Beranda / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 005. PEMBUKTIAN MIMPI

Share

Bab 005. PEMBUKTIAN MIMPI

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-29 00:44:07

“Bagaimana kalau kita ke rumah Pak Baskoro, setelah kamu pulang interview dari Betamart saja Elang..?" usul Bu Nunik. Hatinya jadi ikut tergerak dengan ucapan Elang.

“Baik Bu,” ucap Elang, menyetujui usul Bu Nunik.

“Elang masuk dulu ya Bu. Elang mau bersiap ke Betamart," ujar Elang, seraya undur diri.

“Iya Elang, bersiaplah sebaik mungkin ya. Ajaklah Wulan untuk berangkat bersama ke sana,” ucap Bu Nunik.

“Baik Bu,” sahut Elang, sambil beranjak menuju ke dalam panti.

***

Pak Baskoro tengah terpekur di teras rumahnya.

Sementara pikirannya menerawang, pada kenangan indahnya bersama sang istri. Istri yang kini terbaring lemah di pembaringannya.

Ya, kenangan indah, rasa cinta, dan kesetiaan itulah. Hal yang mampu membuat Baskoro tetap bertahan, dan tegar merawat istrinya.

Dia kembali menghisap rokoknya, dan menghembuskannya dengan nafas lepas menghela.

Seolah ingin menghela jauh-jauh masalah pelik, yang selama bertahun-tahun ini menyelimutinya.

Sudah hampir satu setengah tahun ini. Halimah menderita penyakit aneh yang menggerogoti tubuhnya.

Dalam pemeriksaan medis di rumah sakit, para dokter tidak menemukan satu penyakit pun dalam tubuh sang istri.

Namun anehnya, istrinya selalu mengeluh sakit di tubuhnya. Dan yang membuat Baskoro tak habis pikir, rasa sakit istrinya itu selalu berpindah-pindah.

Kadang Halimah mengeluh kepalanya sakit, lalu beberapa jam kemudian mengeluh dadanya yang sakit, dan beberapa jam kemudian mengeluh perutnya yang sakit.

Begitu terus hampir setiap hari. Kondisi tubuh sang istri pun terus menurun secara perlahan, seiring berat badannya yang juga terus berkurang.

Sudah tak terhitung biaya yang Baskoro keluarkan, demi menyembuhkan istrinya itu.

Dan perlahan tapi pasti, saldo di rekeningnya pun terkuras. Hingga ada beberapa properti yang terpaksa dia jual, untuk menutupi biaya pengobatan sang istri tercintanya itu.

Namun kesemua hasilnya adalah Nol Besar..!

Dari dokter terkenal hingga tabib ternama, dari ajengan hingga paranormal. Semuanya memberikan hasil yang negatif, bagi kesembuhan istrinya.

Kini dia sudah pasrah, dan hanya bisa berdoa dalam hatinya. Berharap akan munculnya suatu keajaiban dalam hidupnya..!

Seorang pelayan mendatanginya dari dalam rumah,

“Maaf Pak. Ibu berguling-guling terus di pembaringan, dia selalu menyebut-nyebut nama Bapak,” ucap sang pelayan, sambil menunduk sedih dan rikuh. Karena dia tak bisa menghandel ibu majikkannya.

Dalam hatinya dia merasa kagum dan kasihan, pada bapak majikannya itu. Suami yang dengan sabar dan telaten, terus mengurus istrinya, yang sudah tahunan menderita sakit.

Bahkan terkadang ia melihat bapak majikannya ini tak tidur semalaman. Karena menunggui ibu majikkannya, yang menggeliat sakit di pembaringannya.

‘Sungguh lelaki yang sabar’, bathin sang pelayan kagum.

“Baik Bi. Bibi tolong buatkan saja bubur ya. Halimah harus makan walaupun sedikit, biar nanti saya yang menyuapinya,” ucap pak Baskoro.

“Baik Pak,” ucap sang pelayan sambil bergegas ke dapur.

****

Elang masuk keruangan manajer Betamart, untuk menemui Pak Johan di dalam.

“Selamat pagi Pak Johan,” sapa Elang sopan. Dia sebelumnya memang telah menanyakan nama sang manajer. Pada karyawan yang bekerja di situ.

“Selamat pagi. Duduklah,” sahut Pak Johan ramah, seraya mempersilahkan Elang duduk.

“Mas ini siapa ya ?” tanya pak Johan.

“Saya Elang, Pak Johan. Saya dari panti ‘Harapan Bangsa’, Pak,” sahut Elang.

“Oh iya, anak asuh Bu Nunik ya..?” tanya pak Johan lagi, seraya tersenyum ramah.

Dia memang memberi ‘pass’, bagi dua orang anak asuh di panti ‘Harapan Bangsa’.

Karena memang Johan merasa kagum dan hormat, pada keuletan dan ketegaran Bu Nunik dalam mengelola panti itu.

“Benar Pak Johan,” jawab Elang sopan.

‘Hmm. Anak yang berpotensi besar’, bathin pak Johan.

“Kamu bawa CVnya Elang..?” tanya pak Johan.

“Bawa Pak. Ini Pak Johan,” sahut Elang, sambil menyerahkan CV yang sudah dipersiapkannya sejak semalam.

Pak Johan membuka CV dari Elang, membaca, dan juga mencermatinya. Dan raut wajahnya nampak terkejut, saat melihat nilai-nilai di ijazah SMA Elang.

‘Luar biasa..! Nilainya hampir sempurna semua', desis bathin pak Johan.

“Baik Elang. Mulai besok, kamu mulai bekerja di sini ya. Datanglah tepat waktu Elang. Selamat ya,” ucap pak Johan sambil mengulurkan tangannya. Hal yang langsung di sambut hangat dan antusias oleh Elang.

“Terimakasih atas kesempatannya Pak Johan,” ucap Elang, dengan rasa gembira dan hati bersyukur.

Setelah Elang keluar ruangan itu, selanjutnya giliran Wulan yang masuk menghadap pak Johan.

Dan tak lama kemudian Wulan pun keluar, dengan hasil yang sama dengan Elang.

Mereka berdua pun lalu bergegas pulang. Untuk mengabarkan kabar gembira itu pada orang-orang panti. Dan khususnya pada Bu Nunik, wanita yang sudah mereka anggap bagai ibu kandung mereka sendiri.

***

Sementara siang harinya.

Bu Nunik dan Elang sudah sampai di kediaman Pak Baskoro, yang terlihat megah namun sunyi.

Elang memencet bel rumah itu, yang terletak di sisi gerbang rumah.

Tak lama kemudian keluarlah seorang wanita paruh baya, yang berjalan menghampiri mereka.

“Maaf. Kalian siapa dan mencari siapa ya ?” tanya wanita tersebut.

“Kami dari panti ‘Harapan Bangsa’, mau bertemu dengan Pak Baskoro, Bu ,” jawab Elang ramah.

“Ohh sebentar ya Mas, Bu. Saya tanyakan pada beliau dulu,” sahut sang pelayan.

“Baik Mbak,” jawab Bu Nunik maklum.

Tak lama kemudian terlihat Pak Baskoro keluar bersama pelayannya, dan menghampiri mereka.

Sang pelayan langsung membukakan pintu gerbang.

“Wah, Bu Nunik. Maaf menunggu, silahkan masuk Bu,” ucap pak Baskoro ramah.

“Terimakasih Pak Baskoro,” ucap bu Nunik tersenyum, sambil melangkah masuk di ikuti oleh Elang.

“Silahkan duduk Bu Nunik, Mas," ucap Pak Baskoro, setelah mereka berada di ruang tamu yang mewah.

“Terimakasih Pak Baskoro,” ucap bu Nunik.

“Bagaimana Bu Nunik ? Tumben mampir ke rumah,” tanya Pak Baskoro membuka percakapan.

“Begini Pak Baskoro. Maksud kedatangan kami kesini, adalah untuk menengok bu Baskoro.

Kami sangat prihatin mendengar kondisi beliau, sejak pak Baskoro terakhir mampir ke panti kami,” ucap Bu Nunik, seraya meletakkan buah tangannya di atas meja.

Buah tangan itu berupa buah jeruk dan mangga, di dalam wadah kantong plastik.

“Terimakasih atas keprihatinan Ibu Nunik. Namun memang kondisi istri saya saat ini masih belum membaik Bu Nunik.

Rasanya saya sudah hampir pasrah menerima ujian ini. Sudah hampir satu setengah tahun istri saya terbaring sakit, dan tidak juga menemukan obatnya,” ucap pak Baskoro, dengan kesedihan yang mendalam.

“Bersabarlah Pak Baskoro. Karena maksud kedatangan kami yang lain, adalah karena anak asuh saya ini, Elang, Pak Baskoro.

Elang ingin mencoba ikhtiar menyembuhkan istri Pak Baskoro. Semoga saja lewat tangannya, penyakit Bu Baskoro bisa disembuhkan,” ucap Bu Nunik, mencoba untuk tenang saat mengatakan hal itu.

“A-apa Bu Nunik..?! Maaf Bu, saya tidak salah dengar kan Bu..?!” seruan kaget dan heran terucap dari mulut Pak Baskoro.

“Saya awalnya juga tak percaya Pak Baskoro. Tapi tidak ada salahnya kita mencoba kan Pak Baskoro. Daripada diam pasrah menunggu nasib,” ucap Bu Nunik pelan dan hati-hati.

Sungguh hati Bu Nunik agak berdebar saat itu. Dia cemas Baskoro akan menganggapnya bermain-main, dengan penyakit istrinya.

Pak Baskoro tampak termenung sejenak. Akhirnya dia berpikir, kata-kata bu Nunik ada benarnya juga. Lalu dia menatap pada Elang dan tersenyum,

“Benar Bu Nunik. Kita tak tahu dengan tangan yang mana, istri saya bisa disembuhkan,” ujar Baskoro akhirnya.

Walau jujur saja. Dalam hati pak Baskoro masih meragukan kemampuan Elang, yang paling-paling belum berumur 20 tahun itu.

‘Bahkan puluhan Dokter, tabib, ajengan, dan paranormal, yang menangani istrinya. Mereka semua rata-rata sudah berpengalaman.

Dan umur mereka pun sudah matang dan sepuh. Lha siapa pemuda bernama Elang ini..?’, bathin Baskoro heran, bingung, dan juga merasa tak yakin.

Namun Baskoro tetap berusaha tersenyum, menanggapi pernyataan bu Nunik.

“Lantas apa saja yang harus saya siapkan untuk pengobatan ini Bu Nunik ?” tanya pak Baskoro, sekaligus hendak menguji apa sebenarnya maksud semua ini.

Bahkan sempat terlintas prasangka buruknya pada Bu Nunik dan pemuda bernama Elang ini.

Elang yang mulai di rasuki pikiran tidak enak terhadap Pak Baskoro menjawab,

“Tidak ada yang perlu dipersiapkan Pak Baskoro. Karena kami datang ke sini hanya untuk mengambil sesuatu benda jahat.

Benda itu di tanam orang jahat di rumah Bapak,” jawab Elang tenang, langsung pada pointnya.

“Hahh..?! B-benda apa....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dono
bagus sekali cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 601.

    "Baik Elang. Kuijinkan kau ke dimensi itu bersama Prahasta Yoga, dengan restuku," ucap sang Raja. "Ayahanda. Emm, bolehkah Prasti ikut menemani Mas Yoga dan adik Prahasta Yoga berlatih di sana..? Sebelum Prasti benar-benar sibuk membantu Ayahanda di kerajaan Palapa nantinya," tanya Prasti, dengan wajah terlihat penuh harap memandang sang ayahandanya itu. "Hhhh. Putriku sayang, baru saja kau pulang kembali, kini malah hendak pergi lagi. Baiklah. Tapi ayahanda harap kau pergi bersama Elang dan Prahasta Yoga nanti. Setelah kau tinggal di istana Palapa selama 2-3 hari Prasti. Ayahanda masih kangen padamu. Dan aku juga butuh beberapa pandangan darimu Elang. Mengenai rencana membangun Tlatah Palapa, yang kini masih sangat jauh tertinggal, dengan tetangga kita Tlatah Kalpataru," ujar sang Raja akhirnya. "Wah..! Terimakasih Ayahanda," ucap Prasti senang sekali. "Baik Paduka Raja," ucap Elang, menyetujui permintaan sang Raja Danuthama. "Elang. Jujur saja selain dirimu, aku juga akan m

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 600.

    "Terima kasih Ki Naga Merah." Slaph..! Slaph..! Elang ucapkan terimakasih, seraya melesat turun, dengan membawa Prahasta Yoga dalam rangkulan sebelah tangannya. Dan Prasti pun ikut melesat turun. Taph..! Elang dan Prasti mendarat ringan, di halaman istana Belupang. "Selamat datang Tuan Putri Prasti. Selamat datang Tuan Elang," sapa para penjaga gerbang istana penuh hormat. "Terimakasih Paman," sahut Elang dan Prasti tersenyum, seraya masuk kedalam istana. Keramahan inilah yang disukai para pengawal di istana Belupang, terhadap Tuan Putri Raja mereka dan sahabatnya yang bernama Elang itu. "Ahh..! Putriku yang cantik sudah pulang rupanya!" sapa sang Raja tersenyum gembira. Sontak dia berdiri dari singgasananya, menyambut kedatangan putrinya tercinta. "Ayahanda..!" seru Prasti, seraya mencium tangan sang Ayahanda yang dihormatinya. Dan Prati pun mandah saja, saat sang Ayahanda mengecup keningnya. "Salam hormat dari Elang, Paduka Yang Mulia," ucap Elang tersenyum mengangguk, ser

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 599.

    "A-apa..?!" Kraagkh..! Resi Salwaka terkejut bukan kepalang. Dan dalam kemurkaannya, dia meremas luluh sandaran kursi kayu jati ukir, yang didudukinya seraya berdiri. Dan kursi itu seketika remuk lebur menjadi serbuk kayu hitam, akibat 'power'nya yang spontan bergolak. Dahsyat..! "Hahh..!" ganti kini sang Maharaja Selangit Rantak, yang berseru kaget dan terbelalak ngeri. Dia menatap kursi jati ukir istananya, yang kini telah menjadi serbuk hitam di lantai istana. "Katakan siapa yang telah membunuh kedua muridku itu..?!" seru sang Resi murka. Dan dalam kemurkaannya, dia tak lagi memandang Selangit Rantak sebagai Maharaja Saradwipa. "Yang membunuh Panglima Bagus Tuah dan Bayang Mentari, adalah seorang pendekar sakti. Dia berjuluk Pendekar Penembus Batas di Tlatah Kalpataru Resi sepuh," sahut sang Maharaja Selangit Rantak. Hatinya dipenuhi rasa ketakutan yang mencekam. Dia sangat sadar, jika ratusan bahkan ribuan prajurit pun, tak akan bisa melepaskannya dari cengkraman sang Re

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 598.

    Nampak sosok Surapati telah berada di tengah alun alun dalam keadaan terikat. Sebuah kayu gelondongan ukuran sedang, yang dipancangkan di tengah alun-alun itu. Menjadi tumpuan sosok penjahat besar itu.Nampak pula Maharaja Mahendra, agak jauh di pinggir alun-alun. Sang Mahara telah berdiri tegak, menghadap ke arah posisi Surapati. "Elang..! Majulah dan berdiri di sisiku..! Kau juga berhak menghukum Surapati dengan tanganmu..! Karena perbuatan fitnah kejinya padamu..!" seru sang Maharaja Mahendra"Baik Paduka Yang Mulia..!" sahut Elang, seraya masuk ke dalam area eksekusi itu. Elang pun kini berdiri di sebelah sang Maharaja Mahendra. "Surapati..! Jika ada yang hendak kaukatakan disaat terakhirmu..! Katakan saja sekarang..!" seru lantang sang Maharaja. "Hahahaa..! Hal terakhir yang akan kukatakan hanya satu..! Jiwaku akan selalu menitis, dan menjadi musuh abadi bagi leluhur tlatah Kalpataru dan keturunannya..!!" seru lantang Surapati. "Baik..! Dan seluruh keturunan Tlatah Kalpata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 597.

    "Hidup Maharaja Palapa yang baru..!!" Teriak seorang dari rombongan itu. Dan tentu saja hal ini menjalar dengan cepat. "Hidup Maharaja Danuthama Syailendra..!!" "Jayalah Tlatah Palapa..!!" "Bangkitlah Palapa..!!" Seruan-seruan kegembiraan terdengar riuh rendah, di pendopo istana Belupang pagi itu. Suatu pagi yang akan mengawali babak baru, bagi perubahan besar Tlatah Palapa, menuju puncak kejayaannya..! *** Sementara itu di dalam istana kerajaan Kalpataru. Saat itu tengah digelar pertemuan besar, membahas hukuman bagi Surapati. Seorang penjahat 'besar' bagi Tlatah Kalpataru, dan juga bagi Elang yang telah difitnah olehnya. Nampak sosok Surapati berlutut ditengah-tengah pertemuan itu. Tubuhnya dalam keadaan terbelenggu. Ya, Elang telah memusnahkan 'power' dalam diri Surapati, dan menotok pusat energinya. Agar Surapati tak bisa menghimpun kekuatannya kembali. Kini Surapati benar-benar tak berdaya. Dia hanya bisa menjawab atau menanggapi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 596.

    Seruan sang Maharaja Mahendra lantang menggema. Mengingatkan rakyat dan seluruh pasukkannya, agar tak terlalu larut dalam kegembiraan. Ya, adalah ironis jika bergembira berlebihan, sementara banyak pula prajurit Tlatah Kalpataru yang gugur, dalam mempertahankan kejayaan Kalpataru. Termasuk ayahanda sang Maharaja sendiri, Begawan Ekapaksi..! Perang..! Satu kata yang tak menimbulkan manfaat sedikitpun, bagi yang menang ataupun kalah..! Akhirnya semua pihak langsung kerja bhakti, bergotong royong membersihkan, dan mengurus mayat-mayat yang berserakkan. Tentu saja mereka memilah, mana koban pasukkan musuh, dan mana korban dari pasukkan Tlatah Kalpataru. Bahkan tawanan perang musuh pun disuruh ikut serta, mengumpulkan korban-korban dari pihak mereka sendiri. Tak ada kesewenang-wenangan dari pihak Tlatah Kalpataru. terhadap para tawanan perang yang hanya berpangkat prajurit itu. Ya, karena hakekatnya para prajurit hanyalah korban. Mereka sama sekali tak memiliki pilihan lain, selai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status