Home / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 069. TAWARAN DAN INTIMIDASI

Share

Bab 069. TAWARAN DAN INTIMIDASI

Author: BayS
last update Huling Na-update: 2025-02-19 13:18:09

‘Kau luar biasa Mas Elang, siapakah dirimu sebenarnya?’ bathin Nadya penasaran.

Ya, Nadya merasa sangat ingin mengenal pemuda ini lebih jauh.

“Baiklah. Tapi saya nggak bisa berlama-lama Mbak Nadya,” ucap Elang akhirnya.

Akhirnya mereka berdua menaiki tangga teras rumah Nadya, yang terbuat dari batu granit itu.

Lalu Nadya menekan bel rumahnya di sisi pintu rumah, yang berdaun pintu 2 dan terbuat dari kayu jati ukir itu.

Tak lama pintu pun terbuka, muncul sosok tubuh wanita agak sepuh dari dalamnya,

“Wah..! Non Nadya! Syukurlah, bibi ikut cemas mendengar kabarmu dari Ibu,” ucap bi Yuli, yang langsung memeluk Nona majikkannya itu.

“Buu..! ini Non Nadya sudah pulang Buu..!” seru bi Yuli senang, sambil mengiringi Nadya masuk ke dalam rumah mewah dan megah itu.

"Mas Elang duduk dulu ya," ucap Nadya tersenyum manis, persilahkan Elang duduk di sofa berkelas ruang tamu rumahnya.

“Ehh, lupa! Masnya silahkan duduk dulu ya. Mau minum apa Mas?” tanya bi Yuli, setelah Elang duduk di kursi
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 070. PANAS HATI ELANG

    'Hmm. Jadi semua ini, hanya karena soal ahli waris perusahaankah?’ bathin Elang. Dia sangat terkejut dan marah, mendapati orang yang merencanakan penculikkan dan pembunuhan atas diri Nadya. Ternyata adalah sanak familinya sendiri. “Sebaiknya kita makan siang bersama dulu sekarang. Kau juga pastinya lapar ya Elang,” ucap Sundari akhirnya sambil tersenyum. Lalu dia mengajak semuanya, menuju ke meja makan keluarga. Makan siang hari itu cukup hangat dirasakan olrh Elang. Walau dia merasa agak kurang nyaman, dengan tatapan benci dan kurang bersahabat dari Setyono dan Freddy. 'Sesungguhnya mereka berdua, adalah ‘musuh dalam selimut’ bagi keluarga ini!' bathin Elang geram. Akhirnya, setelah acara makan siang selesai. Elang pun pamit pulang pada keluarga Bambang. Saat dia hendak menyalami Freddy, yang sejak tadi memandang sinis padanya. Maka terdengar ucapan tajam, yang sangat membuat hati Elang terbakar, “Lho kok buru-buru Mas..? Langsung saja kamu bilang minta berapa untuk jasa kam

    Huling Na-update : 2025-02-19
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 071. BONGKAR DAN SERANGAN

    Elang berniat berbicara dengan ayahnya Nadya secara hati-hati, tentang niat jahat saudaranya. Dan Elang sadar, membicarakan hal ini sangatlah peka, dan bisa mengakibatkan salah paham ayah Nadya pada dirinya. Satu-satunya jalan yang mau tak mau harus di lakukannya, adalah, membuktikan kemampuannya di hadapan ayah Nadya. Itulah hal yang akan bisa ‘membuka mata’ ayah Nadya. Bahwa apa yang akan di katakannya nanti, adalah berdasarkan sesuatu hal yang bisa di pertanggung jawabkan. Bukan hanya sekedar tuduhan tanpa dasar..!Ngunngg..! Si Biru milik Elang pun terus melesat di jalan raya, menuju kediaman Nadya. Melintasi jalan-jalan yang kini mulai dihapal oleh Elang. Tak lama kemudian, Elang pun sampai di depan gerbang pagar kediaman rumah Nadya. Nadya yang memang malam itu sengaja menunggu Elang di teras rumahnya. Gadis cantik itu pun langsung melihat kedatangan Elang. Nadya langsung memerintahkan securitynya, untuk membukakan gerbang pagar bagi Elang. Elang pun masuk, lalu memarki

    Huling Na-update : 2025-02-19
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 072. TERKUAK DAN DILAPORKAN

    Doorr..! Seth..! Suara pistol menyalak terdengar. Elang langsung melesatkan tubuhnya ke samping kanan. Lalu cepat dia menangkap sebuah benda yang berdesing, di tempat tadi dia berada. Clapsh..!Telapak tangan Elang telah dilambari dengan tenaga dalamnya, hingga terlihat merah membara. “Brengsek..! Siapa yang menembak..!” seru Bambang, sambil beranjak merunduk di belakang kursi teras. Elang membuka genggamannya, dan terlihat sebutir peluru tajam di sana. Di liriknya ke arah tembakan itu berasal. Dan langsung tertangkap oleh mata tajamnya, seseorang tengah membidikkan lagi pistolnya ke arah dirinya. Seth..! Wessh..! Elang segera melesatkan butiran peluru di tangannya, ke arah penembak itu. Lesatan peluru Elang sangat cepat, karena hampir sebagian tenaga dalam Elang di kerahkan. Cracksh..! "Arghss..!!” si pembokong itu berseru keras kesakitan. Di saat lesatan peluru yang dilemparkan Elang tepat mengenai tangannya yang memegang pistol. Klaghk..! Pistolnya pun terpental, sement

    Huling Na-update : 2025-02-19
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 073. AKHIR PENGKHIANATAN

    "Baik sekali Elang. Seharusnya memang seperti itu yang akan terjadi," ucap Bambang membenarkan analisa Elang. Sementara itu dari kejauhan, di ujung blok rumah Bambang Hermawan. Nampak sepasang mata mengamati kejadian yang berlangsung di rumah targetnya. Dan orang ini tak lain adalah Tarjo, yang bertugas mengawasi kondisi di sekitar rumah pak Bambang dari kejauhan. Melihat kegagalan aksi kedua rekannya. Tarjo pun enggan untuk kembali, dan melaporkan langsung pada Freddy, ‘Itu sama saja cari bonyok dan konyol di hajar Freddy’, bathinnya. Akhirnya dia memilih melaporkan saja via ponsel pada Freddy. Lalu dia berniat meninggalkan kota Jogja sejauh mungkin. ‘Ini pasti akan melibatkan polisi’, bathinnya. Ya, cukup cerdik juga cecunguk bayaran yang satu ini. Hehe. Tutttt...Tuttt.! Klik.! "Halo Tarjo bagaimana?! Berhasil kan?!” sentak Freddy langsung. “Kami gagal. Yono dan Kelik tertangkap Bos,” sahut Tarjo tenang. Klik.! Tarjo langsung mematikan ponselnya.

    Huling Na-update : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 074. DUEL BEDA GENERASI

    Mbah Kromo Sagirat murka, karena menganggap keluarga Bambang telah menyebabkan keluarga cucunya hancur. Rupanya diam-diam Mintarsih istri Setyono, dia langsung menghubungi dan mengadu pada kakeknya itu. Mintarsih mengatakan pada sepuhnya itu, perihal laporan Bambang pada polisi. Hal yang mengakibatkan suami dan anaknya, kini harus mendekam di kantor polisi, dan terancam di penjara. Mbah Kromo Sagirat adalah salah satu sepuh kebathinan yang disegani, di daerah KarangMojo, kabupaten Gunung Kidul. Daerah yang masih masuk wilayah propinsi Yogyakarta. Sepuh itu sering menerima bantuan dari Mintarsih cucunya ini. Dan dia juga sangat sayang sejak kecil, pada cucunya yang satu ini. Mendengar Mintarsih bercerita tentang keadaannya sambil menangis, dia pun menjadi sangat murka. Mbah Kromo yang berusia nyaris 110 tahun itu pun langsung melesat lenyap, menggunakan ajian Jagad Kelana nya. Ajian yang merupakan ilmu meringankan tubuh nomor satu, di jamannya dulu. Hingga hanya dalam waktu ku

    Huling Na-update : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 075. PARANG TRITIS BERGOLAK

    "Hahahaa..! Tak kusangka aku akan menemukan lawan di penghujung usiaku. Anak muda sebutkan siapa Gurumu?! Agar aku tak menyesal menghabiskan energi bersamamu! Hahahaa!” tawa lepas Mbah Kromo. Hal yang menandakan sepuh itu sangat senang. Ya, sejujurnya Mbah Kromo sudah malas untuk turun gunung. Karena selama ini tak juga di temuinya lawan yang setanding dengannya, di tlatah Jogja dan sekitarnya. Dia lebih senang menyendiri di kediamannya, dan berniat menunggu ajalnya tiba di sana. Tapi tak di sangkanya malam ini dia bertemu lawan muda, yang membangkitkan kembali hasrat bertarungnya. Memang bagi seorang pendekar, menemukan lawan dan saling menguji kepandaian. Adalah hal paling menyenangkan bagi mereka, dibanding hal apapun juga. Maka terlepaslah kini perihal Mintarsih dari benak Mbah Kromo. Kini dia fokus hanya saling bertukar ajian dan jurus, dengan lawannya yang masih muda ini. Bagai pertarungan manusia berbeda jaman dan generasi.“Saya hanya mendapat sedikit pelajaran dari

    Huling Na-update : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 076. MALIOBORO DAN INSIDEN

    Slaph..!Elang melesat dan lenyap, untuk kembali ke rumah Bambang. Hatinya merasa senang, karena tak ada korban nyawa dalam duelnya dengan Mbah Kromo. Bahkan Mbah Kromo mengakui, jika mantu cucunya lah yang bersalah dalam masalah ini. Taph.! Sosok Elang menjejak dengan ringan, di teras rumah Bambang. Terlihat keluarga Bambang masih berada di ruang tamu, menunggu kedatangannya kembali. “Mas Elang..! Kau tak apa-apa kan Mas?” seru Nadya, orang yang pertama kali menyadari kehadiran kembali Elang. Dilihatnya pakaian Elang, yang terlihat berbintik-bintik bolong seukuran beras dengan cemas. “Saya baik-baik saja Mbak Nadya,” ucap Elang tersenyum. “Elang! Bagaimana dengan Mbah Kromo?” tanya Bambang penasaran. Jujur saja Bambang merasa cemas, jika Mbah Kromo datang lagi dan memperpanjang urusan dengannya. “Dia titip salam buat Bapak dan keluarga. Dan beliau juga meminta maaf, karena telah berlaku kasar pada keluarga Bapak. Mbah Kromo telah mengakui kesalahan mantu cucunya si Setyono

    Huling Na-update : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 077. DAN... AGAIN..!

    Slakh. ! Seseorang meluncur cepat dari belakang. Srethhk..! Sosok itu melesat cepat sambil menarik tas vagabond Nadya. Hingga lepas dari pundaknya. Ya, rupanya pelaku jambret itu mengenakan sepatu roda. “Awhh..!” tubuh Nadya pun ikut terhuyung ke depan. Beruntunglah Elang langsung merangkul Nadya, hingga dia tak terjerembab jatuh. Slaph..! Elang langsung melesat cepat, dan tiba-tiba saja dia sudah berada di depan pencuri bersepatu roda itu. ‘Hmm. Masih muda sudah mencuri’, bathin Elang kesal, sambil menarik kembali vagabond bag milik Nadya. Namun tak disangkanya, si pemuda itu balas menarik tas vagabond bag Nadya dengan kedua tangannya. Sraghh..! Gussragh..!! Pemuda itu pun jatuh terguling di atas trotoar, dan menjadi tontonan orang, yang berada di sekitar lokasi itu. Kejadian yang begitu cepat, sehingga orang-orang menganggap itu hanya kecelakaan kecil biasa. Elang tak mempedulikan orang itu, dia pun kembali ke tempat Nadya. “Ini Nadya,” ucap Elang mengangsurkan vagabon

    Huling Na-update : 2025-02-20

Pinakabagong kabanata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 349.

    "Paduka Raja. Hamba dan Nalika sudah mengamati dengan teliti, daerah sekitar markas pasukkan Panglima Api berada. Dan rasanya kita akan bisa mengatasi pasukkan mereka. Jumlah pasukan mereka sebanyak 1700 orang. Mereka juga dibantu oleh beberapa orang tokoh dari rimba persilatan. Dan celah terbaik untuk menyerang mereka, adalah dari arah belakang markas mereka paduka," Elang mengungkapkan hasil pengintaiannya, pada sang Raja beserta jajarannya. "Hmm. Kenapa harus dari belakang Elang..? Bukankah bagian belakang biasanya terpagar rapat..?" tanya sang Raja agak bingung, dengan celah penyerangan yang dikatakan Elang. "Benar Paduka Raja. Bagian belakang markas mereka memang terpagar rapat. Namun hamba akan menjebol pagar itu dengan pukulan hamba. Karena di bagian belakang markas mereka, adalah tempat mereka menambatkan ratusan kuda di sana. Kita bisa menjebol dan mengagetkan kuda-kuda itu, agar mereka berlarian panik ke tengah tengah markas. Dengan melepaskan panah api ke arah kuda, d

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 348.

    "Heii..! Siapa yang bersamamu Nalika..? Aku baru melihatnya," seru bertanya Bhasuta, dengan mata menatap tajam pada Elang. Dia bisa merasakan aura energi Elang, yang dirasanya cukup besar. Susah payah Elang menyembunyikan 'aura power'nya. Namun ternyata masih tertangkap juga oleh mata awas Bhasuta. Elang memang berhasil meredam getar energi dalam dirinya. Namun aura dasar seorang pendekar, yang memiliki power pastilah tetap nampak. Terlebih di mata orang linuwih seperti Bhasuta ini. "Ahh, dia hanya seorang pengawal pribadi yang saya bayar Panglima. Karena disaat genting ini, posisiku cukup rawan di mata pihak istana. Makanya aku harus berjaga-jaga Panglima," sahut Nalika tenang. 'Hmm. Memang masuk akal. Nalika pasti ketakutan jika rahasianya terbongkar oleh kerajaan', bathin Bhasuta, memaklumi alasan Nalika. "Baiklah Nalika. Siapa namamu anak muda?" tanya Bhasuta pada Elang. "Saya Prayoga, Tuan Panglima," sahut Elang, hanya menyebutkan nama belakangnya. "Bagus..! Bantulah Nalik

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 347.

    "Nalika. Sekarang saatnya kita ke berdua ke markas pusat Pasukan Panglima Api, di hutan Kandangmayit. Laporkan saja pada Panglima Api itu, kalau semuanya beres dan sesuai rencana. Sementara aku hendak mengamati dan mempelajari situasi di markas itu. Sebelum penyerangan pasukkan kerajaan Dhaka esok hari," ujar Elang, memberikan arahan. "Baik Mas Elang..!" sahut Nalika patuh. "Para prajurit..! Segera bereskan mayat-mayat pasukan pemberontak itu, dan berjagalah..!" seru Nalika tegas, pada para prajurit yang berada di situ. "Baik Kanjeng Adipati..!!" seru mereka semua. Taph..! Slaph..! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, dan membawanya melesat cepat, menuju ke arah selatan. Dan seperti yang sudah-sudah, Nalika hanya bisa memejamkan matanya. Dia tetap saja masih merasa ngeri untuk membuka matanya, saat dibawa Elang melesat. Dengan kecepatan yang berada diluar nalarnya itu. Dan benar saja, hanya kira-kira 15 helaan nafas saja. Elang sudah menghentikan lesatannya, dan hinggap di

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 346.

    "Ba-baik Mas Elang..! Pengawal..! Tutup pintu ruangan ini..! Jangan biarkan siapapun masuk..! Katakan saja sedang ada pertemuan, bila ada ada teman mereka yang bertanya..!" perintah Nalika, pada para prajurit yang berjaga. "Ba-baik Kanjeng Adipati..!" seru para pengawal itu. Nalika segera menuju ke ruang dalam kadipaten yang merupakan ruang keluarganya, tampak beberapa kamar di ruangan itu. Brethk..! Terdengar suara kain tersobek, di sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka. "Keparat bajingan kau..! Belum puas kau menggauli pelayan-pelayan di istana ini..?! Tidakk..!! Mmphh!" terdengar pula teriakkan seorang wanita dalam kamar itu. Ya, rupanya benar, kamar itu adalah kamar Nalika dan istrinya. "Hhh.. hh..! Hahahaa..! Menyerahlah cantik..! Kau milikku malam ini," suara kasar seorang lelaki terdengar, seraya terbahak dengan nafas memburu. Dia baru saja melumat paksa bibir ranum milik Anjani, istri sang Adipati. "Nimas Anjani..!!" Braghk..! Nalika langsung berseru marah, se

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 345.

    "Ahh..!" terdengar seruan Nalika, yang sejak tadi memejamkan kedua matanya. Dia memang sangat terkejut dan jerih, melihat betapa cepatnya lesatan Elang membawa tubuhnya. Suatu kecepatan yang baginya tak mungkin, dimiliki oleh seorang manusia. Dan Elang memang sengaja membawa Nalika, ke tempat sunyi ini lebih dulu. Untuk memberikan sedikit peringatan pada Nalika. Agar tiada lagi 'keinginan' berkhianat di hatinya, terhadap kerajaan. "Nalika..! Inilah yang akan terjadi pada tubuhmu, jika kau berani berkhianat. Kau lihatlah bukit batu di kejauhan itu," seru Elang, seraya menunjuk sebuah bukit batu. Bukit batu itu terletak sekitar ratusan langkah, dari posisi mereka berada. Seth! Daambh..! Elang acungkan genggaman tangan kanannya ke atas, lalu hantamkan kaki kanannya deras ke bumi. Grghks..! Grrghkkh..!! Bumi di sekitar area itu pun berguncang dahsyat bak dilanda gempa. Gemuruhnya bagai puluhan ekor gajah, yang berlarian menabrak pepohonan. "Jagad Dewa Bhatara..!" Seth..! Nalika

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 344.

    "Nalika..! Kau sudah dengar apa yang dikatakan Elang. Apakah kau masih hendak berkhianat atau tidak, itu terserah kau..! Namun jangan salahkan pihak kerajaan. Jika sampai seluruh keluargamu kami babat habis..! Kau mengerti..?!" seru sang Prabu, memberikan peringatan keras pada Nalika. "Ba-baik Paduka Prabu! Hamba mengerti," sahut Nalika, terbata penuh rasa gentar. "Pengawal..! Lepaskan ikatannya.!" perintah sang Raja, pada kedua pengawal yang berdiri di belakang Nalika. "Baiklah Paduka Raja. Hamba mohon diri dulu bersama Nalika. Agar kami tak terlalu malam sampai di hutan Kandangmayit," Elang pun pamit undur diri, dari hadapan Raja Samaradewa. "Baiklah Elang. Pergilah dengan restu dariku," ucap sang Prabu. Taph..! Slaphh. ! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, lalu mereka pun langsung lenyap seketika, dari ruang dalem istana. Bagai tak pernah ada di ruangan itu. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pemuda bernama Elang itu..? Baru kali ini aku mendengar dan melihatnya. Ternyata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 343.

    "A-ampun Gusti Prabu. Hanya hamba yang berkhianat dalam hal ini. Istri dan putra hamba bahkan telah mengingatkan hamba. Namun hambalah yang berkeras kepala. Panglima Api juga mengancam dan menekan hamba Gusti Prabu. Hingga akhirnya hamba tak bisa menolak, untuk berkhianat terhadap kerajaan," sahut Nalika tergagap, dengan tubuh gemetar gentar bukan main. Namun rupanya dia masih ingat, untuk meminta ampunan bagi anak dan istrinya. "Nalika..! Aku bertanya apa rencana Panglima Api pada kerajaan ini..?! Bukan soal alasanmu berkhianat! Cepat katakan, Nalika..!!" seruan sang Raja Samaradewa memgguntur, di dalam ruangan dalem istana tersebut. Hal itu membuat siapapun yang berada di dalam ruangan tergetar ngeri. Karena sang Prabu, tak sengaja telah mengeluarkan aji 'Sabdo Guntur'nya. Sebuah ajian yang memang rata-rata dimiliki oleh seorang Raja, atau pun pemimpin tertinggi. Ajian yang diperoleh dengan laku bathin yang cukup sulit. "Ba-baik Gusti Prabu. Panglima Api beserta pasukkannya a

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 342.

    "Mohon maaf, Paduka Raja. Menurut hamba adalah hal yang aneh, jika seorang Adipati tidak mengetahui persis kejadian ini. Bukankah letak istana kadipaten dan istana kademangan tidaklah terlalu jauh. Wedana Suralaga telah mengatakan pada hamba. Bahwa dia dan keluarganya kini, berada dalam tekanan pasukkan pemberontak Panglima Api itu. Namun dia tetap bersetia pada kerajaan Dhaka. Yang jadi pertanyaan hamba adalah, bagaimana seorang Adipati tidak tahu soal kejadian ini..?!" ujar Elang, seraya menyerukan keheranannya. Dan pancingan Elang pun mengenai sasarannya. "Ampun Paduka Raja. Hei..! Pengawal Gusti Putri..! Apakah kau mencurigai aku berkhianat pada kerajaan..?! Apakah kau bisa mempertanggungjawabkan tuduhanmu itu, jika tak ada bukti..?!" Nalika menghormat terlebih dulu pada sang Raja. Lalu dia berdiri berseru seolah menantang pada Elang, seraya menuding Elang dengan telunjuknya. Emosi Nalika langsung naik ke ubun-ubun, mendengar tuduhan Elang. Yang sesungguhnya memang benar ad

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 341.

    "Ahh! Silahkan Gusti Putri Ratih, Tuan Muda silahkan masuk ke dalam. Baginda ada di astana istana dalem. Mari ikuti hamba," sahut sang kepala pengawal hormat. Ya, dia segera mengenali Gusti Putrinya itu. Karena dia memang pernah berkunjung bersama rombongan Rajanya, ke istana kerajaan Kalpataru. Sampailah mereka di depan sebuah ruang megah dalam istana. Pintu masuk ruang itu tidak memiliki daun pintu. Namun dua orang prajurit istana berjaga di depan pintu itu. Kedua prajurit jaga itu memegang tombak serta perisai di tangannya, mereka mengangguk hormat saat kepala pengawal istana datang. Kepala pengawal langsung mengajak Elang dan Ratih ikut masuk bersamanya, ke dalam ruang istana dalem keraton tersebut. Sebelumnya sang Kepala Pengawal sempat menanyakan lebih dulu nama Elang. "Salam Paduka Yang Mulia. Dua utusan dari kerajaan Kalpataru, Gusti Putri Ratih Kencana datang bersama pengawalnya Elang Prayoga," ucap sang kepala pengawal, setelah dia berlutut seraya memberi hormat pada Ra

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status