Home / Urban / Sang PENEMBUS Batas / Bab 074. DUEL BEDA GENERASI

Share

Bab 074. DUEL BEDA GENERASI

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-02-20 13:06:54

Mbah Kromo Sagirat murka, karena menganggap keluarga Bambang telah menyebabkan keluarga cucunya hancur.

Rupanya diam-diam Mintarsih istri Setyono, dia langsung menghubungi dan mengadu pada kakeknya itu.

Mintarsih mengatakan pada sepuhnya itu, perihal laporan Bambang pada polisi.

Hal yang mengakibatkan suami dan anaknya, kini harus mendekam di kantor polisi, dan terancam di penjara.

Mbah Kromo Sagirat adalah salah satu sepuh kebathinan yang disegani, di daerah KarangMojo, kabupaten Gunung Kidul. Daerah yang masih masuk wilayah propinsi Yogyakarta.

Sepuh itu sering menerima bantuan dari Mintarsih cucunya ini. Dan dia juga sangat sayang sejak kecil, pada cucunya yang satu ini.

Mendengar Mintarsih bercerita tentang keadaannya sambil menangis, dia pun menjadi sangat murka.

Mbah Kromo yang berusia nyaris 110 tahun itu pun langsung melesat lenyap, menggunakan ajian Jagad Kelana nya. Ajian yang merupakan ilmu meringankan tubuh nomor satu, di jamannya dulu.

Hingga hanya dalam waktu ku
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 075. PARANG TRITIS BERGOLAK

    "Hahahaa..! Tak kusangka aku akan menemukan lawan di penghujung usiaku. Anak muda sebutkan siapa Gurumu?! Agar aku tak menyesal menghabiskan energi bersamamu! Hahahaa!” tawa lepas Mbah Kromo. Hal yang menandakan sepuh itu sangat senang. Ya, sejujurnya Mbah Kromo sudah malas untuk turun gunung. Karena selama ini tak juga di temuinya lawan yang setanding dengannya, di tlatah Jogja dan sekitarnya. Dia lebih senang menyendiri di kediamannya, dan berniat menunggu ajalnya tiba di sana. Tapi tak di sangkanya malam ini dia bertemu lawan muda, yang membangkitkan kembali hasrat bertarungnya. Memang bagi seorang pendekar, menemukan lawan dan saling menguji kepandaian. Adalah hal paling menyenangkan bagi mereka, dibanding hal apapun juga. Maka terlepaslah kini perihal Mintarsih dari benak Mbah Kromo. Kini dia fokus hanya saling bertukar ajian dan jurus, dengan lawannya yang masih muda ini. Bagai pertarungan manusia berbeda jaman dan generasi.“Saya hanya mendapat sedikit pelajaran dari

    Last Updated : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 076. MALIOBORO DAN INSIDEN

    Slaph..!Elang melesat dan lenyap, untuk kembali ke rumah Bambang. Hatinya merasa senang, karena tak ada korban nyawa dalam duelnya dengan Mbah Kromo. Bahkan Mbah Kromo mengakui, jika mantu cucunya lah yang bersalah dalam masalah ini. Taph.! Sosok Elang menjejak dengan ringan, di teras rumah Bambang. Terlihat keluarga Bambang masih berada di ruang tamu, menunggu kedatangannya kembali. “Mas Elang..! Kau tak apa-apa kan Mas?” seru Nadya, orang yang pertama kali menyadari kehadiran kembali Elang. Dilihatnya pakaian Elang, yang terlihat berbintik-bintik bolong seukuran beras dengan cemas. “Saya baik-baik saja Mbak Nadya,” ucap Elang tersenyum. “Elang! Bagaimana dengan Mbah Kromo?” tanya Bambang penasaran. Jujur saja Bambang merasa cemas, jika Mbah Kromo datang lagi dan memperpanjang urusan dengannya. “Dia titip salam buat Bapak dan keluarga. Dan beliau juga meminta maaf, karena telah berlaku kasar pada keluarga Bapak. Mbah Kromo telah mengakui kesalahan mantu cucunya si Setyono

    Last Updated : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 077. DAN... AGAIN..!

    Slakh. ! Seseorang meluncur cepat dari belakang. Srethhk..! Sosok itu melesat cepat sambil menarik tas vagabond Nadya. Hingga lepas dari pundaknya. Ya, rupanya pelaku jambret itu mengenakan sepatu roda. “Awhh..!” tubuh Nadya pun ikut terhuyung ke depan. Beruntunglah Elang langsung merangkul Nadya, hingga dia tak terjerembab jatuh. Slaph..! Elang langsung melesat cepat, dan tiba-tiba saja dia sudah berada di depan pencuri bersepatu roda itu. ‘Hmm. Masih muda sudah mencuri’, bathin Elang kesal, sambil menarik kembali vagabond bag milik Nadya. Namun tak disangkanya, si pemuda itu balas menarik tas vagabond bag Nadya dengan kedua tangannya. Sraghh..! Gussragh..!! Pemuda itu pun jatuh terguling di atas trotoar, dan menjadi tontonan orang, yang berada di sekitar lokasi itu. Kejadian yang begitu cepat, sehingga orang-orang menganggap itu hanya kecelakaan kecil biasa. Elang tak mempedulikan orang itu, dia pun kembali ke tempat Nadya. “Ini Nadya,” ucap Elang mengangsurkan vagabon

    Last Updated : 2025-02-20
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 078. PERTAMA DAN TAK TERLUPAKAN

    Kembali Elang terpana, melihat tubuh polos Nadya yang sedang membelakangi dirinya. Nampak tonjolan bokong Nadya yang sedang, mulus, dan kencang tengah bergoyang. Dengan bertumpu pada tangan kirinya menempel di dinding kamar mandi, sementara tangan kanannya sibuk di bagian bawah tubuhnya. Timbul rasa kasihan Elang pada Nadya, dia tak ingin Nadya mati lemas, karena mendaki hasratnya yang tak kunjung datang. Karena jika bukan oleh dirinya, Nadya tak akan pernah merasa tercukupkan hasratnya. ‘Ini semua gara-gara kutukan keparat itu!’ maki bathin Elang geram. Perlahan Elang mendatangi Nadya dari arah belakang. "Nadya, biar kubantu ya," bisik Elang lembut di dekat telinga Nadya. Dipeluknya lembut tubuh Nadya, sambil dikecupnya pundak mulus Nadya. "Aihhh..! M-mas Elanggsh..! Tsk, tsk..!" Nadya tersentak kaget bukan kepalang. Namun saat di rasakannya pelukkan Elang mendatangkan rasa damai dan nyaman baginya. Maka perlahan tubuh Nadya kembali relaks dan terisak. Ya, isakkan Nadya ad

    Last Updated : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 079. PERMINTAAN MENGEJUTKAN

    Hari sudah menjelang malam, suara adzan magribh pun baru saja usai berkumandang. Saat mereka berdua keluar dari penginapan itu. 'Hmm. Ternyata Kutukkan Naga Asmara tak harus dipenuhi, dengan persetubuhan secara sempurna. Asalkan si wanita mendapatkan klimaksnya dariku, maka itu sudah memenuhi kutukan itu', bathin Elang senang, dan mulai memahami. Elang memacu motornya dengan kecepatan sedang saja. Tak lama kemudian merekapun sampai di pintu gerbang rumah Nadya. Pak Moko bergegas membukakan pintu gerbang, begitu melihat Elang dan non putrinya berada di depan gerbang. “Malam Pak Moko,” sapa Elang ramah. “Malam Mas Elang, Non Nadya,” balas pak Moko sopan, sambil menutup kembali pintu gerbang setelah keduanya melintas masuk. Elang dan Nadya langsung menemui Bambang, yang tengah asyik minum teh bersama istrinya di teras rumah. “Wah, cantiknya ayah baru pulang shoping di Malioboro ya,” ucap Bambang sambil tersenyum lebar, melihat putrinya yang baru pulang bersama E

    Last Updated : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 080. TIGA PREMAN PASAR

    “Syukurlah.! Terimakasih sekali Elang!” seru Bambang merasa sangat gembira. Bahkan dia sampai hendak mencium tangan Elang. Namun Elang segera menarik tangannya dari genggaman tangan Bambang dengan rikuh. “Tak perlu sampai seperti ini Pak Bambang,” ucap Elang, sambil tersenyum. “Ahh, bagaimana tidak Elang. Kini kau adalah guruku Elang. Terimakasih atas kesediaanmu mengajarkan ilmu ‘Wisik Sukma’ pada bapak. Bapak akan mempelajarinya setekun mungkin Elang,” ucap Bambang dengan wajah berbinar bahagia. Ya, ilmu 'Wisik Sukma' adalah ilmu yang sangat penting baginya di dunia bisnis. Maka malam itu juga, Elang pun langsung membangkitkan dan mengisi tenaga bathinnya pada Bambang, di ruang kerjanya. Dan Bimo juga bisa merasakan, pada dasarnya sudah ada sedikit daya bathin dalam diri Bambang. Namun memang masih kurang terarah. Setelah itu, Elang lalu menuliskan teori dari ilmu ‘Wisik Sukma’, yang di berikannya pada Bambang. Teori itu berisi tentang cara melatih, menerapkan, serta menari

    Last Updated : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 081. AMUKKAN WONG SEPASAR

    Tentu saja para pedagang kuliner di blok itu, banyak yang merasa kaget dan heran. Sebab selama ini mereka telah membayarkannya, pada pengelola pasar yang resmi. Namun karena mereka tak mau terjadi keributan, maka terpaksa mereka memberikan uang yang diminta oleh ketiga preman tersebut. Hingga sampailah ketiga preman sangar itu, di lapak sang nenek dan cucunya itu, “Nek..! Untuk lapak Nenek kena 30 ribu perhari. Mana uangnya..?!” seru salah seorang dari mereka, yang berambut cepak dan bertato ‘jangkar’ di bagian lengannya. “Waduhh Masse. Dagangan saya belum banyak lakunya, baru ada 15 ribu yang masuk,” sahut sang nenek, merasa keberatan membayar uang yang diminta ketiga preman itu. “Haahh! Masa sih 30 ribu saja nggak ada..! Apa kau nggak bawa uang dari rumah?!” bentak si Tato jangkar lagi. “Belum ada Mas. Atau nanti siangan mas ke sini lagi, mudah-mudahan sudah ada,” sahut sang nenek tetap berusaha tenang, walau hatinya berdebar panik. Braghh.! Brakk ! Prangg..!!Kedua teman si

    Last Updated : 2025-02-21
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 082. HARU BIRU HATI ELANG

    “Arrgghkksskh..!!” Terdengar suara teriakkan narsis kesakitan 11 oktav, yang dilantunkan oleh duo preman itu bersamaan. “Hahh..!!” seru para pedagang dan pengunjung, yang menyaksikan hal itu. Ya, tadinya mereka semua menyangka tubuh Elang akan terluka parah. Akibat sabetan dan tusukkan dua preman illegal itu. Namun yang mereka lihat ternyata berkebalikkan, dari apa yang mereka bayangkan. Justru kedua preman itulah, yang kini berkelojotan menahan sakit. Nampak ketiga preman nyasar itu kini memegangi pergelangan tangan kanan mereka masing-masing, yang terjuntai bagai tanpa otot itu.Seolah sepakat, para pedagang lelaki maju serentak, mengeroyok ketiga preman pasar ilegal tersebut. "Hajaarrr..!!" seru para pedagang serentak.Bakk..! Bukk..! ... Deziggh..! Dughh! Prang..!Segala jenis pukulan, tendangan, maupun gaplokkan benda apa saja di sekitar pasar pun, menghujani tubuh ketiga preman dadakkan itu. “Adduuhhhh..!! Ammpyuuunnn biyung..!” teriakkan minta ampun ketiganya pun tak d

    Last Updated : 2025-02-21

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 349.

    "Paduka Raja. Hamba dan Nalika sudah mengamati dengan teliti, daerah sekitar markas pasukkan Panglima Api berada. Dan rasanya kita akan bisa mengatasi pasukkan mereka. Jumlah pasukan mereka sebanyak 1700 orang. Mereka juga dibantu oleh beberapa orang tokoh dari rimba persilatan. Dan celah terbaik untuk menyerang mereka, adalah dari arah belakang markas mereka paduka," Elang mengungkapkan hasil pengintaiannya, pada sang Raja beserta jajarannya. "Hmm. Kenapa harus dari belakang Elang..? Bukankah bagian belakang biasanya terpagar rapat..?" tanya sang Raja agak bingung, dengan celah penyerangan yang dikatakan Elang. "Benar Paduka Raja. Bagian belakang markas mereka memang terpagar rapat. Namun hamba akan menjebol pagar itu dengan pukulan hamba. Karena di bagian belakang markas mereka, adalah tempat mereka menambatkan ratusan kuda di sana. Kita bisa menjebol dan mengagetkan kuda-kuda itu, agar mereka berlarian panik ke tengah tengah markas. Dengan melepaskan panah api ke arah kuda, d

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 348.

    "Heii..! Siapa yang bersamamu Nalika..? Aku baru melihatnya," seru bertanya Bhasuta, dengan mata menatap tajam pada Elang. Dia bisa merasakan aura energi Elang, yang dirasanya cukup besar. Susah payah Elang menyembunyikan 'aura power'nya. Namun ternyata masih tertangkap juga oleh mata awas Bhasuta. Elang memang berhasil meredam getar energi dalam dirinya. Namun aura dasar seorang pendekar, yang memiliki power pastilah tetap nampak. Terlebih di mata orang linuwih seperti Bhasuta ini. "Ahh, dia hanya seorang pengawal pribadi yang saya bayar Panglima. Karena disaat genting ini, posisiku cukup rawan di mata pihak istana. Makanya aku harus berjaga-jaga Panglima," sahut Nalika tenang. 'Hmm. Memang masuk akal. Nalika pasti ketakutan jika rahasianya terbongkar oleh kerajaan', bathin Bhasuta, memaklumi alasan Nalika. "Baiklah Nalika. Siapa namamu anak muda?" tanya Bhasuta pada Elang. "Saya Prayoga, Tuan Panglima," sahut Elang, hanya menyebutkan nama belakangnya. "Bagus..! Bantulah Nalik

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 347.

    "Nalika. Sekarang saatnya kita ke berdua ke markas pusat Pasukan Panglima Api, di hutan Kandangmayit. Laporkan saja pada Panglima Api itu, kalau semuanya beres dan sesuai rencana. Sementara aku hendak mengamati dan mempelajari situasi di markas itu. Sebelum penyerangan pasukkan kerajaan Dhaka esok hari," ujar Elang, memberikan arahan. "Baik Mas Elang..!" sahut Nalika patuh. "Para prajurit..! Segera bereskan mayat-mayat pasukan pemberontak itu, dan berjagalah..!" seru Nalika tegas, pada para prajurit yang berada di situ. "Baik Kanjeng Adipati..!!" seru mereka semua. Taph..! Slaph..! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, dan membawanya melesat cepat, menuju ke arah selatan. Dan seperti yang sudah-sudah, Nalika hanya bisa memejamkan matanya. Dia tetap saja masih merasa ngeri untuk membuka matanya, saat dibawa Elang melesat. Dengan kecepatan yang berada diluar nalarnya itu. Dan benar saja, hanya kira-kira 15 helaan nafas saja. Elang sudah menghentikan lesatannya, dan hinggap di

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 346.

    "Ba-baik Mas Elang..! Pengawal..! Tutup pintu ruangan ini..! Jangan biarkan siapapun masuk..! Katakan saja sedang ada pertemuan, bila ada ada teman mereka yang bertanya..!" perintah Nalika, pada para prajurit yang berjaga. "Ba-baik Kanjeng Adipati..!" seru para pengawal itu. Nalika segera menuju ke ruang dalam kadipaten yang merupakan ruang keluarganya, tampak beberapa kamar di ruangan itu. Brethk..! Terdengar suara kain tersobek, di sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka. "Keparat bajingan kau..! Belum puas kau menggauli pelayan-pelayan di istana ini..?! Tidakk..!! Mmphh!" terdengar pula teriakkan seorang wanita dalam kamar itu. Ya, rupanya benar, kamar itu adalah kamar Nalika dan istrinya. "Hhh.. hh..! Hahahaa..! Menyerahlah cantik..! Kau milikku malam ini," suara kasar seorang lelaki terdengar, seraya terbahak dengan nafas memburu. Dia baru saja melumat paksa bibir ranum milik Anjani, istri sang Adipati. "Nimas Anjani..!!" Braghk..! Nalika langsung berseru marah, se

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 345.

    "Ahh..!" terdengar seruan Nalika, yang sejak tadi memejamkan kedua matanya. Dia memang sangat terkejut dan jerih, melihat betapa cepatnya lesatan Elang membawa tubuhnya. Suatu kecepatan yang baginya tak mungkin, dimiliki oleh seorang manusia. Dan Elang memang sengaja membawa Nalika, ke tempat sunyi ini lebih dulu. Untuk memberikan sedikit peringatan pada Nalika. Agar tiada lagi 'keinginan' berkhianat di hatinya, terhadap kerajaan. "Nalika..! Inilah yang akan terjadi pada tubuhmu, jika kau berani berkhianat. Kau lihatlah bukit batu di kejauhan itu," seru Elang, seraya menunjuk sebuah bukit batu. Bukit batu itu terletak sekitar ratusan langkah, dari posisi mereka berada. Seth! Daambh..! Elang acungkan genggaman tangan kanannya ke atas, lalu hantamkan kaki kanannya deras ke bumi. Grghks..! Grrghkkh..!! Bumi di sekitar area itu pun berguncang dahsyat bak dilanda gempa. Gemuruhnya bagai puluhan ekor gajah, yang berlarian menabrak pepohonan. "Jagad Dewa Bhatara..!" Seth..! Nalika

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 344.

    "Nalika..! Kau sudah dengar apa yang dikatakan Elang. Apakah kau masih hendak berkhianat atau tidak, itu terserah kau..! Namun jangan salahkan pihak kerajaan. Jika sampai seluruh keluargamu kami babat habis..! Kau mengerti..?!" seru sang Prabu, memberikan peringatan keras pada Nalika. "Ba-baik Paduka Prabu! Hamba mengerti," sahut Nalika, terbata penuh rasa gentar. "Pengawal..! Lepaskan ikatannya.!" perintah sang Raja, pada kedua pengawal yang berdiri di belakang Nalika. "Baiklah Paduka Raja. Hamba mohon diri dulu bersama Nalika. Agar kami tak terlalu malam sampai di hutan Kandangmayit," Elang pun pamit undur diri, dari hadapan Raja Samaradewa. "Baiklah Elang. Pergilah dengan restu dariku," ucap sang Prabu. Taph..! Slaphh. ! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, lalu mereka pun langsung lenyap seketika, dari ruang dalem istana. Bagai tak pernah ada di ruangan itu. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pemuda bernama Elang itu..? Baru kali ini aku mendengar dan melihatnya. Ternyata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 343.

    "A-ampun Gusti Prabu. Hanya hamba yang berkhianat dalam hal ini. Istri dan putra hamba bahkan telah mengingatkan hamba. Namun hambalah yang berkeras kepala. Panglima Api juga mengancam dan menekan hamba Gusti Prabu. Hingga akhirnya hamba tak bisa menolak, untuk berkhianat terhadap kerajaan," sahut Nalika tergagap, dengan tubuh gemetar gentar bukan main. Namun rupanya dia masih ingat, untuk meminta ampunan bagi anak dan istrinya. "Nalika..! Aku bertanya apa rencana Panglima Api pada kerajaan ini..?! Bukan soal alasanmu berkhianat! Cepat katakan, Nalika..!!" seruan sang Raja Samaradewa memgguntur, di dalam ruangan dalem istana tersebut. Hal itu membuat siapapun yang berada di dalam ruangan tergetar ngeri. Karena sang Prabu, tak sengaja telah mengeluarkan aji 'Sabdo Guntur'nya. Sebuah ajian yang memang rata-rata dimiliki oleh seorang Raja, atau pun pemimpin tertinggi. Ajian yang diperoleh dengan laku bathin yang cukup sulit. "Ba-baik Gusti Prabu. Panglima Api beserta pasukkannya a

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 342.

    "Mohon maaf, Paduka Raja. Menurut hamba adalah hal yang aneh, jika seorang Adipati tidak mengetahui persis kejadian ini. Bukankah letak istana kadipaten dan istana kademangan tidaklah terlalu jauh. Wedana Suralaga telah mengatakan pada hamba. Bahwa dia dan keluarganya kini, berada dalam tekanan pasukkan pemberontak Panglima Api itu. Namun dia tetap bersetia pada kerajaan Dhaka. Yang jadi pertanyaan hamba adalah, bagaimana seorang Adipati tidak tahu soal kejadian ini..?!" ujar Elang, seraya menyerukan keheranannya. Dan pancingan Elang pun mengenai sasarannya. "Ampun Paduka Raja. Hei..! Pengawal Gusti Putri..! Apakah kau mencurigai aku berkhianat pada kerajaan..?! Apakah kau bisa mempertanggungjawabkan tuduhanmu itu, jika tak ada bukti..?!" Nalika menghormat terlebih dulu pada sang Raja. Lalu dia berdiri berseru seolah menantang pada Elang, seraya menuding Elang dengan telunjuknya. Emosi Nalika langsung naik ke ubun-ubun, mendengar tuduhan Elang. Yang sesungguhnya memang benar ad

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 341.

    "Ahh! Silahkan Gusti Putri Ratih, Tuan Muda silahkan masuk ke dalam. Baginda ada di astana istana dalem. Mari ikuti hamba," sahut sang kepala pengawal hormat. Ya, dia segera mengenali Gusti Putrinya itu. Karena dia memang pernah berkunjung bersama rombongan Rajanya, ke istana kerajaan Kalpataru. Sampailah mereka di depan sebuah ruang megah dalam istana. Pintu masuk ruang itu tidak memiliki daun pintu. Namun dua orang prajurit istana berjaga di depan pintu itu. Kedua prajurit jaga itu memegang tombak serta perisai di tangannya, mereka mengangguk hormat saat kepala pengawal istana datang. Kepala pengawal langsung mengajak Elang dan Ratih ikut masuk bersamanya, ke dalam ruang istana dalem keraton tersebut. Sebelumnya sang Kepala Pengawal sempat menanyakan lebih dulu nama Elang. "Salam Paduka Yang Mulia. Dua utusan dari kerajaan Kalpataru, Gusti Putri Ratih Kencana datang bersama pengawalnya Elang Prayoga," ucap sang kepala pengawal, setelah dia berlutut seraya memberi hormat pada Ra

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status