"Aku mendengar semuanya dengan jelas. Kamu hanya menyuruh Rian untuk menumpas para bandit. Kenapa jadi menyakiti mereka ...."Pangeran Maruta tiba-tiba terdiam."Para bandit?!" seru Pangeran Maruta. "Jangan-jangan para bandit itu putra mereka?""Kurasa bisa jadi." Arjuna mengangguk."Mereka bukan bandit. Kalian, para pejabat tinggi, tahu apa?"Percakapan antara Pangeran Maruta dan Arjuna membuat emosi para wanita itu menggebu-gebu. Mereka mendorong dan menyikut para petugas pemerintah yang mengelilingi Arjuna dan Pangeran Maruta. Ketika mereka tidak bisa mendorong pria-pria itu, mereka pun hendak menusuk dengan pisau dan gunting mereka."Brak!"Pangeran Maruta melempar toples anggur ke lantai."Dasar sekelompok wanita gila! Aku tidak menunjukkan kekuatan, kalian pikir aku ini tak berdaya ya?!"Pangeran Maruta melangkah maju, lalu menendang beberapa wanita.Namun, tendangan yang diterima para wanita itu tidak membuat mereka jera.Sebaliknya, para wanita itu menjadi makin agresif. Mereka
Seorang wanita tua berusia enam puluhan berdiri di depan Rian."Ibu, aku ada urusan mendesak. Tolong jangan ganggu aku," kata Rian dengan nada sedih.Orang yang menghentikan Rian untuk melawan para bandit tak lain adalah ibunya.Ibunya Rian melirik pisau di tangan Rian sambil berkata dengan nada dingin. "Bukankah urusanmu di kantor pemerintah? Kamu seorang pejabat malah membawa pedang. Memangnya kamu algojo atau tukang jagal?""Ibu, aku ada urusan mendesak. Pengawal, kemari!"Rian berkata, kemudian menoleh ke arah para petugas di belakangnya. "Bawa Nyonya Besar ke dalam.""Siapa yang berani menyentuhku?"Ibunya Rian segera mengeluarkan gunting, lalu mengarahkannya ke para petugas yang mendekatinya.Setelah para petugas berhenti, tidak berani bergerak maju, ibunya Rian segera mengarahkan gunting ke lehernya."Rian, jangan pikir aku sudah tua, maka jadi bodoh. Aku tahu kamu akan membunuh bandit. Bunuh aku dulu, baru langkahi mayatku.""Ibu, apa yang Ibu lakukan?" Wajah Rian dipenuhi rasa
Para bandit telah masuk ke kota, Rian malah bersikap seolah tidak ada apa-apa.Tadi wanita paruh baya itu mengatakan bahwa Rian adalah pejabat yang baik. Apakah dia takut mengatakan yang sebenarnya?Arjuna mengucapkan selamat tinggal kepada wanita paruh baya itu dan keluarganya, lalu pergi ke kantor pemerintahan Kota Phoenix.Di luar kantor pemerintahan, Arjuna sengaja melihat sekeliling.Memang ada beberapa pria yang mondar-mandir di luar kantor pemerintahan. Mata mereka sesekali melirik ke arah kantor pemerintahan Kota Phoenix.Tatapan para pria itu tajam, mereka sama sekali bukan warga biasa.Mereka pasti bandit yang disebutkan wanita paruh baya itu.Para bandit itu bahkan berjongkok di gerbang kantor pemerintahan.Sungguh berani!Arjuna melangkah masuk ke kantor pemerintahan."Yang Mulia Perdana Menteri Kiri!"Begitu melihat Arjuna, Rian langsung berlari.Arjuna melangkah maju. Ketika jaraknya kurang dari lima meter dari Rian ...."Klang!"Arjuna dengan cepat menghunus pedang seora
"Yang Mulia, rotiku tidak semahal itu. Harganya tidak sampai satu tael perak," jawab wanita paruh baya itu dengan acuh tak acuh. Dia membungkus semua roti di kios, kemudian memberikannya kepada Arjuna.Arjuna mengira wanita paruh baya itu tidak mendengarnya dengan jelas, dia ingin mengulanginya.Namun sebelum dia sempat membuka mulut, wanita paruh baya itu berbicara lagi."Sebenarnya, roti-roti ini bahkan tidak seharga satu tael perak! Anak Muda, aku tidak membuat banyak roti hari ini." Wanita paruh baya itu tiba-tiba meninggikan volume suaranya."Anda masih mau? Kalau begitu tunggu sebentar. Aku akan pulang untuk membuatkan Anda sekeranjang lagi. Tidak bisa menunggu? Kalau begitu ikut aku saja."Mendengar hal ini, Arjuna langsung mengerti. Wanita paruh baya itu tahu alasannya, tetapi dia tidak berani berbicara langsung.Arjuna mengikuti wanita paruh baya itu. Setelah melewati banyak belokan, mereka segera tiba di utara kota.Lahan di utara kota itu miskin dan dihuni oleh orang-orang t
Pejabat Kota Phoenix, Rian, berlutut. "Pangeran, Yang Mulia, aku mana berani melakukannya?""Jika kamu tidak melakukannya, kenapa tidak ada orang yang datang untuk mengambil perak?""Uh ...." Rian tampak gelisah. "Aku juga tidak tahu apa yang terjadi.""Kamu tidak tahu? Pejabat kota macam apa kamu?!" Pangeran Maruta, yang dikenal pemarah dan kurang sabar, mengangkat tinjunya dan hendak menyerang."Pangeran!" Arjuna segera menghentikannya."Berdirilah!" kata Arjuna kepada Rian."Terima kasih, Yang Mulia."Rian berdiri, tetapi masih gemetar. Dia berusaha berdiri sejauh mungkin dari Pangeran Maruta."Keluarlah, bawa para petugas bersamamu untuk menyebarkan kabar. Mungkin banyak orang masih belum tahu.""Baik, Yang Mulia!"Rian berlari keluar seolah-olah melarikan diri dari maut.Pangeran Maruta menatap kepergian Rian lalu berkata, "Arjuna, Rian jelas berbohong. Kenapa kamu melepaskannya?""Kalau tahan dia di sini, apakah dia akan mengatakannya?""Aku bisa memukulnya." Pangeran Maruta meng
"Benar, benar. Beberapa hari yang lalu, utusanmu bersikap agresif di Istana Kekaisaran Bratajaya. Katanya jika kesepakatan tidak tercapai setelah matahari terbenam, Bratajaya harus membayar kalian tiga ribu tael perak.""Kamu yang mengajari cara itu, 'kan? Dasar licik!""Bam!"Pangeran Maruta kembali memukul kepala Alif. "Siapa suruh kamu mengajukan tuntutan sembarangan seperti itu? Sekarang kamu menuai akibatnya. Sesuai tuntutan Arjuna, 200.000 pasukan serta 10.000 pengawal istanamu kembali ke Negara Kalima, dan 30 juta tael perak dikirimkan sebelum matahari terbenam.""Kalau kamu tidak terima ...."Pangeran Maruta mengangkat tinjunya lagi."Tunggu sebentar!"Meskipun tinju Pangeran Maruta tidak menakutkan seperti senjata Arjuna, tetaplah cukup menyakitkan. Alif kini memar dan babak belur.Seperti kata pepatah, 'asalkan gunung masih ada, tidak perlu takut kehabisan kayu bakar'.Dia pasti akan mencari kesempatan untuk membalas penghinaan hari ini.Alif menggertakkan giginya. "Baiklah,