Share

2. Pria Culun

Salah seorang petinggi perusahaan, yakni Direktur Keuangan, Anggoro Kusuma terlihat berlari-lari kecil mendatangi mobil sports berwarna hitam yang baru saja berhenti tepat di depan gedung bagian depan.

Anggoro membukakan pintu mobil itu dan kemudian membungkuk sopan saat seorang pria muda keluar dari mobil itu. Dia membenarkan jasnya dengan congkak.

"Selamat atas kemenangan Anda, Pak David," ucap Anggoro masih membungkuk.

"Hm. Apa kau yang menyiapkan penyambutan ini?" tanya David masih berdiri di dekat mobilnya.

"Bukan, Pak. Para karyawan antusias sendiri untuk menyambut kedatangan Anda. Mereka sangat bangga karena Anda bisa memenangkan tender besar itu," ucap Anggoro yang sudah mengangkat kepalanya.

"Ah, begitu," ucap David singkat.

Berarti aku harus sering-sering memenangkan tender seperti ini agar aku semakin dipuja-puja, batin David.

David melambaikan tangannya ke arah para karyawan yang berdesakan di depan gedung.

Para karyawan wanita segera menjerit ketika David memamerkan senyumnya. Memang tak bisa dipungkiri, David Araya itu tergolong pria tampan.

"Di mana Agusta?" tanya David yang tidak menemukan manajer umum itu di antara gerombolan orang yang ingin mengucapkan selamat kepadanya.

Sekarang David bersalaman dengan mereka sambil memasang senyum yang terkesan dibuat-buat ramah itu.

"Agusta sedang mengerjakan laporan, Pak. Jadi dia tak ikut turun ke sini!" jawab Anggoro.

"Panggil Agusta! Suruh dia ke ruanganku sekarang juga!" titah David.

"Baik, Pak!" sahut Anggoro. 

Anggoro jadi bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini, dia terlihat agak lumayan sering berurusan dengan Agusta. Namun dia tak menanyakan apa-apa.

"Terima kasih atas penyambutannya. Saya senang sekali memiliki karyawan loyal seperti kalian. Tapi mohon maaf, saya tidak bisa lama-lama di sini. Saya harus kembali ke ruangan saya untuk kembali memikirkan lagi tentang pengajuan kerja sama lainnya. Permisi," ucap David.

David kemudian melenggang ke arah lift dan naik ke lantai tempat ruangannya berada.

Valentino atau Aditya yang menyaksikan sikap David itu merasa mual sekarang.

"Eh, kau lihat kan? Memang keren banget ya Pak David itu! Gayanya itu lho elegan!" puji Diana.

"Tampan juga, jangan lupa!" tambah Levi.

Kedua wanita itu cekikikan.

"Kalian naksir ya sama Pak David?" tanya Aditya.

Levi langsung menatap kesal ke arah Aditya.

"Culun, kamu kenapa sih dari tadi suka banget ngurusin urusan orang lain?" ucap Levi.

"Aku kan cuma tanya saja," ucap Aditya.

"Pertanyaan kamu itu aneh. Kita kan juga nggak terlalu akrab, culun," sahut Diana.

Aditya tak pernah kesal dipanggil 'Culun' oleh orang-orang. Dia malah senang karena berarti penyamaran yang dia lakukan itu berhasil.

"Maafkan aku, aku hanya berusaha bersikap ramah kepada kalian. Karena sebagai karyawan baru, aku juga ingin akrab dengan karyawan lain," ucap Aditya dengan suara rendah.

Diana mendecih. 

"Kau? Akrab dengan kami? Jangan mimpi ya!" ucap Levi diiringi tawa.

"Eh Dit, kamu itu nggak nyadar ya? Udah diterima di perusahaan ini aja harusnya kamu bersyukur. Lihat tuh penampilan kamu! Benar-benar nggak mencerminkan kalau kamu kerja di perusahaan besar macam AL Group," hina Diana.

"Culun, kamu itu nggak punya kaca ya di rumah? Dengan penampilan kamu seperti ini yang benar-benar kampungan, bisa-bisanya kamu mau akrab dengan kita. Jangan harap!" ucap Levi dengan sinis.

Aditya berusaha sabar. Dia terus mengingatkan dirinya untuk tetap menjalani perannya sebagai pria culun yang dihina oleh orang-orang agar identitas aslinya aman.

Dia tentunya tak ingin apa yang sudah dia rencanakan gagal begitu saja hanya karena identitasnya terbongkar.

"Memang apa salahnya dengan penampilan aku? Aku rapi kok," ucap Aditya. 

"Kemeja bermotif norak, celana panjang aneh, rambut di tata aneh, kacamata tebal yang tebal banget, mana punya tahi lalat besar di pipi lagi," ucap Diana sambil mengernyit.

Aditya memandang dirinya sendiri lewat  kaca besar.

"Penampilan kamu itu sangat aneh. Jadi kamu jangan mimpi bisa akrab dengan kami ataupun karyawan-karyawan lain. Karena itu nggak mungkin," ucap Levi.

Levi pun menggandeng Diana untuk pergi dari sana.

Aditya mengembuskan napasnya dengan kasar. Kalau saja dia tidak sedang berpura-pura menjadi pria culun yang bodoh, dia pasti sudah membalas hinaan kedua wanita itu. 

***

"Anda memanggil saya, Pak?" tanya Agusta.

"Iya, benar. Duduk!" perintah David.

Agusta duduk dengan waspada. Entah kenapa dia seakan memiliki firasat tak baik.

"Agusta, saya mau kamu buat proposal lagi untuk tender besar," ucap David.

Agusta terbelalak. 

"Pro-posal tender besar lagi, Pak?" beo Agusta.

"Iya. Tapi tentu saja. Itu harus atas nama saya. Dan kamu harus menjaga rahasia ini lagi. Tapi jangan khawatir! Saya pasti akan kasih kamu bonus yang pantas," ucap David.

Pria itu memilin dagunya. Dia berpikir Agusta pasti akan mau dengan tawarannya.

"Tapi, maaf Pak. Saya tidak sanggup. Itu terlalu berat untuk saya. Dan itu juga bukan bagian dari pekerjaan saya," ucap Agusta.

David langsung menampilkan wajah tak enak dipandang.

"Apa kamu bilang? Kamu menolak apa yang saya perintahkan sama kamu?" ucap David. Nada pria itu yang awalnya santai kini sudah naik. 

"Bukan begitu, Pak. Tapi sungguh saya rasa saya tidak mampu," jawab Agusta.

"Omong kosong. Kau kemarin bisa membuat proposal dengan bagus sampai tender besar itu bisa jatuh ke tangan saya. Sekarang kau berlagak nggak tahu," ucap David.

Pria muda itu mengetukkan jarinya di meja.

"Ah, saya tahu. Apa ini soal imbalan? Oh, begini saja. Kalau kamu mau imbalan yang lebih, katakan saja!" ucap David.

Agusta diam saja.

Sialan, ini bukan soal imbalan, bodoh. Masalahnya yang buat itu kemarin saudara tirimu. Dan aku tak mau membuatnya repot karena kau, sialan. Agusta membatin.

"Kenapa diam saja? Sebutkan nominalnya!" desak David.

Agusta menelan salivanya dengan kasar. 

Brengsek, aku benci dipaksa begini, batin Agusta.

"Baiklah, baiklah. Apa kau menunggu saya yang menawarkan imbalannya?" tanya David.

Agusta mendongak.

Bukan itu, bodoh. Agusta ingin meneriakkan kata-kata itu langsung kepada pria yang menjabat sebagai presiden direktur itu.

David pun tersenyum mengejek. 

Orang rendahan seperti dia pasti mau imbalan lebih, pikir David.

"Saya nggak masalah. Kamu mau minta berapa pun, akan saya kabulkan. Tapi yang pasti, kamu buat aja proposal yang bagus," ucap David.

Agusta masih diam saja.

David mulai tak sabar.

"Saya anggap kamu setuju. Saya tunggu proposal itu dua minggu lagi," putus David. 

Dia pun berdiri dan berjalan ke arah kulkas.

"Tapi, Pak ...."

"Saya nggak mau tahu. Dua minggu lagi saya mau proposal itu ada di meja saya," ucap David tak mau dibantah.

Agusta ingin mengumpat. 

"Baik, Pak," ucapnya menahan mati-matian agar dia tidak menonjok wajah David yang songong itu.

"Bagus," ucap David puas. 

Pria itu membuka kulkas dan berniat mengambil sebuah beer.

Pria gila, di kantor mau minum beer? Sinting, umpat Agusta. 

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak," pamit Agusta.

David mengibaskan tangannya.

Begitu keluar ruangan David, Agusta memijit pelipisnya. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan mencari nomer telepon seseorang. Dia langsung menghubungi orang itu.

"Valen, ke ruangan aku ya! Si bodoh itu menyusahkan aku lagi," ucap Agusta.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Muttaqiina Imaama
masih pemanasan, maju dikit aah
goodnovel comment avatar
putput
alur menarik dengan cara penulisan yang baik. keep up ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status