แชร์

Bab 015. PAMIT DAN PASRAH

ผู้เขียน: BayS
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-04 00:04:04

"Ah, Elang.." desah kaget Bu Nunik.

Bu Nunik terdiam agak lama, perlahan sepasang matanya beriak basah, lalu air mata pun menggulir di kedua pipinya tanpa bisa di tahannya lagi.

Ya, Bu Nunik teringat saat Elang pertamakali datang ke panti, dia teringat saat Elang berbicara pertamakalinya.

Dan ia juga teringat masa-masa sedih dan gembiranya saat merawat Elang. Anak yang sudah dianggapnya bagai anak kandungnya sendiri.

Namun Bu Nunik juga sadar. Jika Elang kini mempunyai kehidupan yang harus dijalaninya sendiri, sebagai seorang lelaki normal.

Mencari hasil penghidupan yang cukup dan layak, serta mencari jodohnya. Maka tidak bisa tidak, dia harus merelakan Elang pergi dari panti. Dan dia tak berhak melarangnya.

Elang yang melihat buliran air mata berlinang dari kedua pipi ibu asuhnya itu, segera mendekat dan memeluknya dengan mata yang ikut memerah.

Tak bisa tidak, di lubuk hatinya Elang sudah menganggap Bu Nunik sebagai ibunya sendiri.

Wanita yang dengan sabar dan telaten meraw
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 016. KORBAN PERTAMA

    "Tante dan Mas Bas sudah pasrah Elang. Kami ikhlas, jika takdir mengharuskan kami hidup tanpa anak,” ucap Halimah. “O iya, sebentar Elang. Tante ke kamar dulu,” ucap Halimah. Halimah lalu beranjak masuk ke dalam kamarnya, ia membuka lemari kamarnya dan menarik laci dalam lemarinya. Nampaklah beberapa tumpukkan uang merah, yang terikat berjajar rapih di sana. Diambilnya 2 buah ikatan uang merah dan dimasukkannya ke dalam sebuah amplop warna coklat, yang juga tersedia di laci itu. Halimah pun bergegas kembali keluar dari kamarnya, lalu duduk kembali di kursinya.“Elang. Tante dan Mas Bas akan merasa sedih sekali, jika membiarkan kamu pergi merantau tanpa memberikan sedikit bekal. Terimalah ini Elang, dan jangan menolak pemberian Tante yang satu ini,” ucap Halimah dengan setengah memaksa Elang, untuk menerima amplop coklat dari tangannya. Halimah tahu, Elang pasti akan menolak pemberiannya, jika diberikan tanpa kata-kata yang tepat. Benar saja. Elang yang tadinya bersiap hendak me

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-04
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 017. HASRAT BERGOLAK

    "Mengapa harus malu Elang. Memang harus begini caranya membuat anak,” ucap Halimah yang terlihat mulai lupa diri. Terhanyut oleh hasrat jiwanya. Elang pun kembali terdiam dengan hati yang semakin berdebar, dan jantung seolah terpompa lebih cepat. Elang memang sangat awam dalam hal itu. Bahkan menonton video vulgar, seperti rekan-rekan prianya di Betamart saja, dia enggan.“Waawh..! Besar, kokoh, dan panjang Elang..!” seru Halimah seraya terpana dan tertegun sejenak. Saat dia melihat sesuatu yang telah tegak berdiri dan mengacung, di depan wajahnya yang kini tengah berjongkok. Setelah dia baru saja melepas pakaian terakhir Elang. “Akhs..! Tanntee..!” lenguh Elang bergetar. Saat sesuatu yang hangat, basah, dan dan agak kesat, terasa mulai menyapu dan melumat miliknya yang paling pribadi.Elang berusaha menarik bokongnya ke belakang, namun kedua tangan tante Halimah menahan di belakang bokong Elang yang padat berisi itu. “Ahhh..! Tante.. g-geli...” hanya kata itu yang bisa diucapkan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-04
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 018. SESAL, LAPAR, DAN BERBAGI

    “Elang. Sekarang giliranmu mandi sayang,” ucap Halimah, saat dia selesai mandi dan keluar dari dalam kamar mandi. “Baik Tante,” sahut Elang sambil beranjak ke kamar mandi. Hati Elang masih dipenuhi rasa sesal dan bersalah pada tantenya itu. Halimah kembali membuka laci lemarinya, saat Elang masuk ke kamar mandi. Kembali dia mengambil 2 buah ikatan uang merah, dan menuju ke ruang tamu. Halimah cepat memasukkan 2 ikatan uang merah itu, ke dalam ransel milik Elang. Ya, Halimah merasa sangat puas dan berterimakasih pada Elang, yang telah coba membantu mewujudkan keinginannya memiliki anak. Namun sesungguhnya terselip juga rasa terimakasih lain di hatinya. Karena Elang telah membuatnya menjadi wanita sempurna, yang mengenal apa itu rasa dan arti sebuah ‘kenikmatan puncak’. Hal yang sama sekali tak pernah dirasakannya selama ini.!Selesai mandi, Elang segera mengenakan pakaiannya kembali, yang tadi sempat tercecer di lantai kamar. Elang ingin segera pergi dari rumah itu, karena ras

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-05
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 019. DERU HATI FRISCA

    ‘Duh..! Maafkan Bapak, Arum. Hasil penjualan bapak hari ini cuma 20 ribu rupiah. Belum bisa buat beli sepatu dan tas sekolahmu yang sudah sobek-sobek itu. Sabar ya Nak. Bapak juga belum makan, kalau bapak makan. Nanti tak ada uang, yang bisa bapak bawa pulang buat ibumu masak besok.’ Elang pun ikut merasa trenyuh, mengetahui bisikkan hati bapak pedagang perabotan itu. “Pak, nasi lagi seporsi ya. Pakai ayam bakar, tempe goreng dan sayur asem Pak,” ucap Elang, pada pemilik warung yang menatapnya sejenak karena heran. Namun akhirnya di ambilkannya pesanan Elang, lalu diletakkannya di atas meja depan Elang. Elang langsung membawa piring itu keluar sambil memesan teh manis hangat, untuk minumannya pada pemilik warung. “Maaf Pak. Ini ada makanan sudah saya pesan, tapi teman saya nggak datang. Mungkin ini rejeki Bapak, diterima ya Pak,” ucap Elang ramah. “Ohh, ehh..! Baiklah Mas. Saya terima ya, terimakasih” ucap bapak paruh baya itu, dengan wajah gembira dan bersyukur. Elang kembali

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-05
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 020. NIAT JAHAT YANG GAGAL

    Sementara orang-orang di sekitar yang melihat kejadian itu pun mulai berkerumun. Mereka sengaja menghalangi mobil Frisca. Agar Frisca tak bisa melarikan diri. Elang baru tiba di tempat itu, saat ia melihat kerumunan orang-orang di pinggir jalan. Lokasinya tepat di seberang stasiun Lenteng Agung. Elang melihat sebuah mobil berwarna merah. yang dikerumuni orang. Mereka nampak memagari mobil itu, sambil mencaci maki pengemudi di dalamnya. Dan dari balik kaca jendela terlihat, pengemudi mobil itu ternyata adalah seorang wanita cantik. Elang juga melihat seorang anak muda berseragam SMA, yang tergeletak tak jauh dari mobil itu. Anak muda itu juga sedang di kerumuni orang-orang. Maka Elang menyimpulkan telah terjadi kecelakaan dengan anak muda itu sebagai korban. Dan wanita cantik pengemudi mobil merah itu yang menabraknya. Elang lalu mengamati anak muda itu, tak ada yang serius atau parah sekali pada kondisinya. Di bagian kaki yang celananya sobek, tampak memar-memar dan berdarah.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-05
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 021. TAWARAN MENGINAP

    "Ohh.. Maaf ya Mas, saya kaget tadi," ucap cewek si Rendi, merasa menyesal memarahi Elang.Elang masih mengurut-urut otot kaki Rendi yang bergeser, agar tidak terjadi pembengkakan dan memar di sekitarnya. “Sudah selesai. Sekarang tinggal mengobati luka-lukamu saja Dek. Sebaiknya kita ke klinik saja ya, biar tidak terlalu mengantri,” ucap Elang mengajukan pendapatnya. “Iya benar Mas, sebaiknya kita ke klinik saja. Kaki saya sudah normal kok dan tidak sakit lagi,” ucap Rendi. “Baiklah kita cari klinik terdekat ya,” ucap Frisca, seraya menghidupkan goggle mapnya. Frisca lalu mengklik ‘search’, untuk mencari klinik terdekat. "Wah, ada nih..!" seru Frisca. Mobil pun berjalan kembali menuju ke klinik terdekat, yang memang berada di dekat lokasi mereka saat itu. Elang memangku kembali ransel eigernya, saat dia kembali duduk di samping pengemudi cantik itu. Tak lama kemudian, mereka pun sampai di klinik terdekat di daerah Kebagusan. Elang membantu memapah Rendi masuk ke dalam klinik,

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-06
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 022. SUARA KERAS DI ATAP

    "Hmm. Frisca, kamu tahu hubungan ayah dengan ayah Aldi sangat dekat. Dan melalui ayahnya Aldi itu, ayah selalu mendapatkan proyek-proyek besar selama ini, untuk kehidupan. Dan baru kali ini ayah mendapat ‘teguran keras’ dari ayahnya Aldi, Frisca. Pak Bernard bilang, kau telah mempermalukan putranya di depan publik, benarkah demikian Frisca..?!” tanya sang ayah, dengan nada meninggi meminta penjelasan dari Frisca. “Di..a dia berselingkuh dengan wanita lain di restoran Ayah,” jawab terbata Frisca, dengan wajah memerah marah dan mata berkaca-kaca. Benak Frisca jadi kembali teringat bayangan Aldi, yang disandari mesra oleh wanita lain. “Hmm. Rupanya itu penyebab kamu marah dan menamparnya Frisca,” wajah sang ayah pun menjadi bertambah kelam. Ya, Wahyu seketika berada dalam dilema. Jika masalahnya adalah kesalah pahaman atau Frisca yang sedang khilap. Mungkin solusinya cukup dengan menyuruh Frisca meminta maaf pada Aldi dan ayahnya, dan masalah pun selesai. Namun ternyata yang men

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-06
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 023. DOMPET KETINGGALAN

    "Tak apa Frisca. Ayah malah senang ada yang menemani Pak Rustam berjaga di pos,” sahut pak Wahyu tersenyum. “Maaf Pak, kalau boleh saya bertanya. Apakah Bapak mempunyai musuh di sekitar Bapak..?” tanya Elang. “Hei..! Apakah kau mengetahui sesuatu Elang..?” tanya pak Wahyu, dengan wajah berubah menjadi penasaran dengan maksud pertanyaan Elang. “Suara keras itu sungguh tak wajar Pak. Sepertinya ada seseorang yang mengirim sesuatu, pada rumah dan keluarga Bapak,” sahut Elang, terpaksa dia langsung bertanya pada Wahyu. Karena sesuatu yang dikirimkan orang pada keluarga Frisca ini sangat ganas dampaknya, jika sampai terlambat di tangani. Dan Elang mengenal itu adalah ajian Jala Neraka. 'Hmm. Kiriman dukun yang cukup mumpuni', bathin Elang.“Sebutkan nama yang mengirimkan sesuatu itu pada saya Elang. Jika kamu memang mengetahui sesuatu. Menurutmu apakah maksud dari suara keras tadi Elang..?!” Wahyu belum berani menduga, siapa pihak yang berniat jahat pada keluarganya. Walau selintas

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-06

บทล่าสุด

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 332.

    'Wah..! Gadis yang masih belum pernah digoyang sepertinya ini', gumam bathin sang pemuda bercodet penuh hasrat. "Kalau begitu silahkan kau mandilah dulu. ! Aku menunggu kau selesai..!" seru Ratih kesal, seraya membalikkan tubuhnya. Ratih beranjak hendak kembali ke gubuk. Dia sebenarnya marah dan risih. Melihat mata jelalatan berminyak si pemuda codet, saat menatap tubuhnya tadi. Namun menyadari keadaan dirinya, yang memang hanya menutupi tubuhnya dengan kain. Maka Ratih memutuskan untuk kembali dulu ke gubuk, dan berganti pakaian di sana. Melihat calon 'kelonannya' beranjak hendak pergi. Tentu saja si codet tak bisa tinggal diam. Hasrat dalam dirinya sudah terlanjur membara di pagi hari itu. "Hei..! Mau kemana kau gadis denok..?!" Srath..! Pemuda codet itu berseru, seraya melesat cepat dari dalam sungai. Taph. ! Sosok si codet mendarat ringan di depan Ratih, yang tengah menuju ke gubuk. Nampak badan si codet masih basah dengan air, begitu juga celana kain yang dipakainya basah

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 331.

    "Ahh..! Terimakasih Elang," ucap Ratih lirih. Kini wajah pucatnya telah kembali memerah segar. Setelah racun asap hitam yang terhirup olehnya, berhasil dimusnahkan oleh Nyi Naga Biru tadi. "Bukan apa-apa Tuan Putri. Sekarang tunggulah sebentar di sini ya. Biar kuambil dulu perbekalan kita yang tertinggal di rumah itu," ucap Elang tersenyum lembut. Ratih hanya menganggukkan kepalanya, hatinya mulai luluh dengan sikap lembut Elang terhadapnya. Slaph..! Elang langsung melesat lenyap dari hadapan Ratih. 'Ahh..! Kenapa aku tak bisa lagi membenci dirinya sekarang? Ternyata dia sungguh dewasa dan lembut dalam usianya. Namun aku takut dan malu, jika dia membaca isi hatiku', bathin Ratih. Kini dia menyesal, karena telah meremehkan peringatan Elang soal pasukan Panglima Api. Ternyata apa yang diduga dan dikatakan Elang benar. Bahwa pasukan Panglima Api telah menguasai istana Kademangan. *** Keesokkan harinya terjadi kegegeran di tlatah Kalpataru dan sekitarnya. Seluruh perguruan sila

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 330.

    "Sungguh biadab gerombolan Panglima Api itu..! Baiklah Bapak, ada sesuatu yang harus saya lakukan. Biarlah mayat kedua orang brengsek itu saya bawa, dan memvuangnya keluar batas wilayah ini," maki Elang geram, seraya beranjak pamit pada sang bapak. Elang melangkah kembali ke dalam ruangan tengah, yang nampak sudah dibersihkan oleh ibu dan anak perempuannya itu. Dilihatnya dua sosok tubuh tanpa kepala, dari dua orang berpakaian hitam itu. Kini kedua mayat itu telah dijajarkan di lantai, oleh ibu dan anak perempuannya. "Ibu, Adik. Biar saya bawa kedua mayat ini." Seth..! Slaph! Elang berkata seraya melesat meraih dua sosok mayat itu, dan langsung melesat lenyap melalui pintu rumah yang memang saat itu terbuka lebar. "Tuan Pendekar..! ... Ahh! Sungguh bodoh aku tak menanyakan namanya sejak tadi Bu..!" seru si bapak menyesali dirinya. "Aduh..! Ibu juga lupa bertanya padanya Kangmas," seru si ibu, dengan rasa sesal yang sama. Taph..! Brugh..!! Elang hinggap di atas pagaran kayu-ka

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 329.

    "Aduhhs..!" Braghk..! Teriak sang Ibu mengaduh, sosoknya terhuyung menabrak dinding kamar. Akibat tendangan pria kasar itu. Namun dia tetap keukeuh tak mau keluar dari kamarnya. "Hei perempuan keras kepala! Keluar dari kamar, atau kugorok batang leher suamimu ini..!" ucap lelaki berpakaian hitam yang satu lagi dari luar kamar. Rupanya suami wanita itu telah ditelikung, dengan leher berkalungkan golok tajam yang berkeredepan. Golok itu siap ditarik, untuk menggorok leher sang suami. Sementara sang suami sendiri terlihat pasrah tak berdaya, dalam telikungan orang berpakaian hitam tersebut. "Kangmas..! Aduhh..! Ja-jangan bunuh suamiku Paman..! Aduh..! Bagaimana ini..?! Huhuhuu..!" seru panik sang wanita, dirinya menjadi bingung memilih, di antara pilihan yang sama beratnya. "Ibu..! Cepat Ibu keluar saja, biarkan Paman jahat itu memperkosaku. Selamatkan Bopo, Ibu..! Tsk, tsk..!" seru putrinya yang masih berusia 14 tahun itu, seraya terisak pedih. Ya, dia merasa sudah tak ada harap

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 328.

    'Baik Elang! Aku percaya padamu! Aku akan tetap setia pada kerajaan Kalpataru, hingga tetes darah terakhirku..!' tegas bathin Suralaga. Dia merasa yakin, jika pemuda utusan dari Maharaja Kalpataru benama Elang itu, pasti bukanlah orang sembarangan. "Tuan Putri, aku ingin bicara denganmu sebentar," ucap Elang, saat dia melihat Ratih langsung saja ingin memasuki kamarnya. "Katakan saja yang ingin kau bicarakan Elang," sahut Ratih seraya menahan langkahnya, dia pun berbalik menuju ke ruang tengah rumah. Nampak satu set meja kursi ukir dari kayu jati telah tersedia di sana. Lalu Ratih pun duduk, diikuti oleh Elang yang juga ikut duduk di seberang Ratih. "Tuan Putri, sebaiknya kita tidak bermalam di sini. Aku merasa Kademangan ini sudah dikuasai oleh pasukan Panglima Api," ujar Elang membuka percakapannya. "Elang..! Aku peringatkan kau..! Jangan menduga sembarangan tanpa bukti..! Apa buktinya, kalau kademangan ini sudah dikuasai oleh Panglima Api?!" seru Ratih, yang langsung emosi m

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 327.

    "Paman Suralaga. Aku ditugaskan Ayahanda Prabu Mahendra Wijaya, untuk mengawasi adanya gerakan pemberontakkan. Pemberontakkan yang dihembuskan oleh 5 Panglima Petaka, murid dari Resi Mahapala. Kelima Panglima Petaka itu diduga telah menyusup ke wilayah 5 kerajaan bawahan Kalpataru. Sekarang harap Paman Suralaga berkata jujur. Apakah memang ada salah satu pasukan pemberontak, dari kelima Panglima Petaka itu di kerajaan Dhaka ini..?" Ratih menjelaskan, sekaligus bertanya penuh selidik pada Suralaga. "Ampun Gusti Putri, hamba sama sekali tidak mengerti mengenai masalah itu. Kiranya hanya Prabu Samaradewa di istana, yang punya pengetahuan soal itu. Karena sang Prabu pasti memiliki para telik sandi, yang tersebar di seluruh wilayah kerajaan Dhaka ini," sahut Suralaga, seraya menundukkan wajahnya. 'Degh!' "Hmm. Ada yang tak jujur dalam perkataan Suralaga ini', bathin Elang berdesir seketika. Dia mengetahui dan bisa menangkap sinyal 'kedustaan', dalam ucapan Suralaga itu. Namun Elang

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 326.

    "Hhhh..!" Elang hanya menghela nafas kesal menyaksikan kejadian itu. Dia tak menyalahkan Ratih, jika gadis itu sampai menghabisi nyawa prajurit sial, dan kurang ajar itu. Dia hanya menyesalkan kejadian itu terjadi, di hari pertama pengembaraannya di tanah masa silam ini. "Wanita keji..! Sebutkan namamu dan apa tujuanmu masuk ke wilayah kadipaten Kalimaja ini..?!" seru seorang prajurit, dengan hati bergetar ciut. Kini dia menyadari, bahwa wanita yang mereka hadapi ini bukanlah wanita sembarangan. Seth..! Plukh..! Ratih melemparkan plakat emas kerajaan pusatnya, yang jatuh tepat di hadapan para prajurit itu. "Hahh..?! P-plakat utusan dari kerajaan Kalpataru..!" seru gugup seorang prajurit, yang mengenali benda itu. Seketika bulu kuduknya meremang ngeri, tubuhnya pun langsung lemas bagai tak bertulang. Rekan prajurit lainnya yang tiga orang itu, juga terlihat gemetar dengan wajah pucat pasi. Kini mereka semua sadar, bukan tidak mungkin wanita jelita yang tampak sederhana itu adal

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 325.

    "Hati-hati Gusti Putri..! Hati-hati Elang..! Semoga restu para Dewa selalu bersama kalian," seru Ki Jagadnata, pada mereka berdua. "Hati-hati Gusti Putri! Mas Elang! Kembalilah dengan selamat!" seru Cendani serak. Ada perasaan kehilangan yang menggigit hatinya, saat melihat Elang mulai menghela kudanya menjauh bersama sang putri. Ya, sebuah rasa yang tak pernah dia pahami, kini mulai meraja di hati Cendni. Pada siapa..?! Tentu saja pada pemuda asing bernama Elang itu! Setelah membetulkan letak buntalan kain perbekalannya, Elang pun memancal si 'Keling', untuk mengejar sang Putri yang telah agak jauh di depannya. "Hsaahh!" si Keling kini menambah kecepatan larinya, mengejar kuda Ratih Kencana. Gadis itu bahkan tak pernah menoleh sekalipun ke arah Elang, yang berada di belakangnya. Hanya terkadang saja sang putri melambatkan lari kudanya. Untuk menunggu Elang sejajar dengannya, lalu memberitahukan arah yang akan mereka lalui. Setelah itu kembali sang Putri mendahului, dengan 'mem

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 324.

    "Hiyaahh..!" Byaarsh..!Seketika muncul cahaya hijau terang menyelimuti sosok Elang, tepat saat dua larik cahaya hitam lontaran Singayudha menghantam. Blaarsh..! Spraath..! Dua larik cahaya hitam ambyar seketika. Tak mampu menembus selubung cahaya hijau terang milik Elang. "Hah..?! Tak mempan..!" seru sekalian orang, yang menyaksikan hal itu. 'Gila si Elang ini..!' seru bathin Ratih. Ratih cukup paham dengan kekuatan aji 'Singa Putih Mencabik Langit' milik Singayudha itu. Ajian yang bahkan mampu menumbangkan seekor gajah liar sekalipun. Namun berhadapan dengan Elang, pukulan itu bagai tak ada 'taji'nya sama sekali. Hanya Ki Jagadnata saja, yang tak nampak terkejut dengan kejadian itu. Karena dia memang sudah sangat yakin dengan kemampuan Elang. Ya, Senopati Singayudha sepertinya masih harus belajar 100 tahun lagi, jika ingin setara dengan Elang. Ki Jagadnata hanya tersinyum simpul, melihat hal itu. 'Hmm. Baiklah, akan kuterapkan kekuatan baruku padanya sebagai uji coba', bath

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status