"Bedebah..! Berarti sudah 200 tahun lebih, aku terbelenggu di guaku sendiri ini..! Indra Prayoga keparat! Sekarang keturunanmu yang harus membayar, dan menanggung akibatnya..!" sang Sepuh berseru keras menggetarkan gua. Hatinya serasa berkobar dipenuhi dendam kesumat, terhadap Indra Prayoga dan keturunannya. Surapati sampai mengkeret gentar, saat kembali melihat sepasang mata sang Sepuh yang berkobar-kobar. Bagaikan bola api jelaga di tengah matanya itu. "Eyang Sepuh, sesungguhnya siapakah Eyang Sepuh ini..? Dengan kesaktian Eyang Sepuh, apakah Eyang tak bisa melepaskan diri, dari belenggu itu..?" tanya Surapati hati-hati. Karena Surapati merasa, jika besi yang membelenggu sang sepuh itu hanyalah besi biasa. Mustahil sang sepuh tak bisa melepaskan diri. 'Pasti ada hal yang luar biasa dalam hal ini', bathin Surapati menyimpulkan. "Hahahaa..! Murid cerdas..! Ketahuilah..! Namaku adalah Salsapala, sang 'Rajawali Neraka'..! Besi hitam yang dipakai membelengguku ini bernama 'Beleng
"Hiahh..!" Blaghks..!! batu bulat itu sama sekali tak hancur oleh pukulan dahsyat Surapati. Namun batu bulat itu amblas ke dalam dinding batu gua itu. Grrggh..kkss..!! Gua bagai bergetar, saat batu besar seukuran pintu bergeser. Setelah tonjolan batu bulat itu amblas. 'Ahh. ! Ternyata batu bulat tadi adalah sebuah kunci. Untuk membuka ruangan di balik dinding gua batu ini', bathin Surapati takjub. Perlahan Surapati memasuki ruangan, yang pintunya telah terbuka itu. Ruangan yang gelap gulita, menyebabkan Surapati kembali harus merayapi dinding ruangan itu. "Hey manusia beruntung..! Cepat kau pukul sebuah batu menonjol berbentuk kotak, yang ada di sebelah kiri pintu ruangan ini..! Itulah cahaya abadi gua ini!" seru wibawa seseorang, yang terasa dekat sekali dengan Surapati. Surapati tak dapat melihat sosok itu, dalam kondisi ruangan yang sangat gelap. Namun dia bisa merasakan desah nafas orang tersebut. Setelah ditemukannya batu menonjol berbentuk kotak itu, maka segera dipukul
"Ahh..!" Gusrakkh..! Byuurrs..! Surapati terpeleset di tebing licin, yang dindingnya ditumbuhi tanaman merambat menjuntai lebat, menutupi mulut sebuah gua. Surapati berseru kaget dan tergelincir masuk ke dalam gua itu, dan tercebur masuk ke sebuah telaga dangkal di dalam gua itu. "Hah..?! Di mana aku..?!" seru Surapati terkejut. Dia segera bangkit dari telaga itu dan mendapati, bahwa kedalaman telaga itu hanya setinggi lutut kakinya saja. Surapati menelusuri keadaan dalam gua yang gelap itu, dengan pandangan matanya. Ternyata luberan air dari telaga dalam gua itulah, yang membuat mulut gua ini menjadi sangat licin. Karena air luberan dari dalam telaga itu mengalir, hingga merembesi tebing jurang di depan mulut gua. Tempat Surapati tadi terpeleset. Dan Surapati yakin, Kedasih pun tak tahu soal gua yang ditemukannya dengan tak sengaja ini. Karena dari luar, mulut gua ini sama sekali tak terlihat. Tertutup oleh rimbunnya tanaman merambat, yang menjuntai dari atas mulut gua. Per
"Uhuks..!" Elang hanya terbatuk, seraya ludahkan darah dari mulutnya. Namun melihat kondisi Ki Bangun Tapa yang agak parah. Elang pun segera melontarkan diri ke belakang, sehingga sosoknya nampak terhempas. Seth..! Wushh..! Gludugh, gludugh ... Braghk! Elang beraksi seolah jatuh bergulingan, hingga sosoknya menabrak pintu gerbang padepokkan. Sengaja tangannya menggebrak gerbang padepokkan, agar bunyi tabrakkan tubuhnya terdengar keras. Tubuh Elang terdiam agak lama, agar semua murid padepokkan mengira dirinya pingsan. Ya, Elang berbuat begitu demi menjaga nama besar Ki Bangun Tapa, di depan mata murid-muridnya. Agar para murid menyangka, jika guru besar merekalah yang lebih unggul dibanding dirinya. Segitunya Elang... Elang! Hehe.Ya, semua murid-murid padepokkan akhirnya memang berpikir, seperti yang diharapkan Elang. Namun semua 'drama' Elang itu, tentu saja tak bisa mengelabui mata 'awas' Ki Bajangkara. Ki Bajangkara hanya bisa tersenyum geli dalam hatinya. Dan dia mengakui
Elang melenting di udara seraya bersalto beberapa kali, sebelum akhirnya dia mendarat ringan di bumi. Pertarungan pun terhenti sementara. "Hahh..!!" seru terkejut Lokananta dan sekalian orang, yang menyaksikan pertarungan itu. Tampak pakaian Lokananta telah sobek di beberapa bagian, dari punggung hingga ke bagian betis kakinya. Terhitung ada 7 sobekkan pakaian di tubuh Lokananta. Hal yang jelas menandakan, jika Elang mau Lokananta sudah terkapar sejak tadi. Dan itu dilakukan Elang hanya dalam 2 jurus saja! "Baik Elang..! Dalam hal jurus aku mengaku kalah..! Kini mari kita beradu tenaga dalam..!" seru Lokananta, dengan wajah merah padam menahan malu dan amarah di dadanya. Martabatnya terasa hancur seketika. Dia sangat sadar, jika semua mata murid padepokkan kini tengah memperhatikan dirinya. "Hentikan Lokananta..! Mundurlah..! Biar ayah yang mencoba kemampuannya..!" sentak Ki Bangun Tapa. Dia menyadari, betapa jauh rentang kemampuan putranya itu dengan Elang. Hatinya pun menjadi
'Waduhh, dia datang juga..!' seru kaget bathin ketiga pemuda baju merah itu. Maka semakin lemaslah tubuh mereka. Langit bagai gelap tanpa matahari, dihati mereka saat itu. "Saya guru di sini. Siapa kau anak muda?!" seru Ki Bangun Tapa, yang melihat Elang menunjuk ketiga muridnya. "Di-dia pemuda yang menghajar kami Guru," ucap gugup salah seorang murid padepokkan, yang babak belur itu. "A-apa..?!" sentak kaget dan marah Ki Bangun Tapa. Bagaimana pun juga sebagai guru, Ki Bangun Tapa merasa kurang senang dengan 'penanganan' Elang. Walau dia tahu perbuatan ketiga muridnya itu sungguh salah, dan mencemarkan nama padepokkannya. Tapi menghajar murid-muridnya..? Itu adalah perkara lain baginya. Karena dia berpendapat hanya dirinya, yang berhak menghajar sendiri murid-muridnya yang kurang ajar itu. "Saya Elang Ki. Maksud saya ke sini hendak membicarakan perilaku ketiga murid padepokkan ini," sahut Elang tenang dan sopan. Elang bisa merasakan energi yang cukup tinggi, dari guru besar