Anak buah Alice mendekati Aslan. Sikapnya terlihat dingin menatap Aslan. Hal itu membuat Aslan harus memundurkan diri untuk melindungi diri.
“Kau mau apa?” Aslan waspada.Kraaaakk!“Arrrghhhh!” keluh Aslan kesakitan saat tangannya dipelintir oleh anak buah Alice secara tiba-tiba.“Masih ingin menolak?” tanya Alice dengan mengangkat sebelah alisnya."Lepaskan dulu! Aku akan melakukan perintahmu!" Aslan akhirnya berusaha percaya, demi menghilangkan rasa sakitnya.Alice memberi kode pada anak buahnya untuk melepaskan tangan Aslan. Tentu saja anak buah Aslan menuruti perintah. Barulah Aslan menekan ikon play video pada tablet yang diberikan Alice.Video terputar. Aslan serius menonton video yang disajikan. Di dalam sana tampak ayah dan ibunya diperlakukan tidak adil oleh mafia kejam hanya karena tidak ingin menyerahkan Aslan sebagai generasi selanjutnya menjalankan perintah dari mafia kejam. Rupanya terdapat perjanjian kalau Aslan berumur lebih dari dua puluh tahun, maka harus diserahkan pada mafia kejam dengan batas maksimal usia dua puluh lima tahun. Pantas saja saat usia Aslan menginjak dua puluh lima tahun sekarang, orang tuanya dilenyapkan. Karena mereka melanggar perjanjian.Tidak ada satu menit pun yang dilewatkan oleh Aslan. Walaupun mata Aslan memanas saat melihat kedua orang tuanya disayat hingga meninggal. Tangan Aslan mengepal kuat. Aslan semakin tidak terima dengan tindakan mafia itu. Rasa bersalah Aslan juga bertambah, karena ada kesimpulan pengusiran Aslan beberapa tahun silam sebagai bentuk penyelamatan yang dilakukan orang tuanya."Apa benar mereka melakukan perjanjian seperti ini?""Iya. Tapi, sejujurnya perjanjian itu tidak berlaku. Karena orang tuamu telah menukarnya dengan menjalankan misi besar. Sayangnya mafia brengsek itu tetap saja tidak sabar menunggu hasil dari misi besar yang dijalankan. Jadinya, mereka dibunuh.""Lalu kau siapa? Ada di pihak mana?""Aku ada di pihak membebaskan saudariku dari mafia kejam itu.""Apa hubungannya denganku?""Baca ini!" Alice memberikan sebuah berkas pada Aslan.Aslan membaca berkas yang diberikan Alice. Isinya tentang wasiat sang ayah. Ayah Aslan menuliskan jika terjadi hal yang buruk, maka Aslan harus membalaskan dendam dan merebut apa kembali sesuatu yang direbut oleh mafia kejam. Kunci pembalasan dendam bisa terwujud dengan bergabung dengan lima wanita cantik yang menyimpan sebuah senjata penting untuk melawan mafia kejam."Lima wanita cantik? Siapa?""Aku dan keempat saudariku.""Kau?""Iya. Kenapa kau terkejut? Aku juga cantik.""Iya, tau. Aku tidak buta. Tapi kau minim attitude.""Sepertinya ini gara-gara bergaul dengan mafia. Jadi, aku seperti ini jika bertemu orang baru. Intinya kita harus jadi rekan.""Sebelum itu, apa yang membuatku bisa mempercayaimu? Bisa saja kau membohongiku dengan membawa video dan surat ini palsu, lalu kau menyerahkanku pada mafia kejam itu.""Ck! Lalu, untuk apa aku menolongmu?""Bisa saja hanya tipu muslihat agar bisa mengendalikanku.""Kalau saja senjata yang dimiliki saudariku tidak ada hubungannya denganmu, pasti aku enggan mendatangimu.""Kenapa bisa berhubungan denganku?""Saudari-saudariku menyegel pintunya bersama ayahmu menggunakan sidik jarimu."Aslan mengerutkan keningnya. Ia tidak pernah memiliki ingatan pernah memberikan sidik jarinya pada sebuah pintu yang menyimpan senjata."Kau pasti bertanya-tanya bagaimana caranya?" Alice menebak dari raut wajah Aslan."Iya.""Aku pun tidak tahu. Hanya saudari tertuaku yang tahu caranya. Aku hanya diberitahu tentang mencarimu. Selebihnya saudariku yang lain diberi kepercayaan oleh saudari tertuaku masing-masing satu senjata.""Lalu, di mana keempat saudarimu yang lain?""Mereka ada di dalam genggaman mafia kejam menjalankan bisnis kotor. Hanya aku yang bisa kabur.""Jadi, intinya?""Kita harus bekerja sama membebaskan saudariku, lalu mencari keberadaan senjatanya.""Kenapa tidak langsung diberitahu saja di mana letak senjatanya? Dengan begitu kita bisa melawan mafia kejam dan membebaskan saudarimu.""Tidak bisa. Saudariku berjaga-jaga jika kau menghianati kami. Jadi, kau harus menyelamatkan mereka dulu baru bisa ditunjukkan tempatnya.""Jadi, sebenarnya kau tau tempatnya?""Ah! Kau ini! Lambat sekali mencerna perkataanku! Intinya aku tidak tau keberadaannya sama sekali. Begitu pula dengan anak buahku yang sekarang. Hanya saudariku yang tau. Jadi, kau selamatkan mereka agar bisa berbincang tentang letak senjata itu di mana."Aslan tampak berpikir. Tawaran dari Alice cukup menggiurkan dan terhubung. Namun Aslan tidak tahu bahaya apa yang akan dihadapi."Aku mencari jalan sendiri saja. Aku tidak ingin bertanggung jawab atas nyawa kalian."Alice tersenyum miring. "Kau pikir semudah itu masuk dunia mafia? Kau tidak bisa masuk ke dalam dunia mafia kalau tidak memiliki tiketnya. Harus ada identitas. Selain itu, harus mencapai level tertentu agar kau bisa bertemu langsung dengan musuh utama."Aslan tak menyangka akan serumit itu. "Baiklah. Aku akan bergabung denganmu jika kau menyetujui syarat dariku.""Apa? Harus ada syarat segala? Hei ... tujuan kita sama. Ingin membunuh mafia kejam. Dan jelas hubungan kita saling memguntungkan.""Kau harus menjamin adikku aman. Itu syarat dariku.""Baiklah. Itu mudah. Aku buatkan surat perjanjian kita dulu." Alice kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membuatkan surat perjanjian."Kau sudah tau tentang kabar sahabatku yang tadi?" tanya Aslan."Sudah. Sahabatmu baik-baik saja. Sepertinya dia tadi sempat pergi dulu dari rumah sebelum ledakan terjadi. Kenapa kau mengkhawatirkannya?""Dia sudah kuanggap sebagai saudara kandungku. Jadi, wajar saja aku peduli. Aku juga meminta dia ikut bersama adikku.""Banyak sekali syarat yang kau ajukan?""Kalau kau tidak mau. Ya sudah, kita sudahi saja pertemuan ini sampai di sini.""Baiklah." Alice setuju dengan syarat yang diajukan Aslan.Aslan merasa lega. Ia tidak perlu khawatir berlebihan dengan sang adik jika ada Gavin. Karena adik Aslan kurang pandai bergaul dengan orang baru.Surat perjanjian yang dibuat oleh Alice telah selesai. Giliran Aslan menandatanganinya. Sebelum menandatangani, Aslan membaca seluruh isinya. Rupanya Alice tidak menambahkan hal yang di luar pembicaraan, sehingga Aslan yakin menandatanganinya.Klek!Pintu ruangan terbuka. Seorang perawat masuk dengan membawa sebuah tangga alumunium. Aslan bertanya-tanya dengan tindakan perawat membawa tangga."Kenapa membawa tangga kemari?" tanya Alice pada perawat yang masih menata tangga."Kalian harus segera pergi. Ada orang yang mencari kalian. Mereka baru saja tiba di lobi rumah sakit. Ciri-cirinya persis dengan anak buah orang yang memburu kalian." Perawat menjawab setelah berhasil membuka bagian plafon."Baiklah! Ayo pergi!" Alice segera mengemasi barang-barangnya.Perawat yang turun dari tangga segera menghampiri Aslan. Selang infus Aslan harus segera dicabut. Jika dicabut paksa oleh Aslan akan menimbulkan rasa sakit, sehingga dibantu oleh perawat.Alice bergerak menaiki tangga tanpa ragu. Baru kali Aslan melihat wanita yang berani seperti itu. Tidak ada drama alasan takut jatuh atau tidak bisa melakukan hal ekstrim."Jangan hanya memandangi. Cepat naik!" Anak buah Alice mengingatkan Aslan.Aslan menaiki tangga yang disediakan. Anak buah Alice menyusul ketika Aslan telah berhasil masuk ke dalam plafon.Braaak!Suara pintu terbanting terdengar keras. Aslan yang mendengarnya segera mendorong Alice untuk bergerak lebih cepat.Dor!"Arrrrgghhhh!" teriakan anak buah Alice terdengar kesakitan terkena tembakan. Aslan sampai menoleh ke belakang."Cepat pergi! Aku akan menahan mereka!" ucap anak buah Alice.Dor!Tembakan dilepaskan kembali. Tubuh anak buah Alice terjatuh seketika. Bisa dipastikan orangnya meninggal."Jatuhkan tubuhmu sekarang!" ucap Aslan pada Alice."Kau gila? Kalau kita jatuh di ruang ICU bagaimana? Bisa menimpa orang sekarat."Aslan segera mendatangi Alice dan memeluknya. "Tutup matamu!" teriaknya."Apa?! Kau mau apa?!" Alice mencoba melepaskan diri."Diam! Tutup matamu!"BRAKKKKK!!!Mereka menjatuhkan diri bersama.Alice memejamkan mata. Sedangkan Aslan langsung berusaha bangkit dengan mengangkat Alice yang berada di atas tubuhnya. Mereka berdua terjatuh di ruang rawat inap pasien. Walaupun tidak menimpa pasien yang sedang sakit, kedatangan mereka membuat pasien shock hingga pingsan. "Kita harus segera pergi!" Alice menahan tangan Aslan yang ingin menolong pasien tersebut. "Tapi—" Ucapan Aslan terpotong ketika Alice menarik tangannya keluar dari ruangan. Aslan ditarik Alice berlari menuju ke arah belakang rumah sakit. Tubuh Aslan yang terasa sakit semua membuat langkahnya melambat. Hal itu membuat Alice terus menarik Aslan berlari. "Itu mereka!" seru orang-orang yang berada jauh dari Aslan dan Alice. Aslan menoleh sejenak. Ia refleks menambah kecepatan berlari, sehingga membuat dirinya beralih menarik Alice. Semua rasa sakit yang dirasakan Aslan terasa sirna ketika keadaan mendesak. "Ke Kiri!" ucap Alice sembari menarik Aslan.Hampir saja Aslan dan Alice terjatuh. Mereka terus berlari meng
Aslan meneruskan langkahnya untuk pergi ke tempat yang mungkin saja masih terselamatkan. Ayah Aslan memiliki sebuah bungker yang tidak bisa dihancurkan. Hal itu dapat diingat Aslan saat sang ayah bercerita waktu kecil. "Bantu aku menyingkirkan reruntuhan ini." Aslan berbicara pada Alice ketika menemukan titik tempat bungker berada.Alice memberikan kode pada anak buahnya untuk membantu. Anak buah Alice akan menuruti seluruh perintah yang dikatakan Alice.Aslan dibantu Alice dan anak buahnya mengangkat reruntuhan yang menutupi bungker. Satu per satu disingkirkan. Ketika akan membuka bagian pintu, Aslan merasa panas. Pintu besi tersebut pasti masih menyimpan panas akibat ledakan yang terjadi. "Di dalamnya ada apa?" "Biasanya digunakan tempat persembunyian. Aku tadi melihat ada gambar bungker pada surat wasiat yang ditinggalkan ayahku.""Ada gambarnya? Kapan?""Ada, kecil sekali gambarnya di akhir kalimat sebelah namaku. Kau mungkin akan menganggap itu sebagai noda tinta.""Ternyata b
Langkah kaki Aslan cukup pelan dalam menuruni anak tangga dari rumah pohon. Hal itu dilakukan agar mencegah musuh tidak mengetahui keberadaannya. Semua yang dilakukan Aslan sekarang harus serba hati-hati. Ancaman bertubi-tubi nyata di depan mata. Aslan telah sampai di bawah rumah pohon. Ia menatap ke atas untuk memastikan Alice tidak menampakkan diri. Ketika melihat Alice yang masih memandangi Aslan, maka Aslan segera memberi kode untuk bersembunyi. Alice terlihat menurut pada Aslan.Saatnya Aslan fokus pada sekitar. Tidak ada pergerakan di sana. Namun Aslan memeriksa sekali lagi. Tak akan dibiarkan oleh Aslan bahaya kembali menghampirinya. "Maaf, Nona Alice di mana?" Anak buah Alice tiba-tiba muncul. "Ssstt! Kau jangan keras-keras berbicara. Ada musuh mendekat." Aslan mengutarakan dengan berbicara lirih. "Tidak ada musuh di sini. Aku sejak tadi berjaga tidak menemukan tanda-tanda aneh.""Apa kau tidak lihat itu?" Aslan menunjuk ke arah asap yang membumbung.Anak buah Alice meliha
Ekspresi Alice yang terkejut sekaligus bahagia tak bisa diartikan sama oleh Aslan. Justru Aslan merasa bingung dengan kotak besar yang ada di depannya. "Coba pakai sidik jarimu untuk membukanya.""Memangnya bisa? Aku kan tidak pernah mendaftarkannya?""Bisa. Di sini cukup memindai dari hasil salinan lain yang dimiliki oleh ayahmu. Kau akan tahu isinya."Cukup canggih juga pikir Aslan apa yang dimiliki oleh ayahnya. Padahal selama ini Aslan hanya tahu jika kunci memakai sidik jari harus menginput dari orangnya langsung saat memindai.Klek!Kotak terbuka saat Aslan selesai menempelkan jempolnya. Isi kotak tersebut berupa beberapa berkas, sebuah kartu ATM, buku rekening, dan kotak-kotak kecil lainnya.Alice senang bukan kepalang saat meraih satu per satu barang yang ada di sana. Ia tahu jika semuanya bernilai. "Kau seolah-olah tidak pernah melihat uang yang banyak." Aslan angkat bicara."Ini sangat bernilai. Kenapa kau biasa saja? Kulihat latar belakang pekerjaanmu biasa saja. Tidak bi
Aslan berlari masuk ke dalam rumah. Ia tidak peduli dengan reaksi dari keluarga dari tetangganya yang menampung sang adik. Alice segera menyelamatkan tas ransel Aslan yang ditinggal begitu saja di depan pintu. Karena di dalam tas ransel tersebut ada barang berharga. Adik Aslan yang bernama David tampak diinfus di rumah. Kebetulan anak dari tetangga Aslan adalah perawat. Betapa hancurnya hati Aslan saat melihat David sakit. "Kakak!" David menatap Aslan dengan mata berair.Aslan menggendong adiknya. Ia juga mencium puncak kepalanya. David menangis sejadinya saat bertemu Aslan. Alice yang ikut masuk ke dalam rumah hanya diam menyaksikan interaksi Aslan dengan David. Tak lupa Alice mencari keberadaan Gavin yang merupakan sahabat Aslan. Jika Gavin tidak ada, maka akan repot bagi Alice dalam pengasuhan David. Namun keberadaan Gavin tidak ada di sana. "Kakak ternyata masih hidup. David kira Kak Aslan sudah meledak bersama rumah kita." Aslan tidak tahu jika adiknya menganggapnya sama pen
Perlahan Aslan bangkit dengan tetap menggendong David. Mulut David tak lagi dibekap oleh Aslan. Karena David tampak bisa berkoordinasi dengan Aslan. Namun tubuh David masih terasa gemetar. "Itu dia!" ucap seorang pria saat memergoki Aslan akan melarikan diri.Dug!Aslan melempar batu bata ke wajah musuh. Hanya satu orang yang kena lemparan Aslan. Sedangkan satu orang lainnya bisa menghindar. Kesempatan mengulur waktu sedikit digunakan oleh Aslan untuk melarikan diri. Ia tidak bisa mencari keberadaan yang lainnya, yang terpenting adalah dirinya dan David selamat. Dor! Dor!Suara tembakan membuat Aslan harus membungkukkan diri dalam berlari. David tampak histeris digendongan Aslan akibat mendengar tembakan bersahutan dengan teriakan kesakitan."Lari ke sini!" seru suara Alice pada Aslan. Aslan langsung pergi ke kanan. Namun sayang harus terjatuh bersama David saat merasakan sesuatu menancap di punggungnya. "Arrrgghhh!" keluh Aslan kesakitan hingga melepaskan tangannya dari tubuh Da
Aslan bersama dengan yang lain langsung keluar dari mobil. Ketika menjauh hingga sepuluh meter, mobil yang dinaiki tadi langsung mengeluarkan percikan api dari bagian bawah mobil. Tidak ingin terkena ledakan lagi, mereka menghindar lebih jauh. Benar saja mobil meledak setelah terbakar hebat. Namun ledakannya tidak separah dari rumah yang meledak. "Kak, aku takut." David sempat merengek dalam pelukan Aslan.Hanya usapan di punggung yang bisa diberikan Aslan pada David. Perkataan tidak bisa menenangkan David sekarang. Karena kenyataannya cukup kontras dengan perkataan hiburan akan membuat bualan semata. "Tasmu aman kan?" tanya Alice.Aslan memperlihatkan punggungnya yang masih menggendong tas ransel."Syukurlah.""Kau lebih baik duduk saja dulu. Biar kami mencari tumpangan." Aslan kasihan melihat Alice meringis menahan rasa sakit sesekali. Alice menurut dengan terpincang-pincang berusaha duduk di pinggir jalan. Anak buah Alice dan Gavin membantu Alice yang terlihat kesulitan duduk se
Dua minggu kemudian, menjadi hari penting. Di mana terakhir kali anak buah Alice menangkap adanya sinyal yang bukan berasal dari bahaya, melainkan sinyal tentang keberadaan Bella. Sebelum pergi menyelamatkan Bella, Aslan harus pergi mengantarkan David dan Gavin pada tempat aman untuk tinggal. Awalnya David merengek dengan segala drama anak kecil ketika diberitahu akan berpisah dengan Aslan. Namun Aslan meyakinkan David dengan sabar hingga David setuju berpisah."Sudah atau belum?" tanya Alice dengan nada tidak sabar. Bagaimana bisa sabar, jika Aslan membujuk David lebih dari satu jam.Aslan mengangguk. Ia kemudian menggendong David sebagai syarat yang diajukah oleh David."Ck! Manja sekali!" celetuk Alice.Aslan yang melewati Alice dengan menggendong David hanya menatap tajam pada Alice. Ia tidak bisa membiarkan Alice membuat dirinya yang membujuk adiknya menjadi rusak.Alice mengunci mulutnya rapat. Ia tahu jika sorot mata Aslan tampak tak terima.Semua orang yang pergi sama dengan