang baik, orang yang luar biasa, dan aku tahu Dewi Bulan menakdirkan orang yang sempurna untukmu sedang menunggu di luar sana." Helen mengelus tangan Ellie sekali lagi tetapi kemudian mulai terbatuk-batuk sangat keras, itu membuat Ellie khawatir. Dia meraih segelas air dari atas nakas dan membantu Helen minum.

Wanita yang sangat dia sayangi itu telah bicara dari hati ke hati dengannya. Jika Ellie boleh jujur, sejak dahulu dia menginginkan cinta seperti yang dimiliki oleh orang tuanya, seperti cinta antara Helen dan Howard. Dia hanya takut. Takut bahwa, karena kutukan, dia tidak akan pernah menemukan pria itu. Atau... mungkin dia tidak pantas mendapatkannya.

Tetapi jika ayahnya dan Helen benar, dan ada seseorang di luar sana yang menunggunya, mungkin sekaranglah saatnya untuk mulai mencari orang itu. Mungkin bukan suatu kebetulan rencana ayahnya bertepatan dengan Helen memberi nasihat. "Baiklah, Helen," kata Ellie, begitu batuk temannya sudah reda. "Aku berjanji padamu. Aku akan memberi cinta kesempatan."

Helen tersenyum dan mengelus tangan Ellie sekali lagi. "Bagus, bagus, Sayang. Sekarang, aku tahu, jika ajalku sudah tiba, aku bisa pergi sambil tersenyum."

Ellie membungkuk dan mencium pipinya yang sudah keriput. "Kau tidak akan ke mana-mana, Helen." Namun, dia tahu, waktunya tidak akan lama lagi. Ellie hanya berharap Helen akan hidup cukup lama sampai bisa melihat bahwa dia mendengarkan kata-katanya, cukup lama sampai dia menemukan pria yang dikatakan Helen--jika pria itu benar-benar ada.

Dan jika pria itu bisa memenangkan sayembara ayahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Luna Terakhir   Bab 20: Obrolan di Hutan

    River'Bajingan itu mengalahkanku.' River duduk di luar di teras belakang kabin tempat dia tinggal, memandang ke arah hutan, menyesap bir, mencoba mencari tahu bagaimana Blade berhasil mengalahkannya. Pasti ada sesuatu yang dia simpan atau ada di sakunya, tetapi River tidak dapat membuktikan apa pun, dan Beta Andrew mengklaim bahwa dia telah memeriksa semuanya dengan cermat sebelum, selama, dan setelah acara, dan tidak menemukan apa pun. Jadi... yang bisa dia lakukan hanyalah berusaha lebih baik lagi di acara berikutnya, yang akan diadakan lusa. Itu adalah perlombaan, dan River tahu dia tangkas. Selama Blade tidak menemukan cara untuk curang, River bisa menang. Jika itu masalahnya, dia setidaknya akan imbang dengan Blade untuk tempat pertama dalam pertarungan.Butuh banyak waktu bagi seseorang untuk mengalahkan River dalam pertarungan satu lawan satu. Blade benar-benar harus melakukan kecurangan untuk melakukannya.Setelah menghabiskan birnya, dia memutuskan untuk berjalan-jalan

  • Sang Luna Terakhir   Bab 19: Melambungkan Kayu

    Ellie"Ada yang tidak beres," kata Ellie, mencondongkan tubuh ke ayahnya."Apa yang kamu bicarakan?" Michael bertanya, masih bersorak bersama dengan banyak orang pada lemparan luar biasa yang baru saja dilakukan Blade. "Itu adalah lemparan terjauh yang pernah aku lihat.""Ya, itu benar," Ellie setuju. "Sebuah lemparan yang lazim seperti lemparannya yang lain. Dan... dia bertingkah aneh."Michael menatap Ellie penuh tanya dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Sayang, aku tahu dia bukan favoritmu, tetapi jika dia menang, dialah pemenangnya. Kamu setuju untuk mengadakan turnamen ini, ingat? Kamulah yang tidak ingin Moon Goddess memilihkan atau memilih sendiri. Jangan protes sekarang jika segala sesuatunya tidak berjalan seperti yang kamu inginkan.""Protes?" Ellie mengulangi, matanya melebar. Dia tahu arah pembicaraan ayahnya. Ayahnya sama saja berkata, "Aku ingin kamu tahu bahwa aku mungkin tidak terlalu bersungguh-sungguh, tapi aku benar-benar marah kepadamu," nada yang serin

  • Sang Luna Terakhir   Bab 18: Lomba Melempar

    RiverKesombongan Blade memuakkan. Saat River menyaksikan Alpha lainnya menguji berat balok kayu yang akan dia lempar ke tangannya, dia harus berusaha untuk tidak mengejek pria itu. Dia bertindak seolah-olah ada semacam ilmu untuk melakukan hal ini, beberapa teknik yang dia pelajari bertahun-tahun sebagai pelempar kayu ketika semua orang tahu tidak ada satu pun dari peserta turnamen yang memiliki banyak pengalaman dalam urusan melempar kayu melintasi padang rumput terbuka.Blade maju ke garis, dan Beta Andrew berteriak, "Lempar sesuka hati!" sambil berjalan mundur. River menahan tawa. Mereka berusaha sangat keras untuk membuat turnamen ini tampak resmi, seperti Olimpiade untuk siluman serigala, tapi itu semua agak konyol. Ulysses, yang berdiri di sebelah kanan River, kesulitan menahan tawa dan berpura-pura batuk, yang membuatnya tersedak.River memukul punggung Ulysses saat Blade berbalik dan memelototi mereka berdua. "Jangan coba-coba menggangguku!""Maaf," kata River untuk k

  • Sang Luna Terakhir   Bab 17: Turnamen Dimulai

    Ellie"Bagaimana kabarmu, sayang?" Ayahnya memanggil saat Ellie bertemu dengannya di lapangan tempat kontes pertama akan diadakan. Ellie dipenuhi dengan kegembiraan saat ayahnya merangkul lehernya. "Turnamen sebentar lagi dimulai dan akhirnya kamu ada di sini.""Baik, Ayah," katanya, sambil balas memeluk ayahnya. Jelas ayah Ellie bangga dengan turnamen yang dia adakan, dan dia telah melakukan segala sesuatunya dengan baik. Stan-stan dipadati oleh orang-orang yang siap untuk menyaksikan acara pertama, lempar kayu, seperti yang ayah Ellie sebutkan tadi. Sebagian besar dari penonton berasal dari kawanannya sendiri, tetapi Ellie juga melihat wajah-wajah yang tidak asing baginya di antara para tamu. Wajah ibu River menarik perhatiannya. Ellie melambai pada Patricia, yang selalu begitu baik, dan Patricia tersenyum dan balas melambai."Sekarang, aku mempersilakan Beta Andrew menjalankan kontes ini sehingga aku bisa menikmatinya bersama putriku yang cantik," jelas Michael.Di belakang

  • Sang Luna Terakhir   Bab 16: Kecemburuan

    RiverMengetahui bahwa Ellie ke luar untuk berlari bersama Ulysses pagi itu membuatnya merasa sedikit cemburu saat melihat Ellie pulang dari hutan bersama seorang Alpha yang tampan. River berada di lapangan turnamen, bersemangat dan datang awal, mempersiapkan acara pertama kompetisi. Dia mencoba mengalihkan pikirannya dari wanita yang menjadi tuan rumah kontes itu dan dia merasa persiapannya ternyata terasa lebih sulit daripada yang pernah dia pikirkan saat dia pertama kali menyetujui bujukan ibunya untuk mengikuti turnamen ini. Sekarang, melihat wanita jangkung berambut pirang itu dengan anggun berjalan bersama pria lain melintasi lapangan membuat otot-ototnya menegang dan matanya menyipit. Dia harus mengalihkan pandangannya.Padahal itu bisa jadi motivasi yang kuat. Kemenangan selalu menjadi kekuatan penyemangat bagi River, tidak peduli apa pun permainannya. Saat dia bermain kartu dengan teman satu kawanannya, bermain video game dalam tim, atau bermain basket dengan Beta-nya, dia

  • Sang Luna Terakhir   Bab 15: Berjalan-jalan dengan Teman

    Ellie"Apakah lari ini adalah ide darimu?" Ellie bercanda saat dia berjalan bersama Ulysses melewati hutan di pagi hari. Matahari baru saja terbit, dan indah sekali melihat warna-warna langit terpantul dari kilau embun di atas dedaunan musim gugur."Tidak, tidak," kata Ulysses. Mereka berjalan dengan kecepatan yang cukup cepat, tetapi mereka jelas tidak berlari. "Jika aku berlari, lututku akan bengkok, Ellie."Pernyataannya membuat Ellie tertawa. Senang rasanya mendengar Ulysses menyebut namanya seperti itu, seolah-olah mereka adalah teman lama. Sementara Ellie menghargai teman-teman yang dia miliki, "adik laki-lakinya" kadang-kadang agak tidak dewasa, selain itu, Shelby selalu ingin membicarakan Carl. Mengobrol dengan Ulysses terasa menyejukkan, bahkan jika napasnya tidak tersengal-sengal akibat latihan khusus ini, dia bahkan tidak merasa perlu melakukan peregangan setelah selesai."Jadi... apa yang membuatmu memutuskan untuk ikut turnamen gila ini?" Ellie bertanya saat mereka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status