Alice memejamkan mata. Sedangkan Aslan langsung berusaha bangkit dengan mengangkat Alice yang berada di atas tubuhnya. Mereka berdua terjatuh di ruang rawat inap pasien. Walaupun tidak menimpa pasien yang sedang sakit, kedatangan mereka membuat pasien shock hingga pingsan.
"Kita harus segera pergi!" Alice menahan tangan Aslan yang ingin menolong pasien tersebut."Tapi—" Ucapan Aslan terpotong ketika Alice menarik tangannya keluar dari ruangan.Aslan ditarik Alice berlari menuju ke arah belakang rumah sakit. Tubuh Aslan yang terasa sakit semua membuat langkahnya melambat. Hal itu membuat Alice terus menarik Aslan berlari."Itu mereka!" seru orang-orang yang berada jauh dari Aslan dan Alice.Aslan menoleh sejenak. Ia refleks menambah kecepatan berlari, sehingga membuat dirinya beralih menarik Alice. Semua rasa sakit yang dirasakan Aslan terasa sirna ketika keadaan mendesak."Ke Kiri!" ucap Alice sembari menarik Aslan.Hampir saja Aslan dan Alice terjatuh. Mereka terus berlari mengindari orang yang mengejar mereka.Ketika ada perawat yang sedang mendorong troli makanan yang kosong, Aslan merebutnya. Ia mendorong troli makanan tersebut ke arah orang yang mengejarnya.Braaaaakkk!Brruuugggh!Suara tabrakan troli bersamaan dengan jatuhnya para musuh yang mengejar Aslan dan Alice. Hambatan kecil itu sedikit memberi peluang bagi Aslan untuk mencari penghalang lain yang ada di sekitar.Bangku-bangku rumah sakit yang bisa diangkat oleh Aslan dijadikan penghalang. Tidak peduli dengan protes perawat yang ada di sana.Dor!Tembakan meluncur sebagai peringatan pada Aslan. Beruntung tidak mengenainya. Aslan dan Alice kembali berlari.Dor!Alice menarik Aslan ke arah berlawanan dari tembakan yang diluncurkan. Pengalaman Alice yang berkecimpung dengan dunia gelap membuat instingnya cukup peka. Aslan yang belum memiliki pengalaman hanya mengikuti gerakan Alice sembari mempelajari cara menghindarnya.Cukup gila adekan tembak-menembak yang terjadi di rumah sakit. Aslan pikir hanya terjadi di film dan novel semata. Namun ternyata Aslan sekarang merasakannya. Aliran darah Aslan terasa terpacu dengan cepat seiring dengan ketegangan yang terjadi.Aslan dan Alice sampai di luar rumah sakit. Mobil ambulans yang menjadi sasaran utama mereka. Aslan mengambil alih untuk mengemudi."Aku saja! Kau cepat turun! Kau tidak akan terbiasa mengemudi gila." Alice menarik Aslan agar turun dari kursi kemudi.Dor!Tembakan mengenai bagian samping mobil ambulans. Aslan meyakinkan Alice jika bisa mengemudi dengan cepat. Tidak ada pilihan lain bagi Alice selain menurut pada Aslan.Aslan menancap gas meninggalkan rumah sakit. Alice terus waspada dengan menatap spion kiri. Tembakan bertubi-tubi didapatkan dari arah belakang. Kaca-kaca mobil bagian belakang pecah."Cepat tambah kecepatannya!" ucap Alice.Aslan menambah kecepatan. Tak terduga Aslan langsung membelok ke arah kiri dengan tiba-tiba. Hampir saja Alice terlempar keluar akibat pintunya belum dikunci. Beruntung Alice berpegangan erat pada pegangan yang ada di bagian atas."Ada tujuan lain?" tanya Aslan di sela-sela mengemudinya."Terserah saja kau mau kemana. Asalkan bisa kabur dari mereka!"Dor! Dor!Ckiiiiiiitttttt!!Aslan mengerem mendadak akibat kedua ban belakang mobil tertembak hingga sulit dikendalikan. Tak berselang lama, Aslan kembali menancap gas."Cepat sekali mereka mengejar kita!" ucap Aslan yang mulai kebingungan dengan keadaan mobil ambulans yang mengeluarkan bunyi aneh. Selain itu, juga tercium bau bahan bakar yang mungkin bocor dari mobil yang dikendarai.Sebuah ide muncul di kepala Aslan. "Saat hitungan ketiga, kita harus melompat dari mobil ini." Aslan memberitahu Alice."Baiklah!""Kau perhatikan sekitar agar tidak salah sasaran saat turun. Jika salah, kau bisa disambar kendaraan lain.""Tenang saja. Aku mengerti. Kapan kita akan turun? Aku merasa mobil ini semakin sulit dikendalikan."Aslan melihat mobil yang ada di belakangnya. Ia kemudian mengerem mendadak. "Satu ... dua ... tiga!"Bugh!Aslan dan Alice jatuh bersamaan di aspal. Tubuh mereka sempat terguling-guling di jalanan yang tampak sepi.Braaaakkkkkkkkk!Mobil yang mengikuti Aslan menabrak mobil ambulans yang dilepas oleh Aslan. Sementara Aslan berusaha menghentikan tubuhnya yang terguling. Luka goresan di dapatkan Aslan di lengan dan wajahnya akibat gesekan dengan aspal."Ayo pergi!"Tak disangka Alice telah bangkit sebelum Aslan. Walaupun ada darah yang mengalir dari bagian tangan Alice, masih saja sempat mengulurkan tangan pada Aslan.Aslan dan Alice pergi dengan berlari kembali. Mereka berdua menahan rasa sakit yang dirasakan. Sementara waktu masih bisa mengulur kejaran suruh mafia kejam.Jalanan menuju ke dalam hutan dipilih oleh Aslan. Karena masih cukup dekat dengan desanya, maka Aslan bisa mengingat jalan yang akan dilalui.Dug!"Aduh!" Alice tersandung ranting pohon hingga terjatuh. Aslan menolong Alice dengan mengulurkan tangan."Bertahanlah sebentar. Perlu berjalan sedikit saja bisa keluar ke jalan raya arah lain."Alice mengangguk. Selama bertemu Aslan, Alice meragukan akan ketangguhannya. Tak disangka Aslan bukanlah pria yang lemah seperti dugaan Alice. Terlihat dari Aslan menyikapi masalah, sepertinya pernah menghadapi masalah serupa hingga bisa cekatan."Mereka sepertinya tidak mengejar kita lagi. Bisa pelankan langkahmu sebentar." Walaupun Alice terbiasa dengan aksi kejar-kejaran. Namun tenaganya sebagai wanita masih kalah dengan tenaga pria."Baiklah. Tapi, jangan berhenti. Kita tidak tau ada yang menyusul apa tidak."Alice mengangguk.Jalan setapak yang ada di hutan dipilih oleh Aslan. Melihat rumput yang tersibak hingga membentuk jalan, bisa dipastikan ada orang yang menggunakan jalan itu."Ini biasanya jalan apa?""Jalan untuk lari dari begal.""Begal itu apa?""Pencuri sadis yang biasanya menghalangi orang yang melintas di jalan raya ketika melihat jalanan sepi. Jadi, mereka akan meminta apapun yang berharga. Jika tidak diberikan, bisa saja meregang nyawa.""Begitu rupanya."Seperti dugaan Aslan, musuh terlihat tidak mengikuti mereka. Aslan merasa lega ketika melihat jalan raya telah terlihat. Jalan raya yang berbeda dengan yang sebelumnya, sehingga cukup aman untuk Alice dan Aslan."Ah! Aku lupa ponselku di dalam mobil tadi. Kalau begini tidak ada yang menjemput kita di sini." Alice berbicara dengan raut wajah menyesal."Aku akan menghentikan kendaraan. Kau tunggu di sini saja." Aslan membiarkan Alice duduk di pinggir jalan.Aslan berdiri di pinggir jalan dengan melambaikan tangan meminta tumpangan. Tampak dari kejauhan terdapat sebuah truk yang membawa beberapa ekor sapi."Jangan yang itu! Kita dalam keadaan terluka. Nanti bisa infeksi terkena kotorannya." Alice mencegah Aslan memberhentikan.Aslan menurut pada Alice. Jika saja dirinya sendiri, mungkin akan tetap ikut dengan truk yang membawa sapi tersebut. Namun sekarang bersama Alice, Aslan tidak boleh egois.Sebuah truk dengan bak kosong berhasil dihentikan oleh Aslan. Setelah Aslan bernegosiasi dengan sopirnya. Sopirnya akan menolak karena nanti takut dimintai tanggung jawab atas kecelakaan, melihat Alice dan Aslan terluka. Aslan meyakinkan sopir truk hingga meminta diturunkan di tempat yang ramai dengan kendaraan yang bisa ditumpangi. Namun sang sopir justru akan mengantar Aslan dan Alice ke rumah sakit atau klinik terdekat.Aslan dan Alice setuju dengan niat sopir truk. Akhirnya mereka naik ke dalam bak truk. Cukup aman di sana karena tidak terlihat oleh siapapun."Kau tidak apa-apa?" tanya Alice yang menangkap ada perubahan di wajah Aslan."Tidak apa-apa.""Jangan bohong! Wajahmu terlihat pucat.""Hanya sakit saja kepalaku." Aslan berkata jujur. Ia tidak suka terus didesak oleh Alice."Bersabarlah. Kita akan segera sampai.""Kau tidak takut?""Kenapa? Kau takut?""Sedikit."Alice tertawa kecil. "Ini tidak seberapa. Tapi, maklum saja kau baru pertama merasakan hal seperti ini.""Aku pernah dikejar begal.""Tapi setelahnya tidak berlanjut kan? Ini berlanjut.""Apa tidak ada jalan pintas?""Tidak ada. Hanya jalan ini. Oh, iya! Apa kau tau markas rahasia milik ayahmu?""Kenapa kau tanya itu?""Karena balas dendam juga butuh biaya. Tidak cukup kalau hanya menggunakan uangku.""Memangnya di markas rahasia ayahku ada hal berharga?""Ada. Ayahmu menulis seperti itu di wasiat. Apa kau tidak membaca semuanya tadi?""Aku lupa isi lengkapnya.""Rupanya begitu. Setelah luka kita diobati, maka kita harus mencari markas rahasia itu.""Baiklah."Truk berhenti. Aslan dan Alice berdiri dari posisinya. Mereka melihat keluar untuk mencari tahu tempat apa yang dituju sekarang."Ayo cepat turun! Kalian sudah aku antar di rumah sakit. Aku harap setelah ini kalian bisa memiliki tumpangan lain. Karena aku harus pulang.""Terima kasih, Pak." Aslan mengucapkan dengan tulus."Terima kasih." Alice ikut bicara."Sama-sama. Ingat ... jangan menjebakku dengan mengatakan aku pelaku yang menabrak kalian.""Iya, Pak. Kami tidak sejahat itu.""Aku permisi.""Hati-hati di jalan."Alice berjalan terlebih dahulu masuk ke rumah sakit. Sedangkan Aslan masih berdiri menatap rumah sakit yang ada di depannya."Kenapa kau diam saja?" Alice menyadari jika Aslan tidak ikut masuk."Aku masih melihat sekitar. Siapa tau ada orang mencurigakan.""Memangnya kau tau ciri-ciri mereka seperti apa? Kau sendiri tidak pernah bertemu. Ayo cepat masuk saja!" Alice menarik tangan Aslan.Aslan dan Alice menjalani perawatan luka masing-masing di dalam rumah sakit. Semua biaya pengobatan diselesaikan oleh Alice dalam satu kali telepon dengan orang yang dikenal.Sejak tadi Aslan hanya memperhatikan apa yang dilakukan oleh Alice. Cukup hebat kemampuan Alice dalam menyelesaikan sesuatu. Baru kali ini juga, Aslan melihat kuasa seseorang bekerja."Siapa yang kau telepon tadi?" tanya Aslan sembari berjalan keluar dari rumah sakit."Tentu saja anak buahku yang masih kuhafal nomornya.""Hanya dengan begitu saja mereka percaya?""Tentu saja dibungkam langsung dengan pembayaran transfer beberapa detik.""Aku tau. Tapi mereka tidak mempermasalahkan kelengkapan administrasi.""Ketika ada uang, semua akan beres. Nah, itu dia yang menjemput kita." Alice menunjuk mobil sedan hitam yang berhenti di depan rumah sakit.Aslan dan Alice masuk ke dalam mobil sedan. Entah berapa banyak anak buah yang dibawa Alice, Aslan menghitung masih ada lima yang terlihat."Kau tau jalannya ke markas rahasia ayahmu kan?""Kau ada fotonya tidak? Karena ayahku tidak pernah berbicara tentang markas rahasia. Kalau diajak ke rumah yang dimiliki ayahku ... dulu pernah.""Sebentar aku cari." Alice mengambil sebuah ponsel yang tersimpan di kursi mobil. Ia mencari foto yang diinginkan oleh Aslan.Aslan mencoba mengingat beberapa rumah milik ayahnya. Tidak sampai puluhan, hanya ada tiga rumah yang berbeda selain rumah yang terbakar. Namun dua di antaranya digunakan sebagai penginapan."Ini dia!" Alice memperlihatkan pada Aslan markas rahasia ayah Aslan.Aslan memperhatikan gambar rumah tersebut. Rupanya rumah itu adalah favorit Aslan waktu kecil. Bahkan Aslan sempat memberi julukan rumah sembunyi, karena Aslan suka petak umpet saat bermain bersama ayah dan ibunya.Rute perjalanan diambil oleh sopir sesuai dengan arahan Aslan. Jalanan ke rumah sembunyi masih diingat jelas oleh Aslan. Karena terakhir kali Aslan ke sana saat SMA, sehingga otaknya cukup mudah mengingat jalan.Perjalanan menuju ke markas rahasia memakan waktu hampir satu jam. Rumah dengan pagar yang tinggi tanpa berasap. Aslan dan Alice tampak panik."Jangan ... jangan ... mereka tadi kemari?" ucap Alice.Aslan keluar dari mobil untuk mengecek. Alice mengikuti di belakang Aslan."Uhuk! Uhuk!" Alice terbatuk-batuk saat menerobos asap bekas kebakaran.Aslan terus menerobos masuk untuk memastikan. Kedua kalinya Aslan harus melihat rumahnya lenyap."Ayo pergi! Tidak ada yang bisa diharapkan lagi di sini.""Tunggu! Masih ada satu! Di sana!" Aslan bergegas menuju ke tempat yang familiar."Memangnya ada apa di sana?" ucap Alice dengan sedikit berteriak."Kau akan terkejut!"Aslan meneruskan langkahnya untuk pergi ke tempat yang mungkin saja masih terselamatkan. Ayah Aslan memiliki sebuah bungker yang tidak bisa dihancurkan. Hal itu dapat diingat Aslan saat sang ayah bercerita waktu kecil. "Bantu aku menyingkirkan reruntuhan ini." Aslan berbicara pada Alice ketika menemukan titik tempat bungker berada.Alice memberikan kode pada anak buahnya untuk membantu. Anak buah Alice akan menuruti seluruh perintah yang dikatakan Alice.Aslan dibantu Alice dan anak buahnya mengangkat reruntuhan yang menutupi bungker. Satu per satu disingkirkan. Ketika akan membuka bagian pintu, Aslan merasa panas. Pintu besi tersebut pasti masih menyimpan panas akibat ledakan yang terjadi. "Di dalamnya ada apa?" "Biasanya digunakan tempat persembunyian. Aku tadi melihat ada gambar bungker pada surat wasiat yang ditinggalkan ayahku.""Ada gambarnya? Kapan?""Ada, kecil sekali gambarnya di akhir kalimat sebelah namaku. Kau mungkin akan menganggap itu sebagai noda tinta.""Ternyata b
Langkah kaki Aslan cukup pelan dalam menuruni anak tangga dari rumah pohon. Hal itu dilakukan agar mencegah musuh tidak mengetahui keberadaannya. Semua yang dilakukan Aslan sekarang harus serba hati-hati. Ancaman bertubi-tubi nyata di depan mata. Aslan telah sampai di bawah rumah pohon. Ia menatap ke atas untuk memastikan Alice tidak menampakkan diri. Ketika melihat Alice yang masih memandangi Aslan, maka Aslan segera memberi kode untuk bersembunyi. Alice terlihat menurut pada Aslan.Saatnya Aslan fokus pada sekitar. Tidak ada pergerakan di sana. Namun Aslan memeriksa sekali lagi. Tak akan dibiarkan oleh Aslan bahaya kembali menghampirinya. "Maaf, Nona Alice di mana?" Anak buah Alice tiba-tiba muncul. "Ssstt! Kau jangan keras-keras berbicara. Ada musuh mendekat." Aslan mengutarakan dengan berbicara lirih. "Tidak ada musuh di sini. Aku sejak tadi berjaga tidak menemukan tanda-tanda aneh.""Apa kau tidak lihat itu?" Aslan menunjuk ke arah asap yang membumbung.Anak buah Alice meliha
Ekspresi Alice yang terkejut sekaligus bahagia tak bisa diartikan sama oleh Aslan. Justru Aslan merasa bingung dengan kotak besar yang ada di depannya. "Coba pakai sidik jarimu untuk membukanya.""Memangnya bisa? Aku kan tidak pernah mendaftarkannya?""Bisa. Di sini cukup memindai dari hasil salinan lain yang dimiliki oleh ayahmu. Kau akan tahu isinya."Cukup canggih juga pikir Aslan apa yang dimiliki oleh ayahnya. Padahal selama ini Aslan hanya tahu jika kunci memakai sidik jari harus menginput dari orangnya langsung saat memindai.Klek!Kotak terbuka saat Aslan selesai menempelkan jempolnya. Isi kotak tersebut berupa beberapa berkas, sebuah kartu ATM, buku rekening, dan kotak-kotak kecil lainnya.Alice senang bukan kepalang saat meraih satu per satu barang yang ada di sana. Ia tahu jika semuanya bernilai. "Kau seolah-olah tidak pernah melihat uang yang banyak." Aslan angkat bicara."Ini sangat bernilai. Kenapa kau biasa saja? Kulihat latar belakang pekerjaanmu biasa saja. Tidak bi
Aslan berlari masuk ke dalam rumah. Ia tidak peduli dengan reaksi dari keluarga dari tetangganya yang menampung sang adik. Alice segera menyelamatkan tas ransel Aslan yang ditinggal begitu saja di depan pintu. Karena di dalam tas ransel tersebut ada barang berharga. Adik Aslan yang bernama David tampak diinfus di rumah. Kebetulan anak dari tetangga Aslan adalah perawat. Betapa hancurnya hati Aslan saat melihat David sakit. "Kakak!" David menatap Aslan dengan mata berair.Aslan menggendong adiknya. Ia juga mencium puncak kepalanya. David menangis sejadinya saat bertemu Aslan. Alice yang ikut masuk ke dalam rumah hanya diam menyaksikan interaksi Aslan dengan David. Tak lupa Alice mencari keberadaan Gavin yang merupakan sahabat Aslan. Jika Gavin tidak ada, maka akan repot bagi Alice dalam pengasuhan David. Namun keberadaan Gavin tidak ada di sana. "Kakak ternyata masih hidup. David kira Kak Aslan sudah meledak bersama rumah kita." Aslan tidak tahu jika adiknya menganggapnya sama pen
Perlahan Aslan bangkit dengan tetap menggendong David. Mulut David tak lagi dibekap oleh Aslan. Karena David tampak bisa berkoordinasi dengan Aslan. Namun tubuh David masih terasa gemetar. "Itu dia!" ucap seorang pria saat memergoki Aslan akan melarikan diri.Dug!Aslan melempar batu bata ke wajah musuh. Hanya satu orang yang kena lemparan Aslan. Sedangkan satu orang lainnya bisa menghindar. Kesempatan mengulur waktu sedikit digunakan oleh Aslan untuk melarikan diri. Ia tidak bisa mencari keberadaan yang lainnya, yang terpenting adalah dirinya dan David selamat. Dor! Dor!Suara tembakan membuat Aslan harus membungkukkan diri dalam berlari. David tampak histeris digendongan Aslan akibat mendengar tembakan bersahutan dengan teriakan kesakitan."Lari ke sini!" seru suara Alice pada Aslan. Aslan langsung pergi ke kanan. Namun sayang harus terjatuh bersama David saat merasakan sesuatu menancap di punggungnya. "Arrrgghhh!" keluh Aslan kesakitan hingga melepaskan tangannya dari tubuh Da
Aslan bersama dengan yang lain langsung keluar dari mobil. Ketika menjauh hingga sepuluh meter, mobil yang dinaiki tadi langsung mengeluarkan percikan api dari bagian bawah mobil. Tidak ingin terkena ledakan lagi, mereka menghindar lebih jauh. Benar saja mobil meledak setelah terbakar hebat. Namun ledakannya tidak separah dari rumah yang meledak. "Kak, aku takut." David sempat merengek dalam pelukan Aslan.Hanya usapan di punggung yang bisa diberikan Aslan pada David. Perkataan tidak bisa menenangkan David sekarang. Karena kenyataannya cukup kontras dengan perkataan hiburan akan membuat bualan semata. "Tasmu aman kan?" tanya Alice.Aslan memperlihatkan punggungnya yang masih menggendong tas ransel."Syukurlah.""Kau lebih baik duduk saja dulu. Biar kami mencari tumpangan." Aslan kasihan melihat Alice meringis menahan rasa sakit sesekali. Alice menurut dengan terpincang-pincang berusaha duduk di pinggir jalan. Anak buah Alice dan Gavin membantu Alice yang terlihat kesulitan duduk se
Dua minggu kemudian, menjadi hari penting. Di mana terakhir kali anak buah Alice menangkap adanya sinyal yang bukan berasal dari bahaya, melainkan sinyal tentang keberadaan Bella. Sebelum pergi menyelamatkan Bella, Aslan harus pergi mengantarkan David dan Gavin pada tempat aman untuk tinggal. Awalnya David merengek dengan segala drama anak kecil ketika diberitahu akan berpisah dengan Aslan. Namun Aslan meyakinkan David dengan sabar hingga David setuju berpisah."Sudah atau belum?" tanya Alice dengan nada tidak sabar. Bagaimana bisa sabar, jika Aslan membujuk David lebih dari satu jam.Aslan mengangguk. Ia kemudian menggendong David sebagai syarat yang diajukah oleh David."Ck! Manja sekali!" celetuk Alice.Aslan yang melewati Alice dengan menggendong David hanya menatap tajam pada Alice. Ia tidak bisa membiarkan Alice membuat dirinya yang membujuk adiknya menjadi rusak.Alice mengunci mulutnya rapat. Ia tahu jika sorot mata Aslan tampak tak terima.Semua orang yang pergi sama dengan
Gavin menjalankan perintah Alice. Ia melajukan mobil dalam keadaan ban kempes bagian belakang. Ketegangan terjadi di dalam mobil. Alice menatap sekitar. Aslan tampak memperhitungkan sesuatu. "Kau harus mengemudi mendekat pada anak buah Alice, lalu buka kunci pintunya agar anak buah Alice bisa melompat.""Kau gila? Kita bisa tertangkap." ucap Alice pada Aslan."Kau yang lebih gila tega meninggalkan anak buahmu."Pergerakan Gavin membuat polisi gadungan tersebut tampak menatap mobil yang dikemudikan Gavin. "Bagaimana ini? Mobil di depan menghalangi jalanku. Aku tidak bisa mendekatkan mobil pada anak buah Alice.""Aku akan keluar! Kau teruskan saja, nanti aku akan melompat bersama dengan anak buah Alice."Alice melihat ke bagian kursi belakang. Rupanya anak buah Alice yang memesan mobil telah menyiapkan sebuah senjata seperti pisau lipat. Pisau lipat diberikan pada Aslan oleh Alice. Serangan dengan tangan kosong saja tidak akan cukup. "Kau ini mengemudi mobil atau menjelma jadi kura-