Share

4. Tak Bisa Diragukan

Alice memejamkan mata. Sedangkan Aslan langsung berusaha bangkit dengan mengangkat Alice yang berada di atas tubuhnya. Mereka berdua terjatuh di ruang rawat inap pasien. Walaupun tidak menimpa pasien yang sedang sakit, kedatangan mereka membuat pasien shock hingga pingsan.

"Kita harus segera pergi!" Alice menahan tangan Aslan yang ingin menolong pasien tersebut.

"Tapi—" Ucapan Aslan terpotong ketika Alice menarik tangannya keluar dari ruangan.

Aslan ditarik Alice berlari menuju ke arah belakang rumah sakit. Tubuh Aslan yang terasa sakit semua membuat langkahnya melambat. Hal itu membuat Alice terus menarik Aslan berlari.

"Itu mereka!" seru orang-orang yang berada jauh dari Aslan dan Alice.

Aslan menoleh sejenak. Ia refleks menambah kecepatan berlari, sehingga membuat dirinya beralih menarik Alice. Semua rasa sakit yang dirasakan Aslan terasa sirna ketika keadaan mendesak.

"Ke Kiri!" ucap Alice sembari menarik Aslan.

Hampir saja Aslan dan Alice terjatuh. Mereka terus berlari mengindari orang yang mengejar mereka.

Ketika ada perawat yang sedang mendorong troli makanan yang kosong, Aslan merebutnya. Ia mendorong troli makanan tersebut ke arah orang yang mengejarnya.

Braaaaakkk!

Brruuugggh!

Suara tabrakan troli bersamaan dengan jatuhnya para musuh yang mengejar Aslan dan Alice. Hambatan kecil itu sedikit memberi peluang bagi Aslan untuk mencari penghalang lain yang ada di sekitar.

Bangku-bangku rumah sakit yang bisa diangkat oleh Aslan dijadikan penghalang. Tidak peduli dengan protes perawat yang ada di sana.

Dor!

Tembakan meluncur sebagai peringatan pada Aslan. Beruntung tidak mengenainya. Aslan dan Alice kembali berlari.

Dor!

Alice menarik Aslan ke arah berlawanan dari tembakan yang diluncurkan. Pengalaman Alice yang berkecimpung dengan dunia gelap membuat instingnya cukup peka. Aslan yang belum memiliki pengalaman hanya mengikuti gerakan Alice sembari mempelajari cara menghindarnya.

Cukup gila adekan tembak-menembak yang terjadi di rumah sakit. Aslan pikir hanya terjadi di film dan novel semata. Namun ternyata Aslan sekarang merasakannya. Aliran darah Aslan terasa terpacu dengan cepat seiring dengan ketegangan yang terjadi.

Aslan dan Alice sampai di luar rumah sakit. Mobil ambulans yang menjadi sasaran utama mereka. Aslan mengambil alih untuk mengemudi.

"Aku saja! Kau cepat turun! Kau tidak akan terbiasa mengemudi gila." Alice menarik Aslan agar turun dari kursi kemudi.

Dor!

Tembakan mengenai bagian samping mobil ambulans. Aslan meyakinkan Alice jika bisa mengemudi dengan cepat. Tidak ada pilihan lain bagi Alice selain menurut pada Aslan.

Aslan menancap gas meninggalkan rumah sakit. Alice terus waspada dengan menatap spion kiri. Tembakan bertubi-tubi didapatkan dari arah belakang. Kaca-kaca mobil bagian belakang pecah.

"Cepat tambah kecepatannya!" ucap Alice.

Aslan menambah kecepatan. Tak terduga Aslan langsung membelok ke arah kiri dengan tiba-tiba. Hampir saja Alice terlempar keluar akibat pintunya belum dikunci. Beruntung Alice berpegangan erat pada pegangan yang ada di bagian atas.

"Ada tujuan lain?" tanya Aslan di sela-sela mengemudinya.

"Terserah saja kau mau kemana. Asalkan bisa kabur dari mereka!"

Dor! Dor!

Ckiiiiiiitttttt!!

Aslan mengerem mendadak akibat kedua ban belakang mobil tertembak hingga sulit dikendalikan. Tak berselang lama, Aslan kembali menancap gas.

"Cepat sekali mereka mengejar kita!" ucap Aslan yang mulai kebingungan dengan keadaan mobil ambulans yang mengeluarkan bunyi aneh. Selain itu, juga tercium bau bahan bakar yang mungkin bocor dari mobil yang dikendarai.

Sebuah ide muncul di kepala Aslan. "Saat hitungan ketiga, kita harus melompat dari mobil ini." Aslan memberitahu Alice.

"Baiklah!"

"Kau perhatikan sekitar agar tidak salah sasaran saat turun. Jika salah, kau bisa disambar kendaraan lain."

"Tenang saja. Aku mengerti. Kapan kita akan turun? Aku merasa mobil ini semakin sulit dikendalikan."

Aslan melihat mobil yang ada di belakangnya. Ia kemudian mengerem mendadak. "Satu ... dua ... tiga!"

Bugh!

Aslan dan Alice jatuh bersamaan di aspal. Tubuh mereka sempat terguling-guling di jalanan yang tampak sepi.

Braaaakkkkkkkkk!

Mobil yang mengikuti Aslan menabrak mobil ambulans yang dilepas oleh Aslan. Sementara Aslan berusaha menghentikan tubuhnya yang terguling. Luka goresan di dapatkan Aslan di lengan dan wajahnya akibat gesekan dengan aspal.

"Ayo pergi!"

Tak disangka Alice telah bangkit sebelum Aslan. Walaupun ada darah yang mengalir dari bagian tangan Alice, masih saja sempat mengulurkan tangan pada Aslan.

Aslan dan Alice pergi dengan berlari kembali. Mereka berdua menahan rasa sakit yang dirasakan. Sementara waktu masih bisa mengulur kejaran suruh mafia kejam.

Jalanan menuju ke dalam hutan dipilih oleh Aslan. Karena masih cukup dekat dengan desanya, maka Aslan bisa mengingat jalan yang akan dilalui.

Dug!

"Aduh!" Alice tersandung ranting pohon hingga terjatuh. Aslan menolong Alice dengan mengulurkan tangan.

"Bertahanlah sebentar. Perlu berjalan sedikit saja bisa keluar ke jalan raya arah lain."

Alice mengangguk. Selama bertemu Aslan, Alice meragukan akan ketangguhannya. Tak disangka Aslan bukanlah pria yang lemah seperti dugaan Alice. Terlihat dari Aslan menyikapi masalah, sepertinya pernah menghadapi masalah serupa hingga bisa cekatan.

"Mereka sepertinya tidak mengejar kita lagi. Bisa pelankan langkahmu sebentar." Walaupun Alice terbiasa dengan aksi kejar-kejaran. Namun tenaganya sebagai wanita masih kalah dengan tenaga pria.

"Baiklah. Tapi, jangan berhenti. Kita tidak tau ada yang menyusul apa tidak."

Alice mengangguk.

Jalan setapak yang ada di hutan dipilih oleh Aslan. Melihat rumput yang tersibak hingga membentuk jalan, bisa dipastikan ada orang yang menggunakan jalan itu.

"Ini biasanya jalan apa?"

"Jalan untuk lari dari begal."

"Begal itu apa?"

"Pencuri sadis yang biasanya menghalangi orang yang melintas di jalan raya ketika melihat jalanan sepi. Jadi, mereka akan meminta apapun yang berharga. Jika tidak diberikan, bisa saja meregang nyawa."

"Begitu rupanya."

Seperti dugaan Aslan, musuh terlihat tidak mengikuti mereka. Aslan merasa lega ketika melihat jalan raya telah terlihat. Jalan raya yang berbeda dengan yang sebelumnya, sehingga cukup aman untuk Alice dan Aslan.

"Ah! Aku lupa ponselku di dalam mobil tadi. Kalau begini tidak ada yang menjemput kita di sini." Alice berbicara dengan raut wajah menyesal.

"Aku akan menghentikan kendaraan. Kau tunggu di sini saja." Aslan membiarkan Alice duduk di pinggir jalan.

Aslan berdiri di pinggir jalan dengan melambaikan tangan meminta tumpangan. Tampak dari kejauhan terdapat sebuah truk yang membawa beberapa ekor sapi.

"Jangan yang itu! Kita dalam keadaan terluka. Nanti bisa infeksi terkena kotorannya." Alice mencegah Aslan memberhentikan.

Aslan menurut pada Alice. Jika saja dirinya sendiri, mungkin akan tetap ikut dengan truk yang membawa sapi tersebut. Namun sekarang bersama Alice, Aslan tidak boleh egois.

Sebuah truk dengan bak kosong berhasil dihentikan oleh Aslan. Setelah Aslan bernegosiasi dengan sopirnya. Sopirnya akan menolak karena nanti takut dimintai tanggung jawab atas kecelakaan, melihat Alice dan Aslan terluka. Aslan meyakinkan sopir truk hingga meminta diturunkan di tempat yang ramai dengan kendaraan yang bisa ditumpangi. Namun sang sopir justru akan mengantar Aslan dan Alice ke rumah sakit atau klinik terdekat.

Aslan dan Alice setuju dengan niat sopir truk. Akhirnya mereka naik ke dalam bak truk. Cukup aman di sana karena tidak terlihat oleh siapapun.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Alice yang menangkap ada perubahan di wajah Aslan.

"Tidak apa-apa."

"Jangan bohong! Wajahmu terlihat pucat."

"Hanya sakit saja kepalaku." Aslan berkata jujur. Ia tidak suka terus didesak oleh Alice.

"Bersabarlah. Kita akan segera sampai."

"Kau tidak takut?"

"Kenapa? Kau takut?"

"Sedikit."

Alice tertawa kecil. "Ini tidak seberapa. Tapi, maklum saja kau baru pertama merasakan hal seperti ini."

"Aku pernah dikejar begal."

"Tapi setelahnya tidak berlanjut kan? Ini berlanjut."

"Apa tidak ada jalan pintas?"

"Tidak ada. Hanya jalan ini. Oh, iya! Apa kau tau markas rahasia milik ayahmu?"

"Kenapa kau tanya itu?"

"Karena balas dendam juga butuh biaya. Tidak cukup kalau hanya menggunakan uangku."

"Memangnya di markas rahasia ayahku ada hal berharga?"

"Ada. Ayahmu menulis seperti itu di wasiat. Apa kau tidak membaca semuanya tadi?"

"Aku lupa isi lengkapnya."

"Rupanya begitu. Setelah luka kita diobati, maka kita harus mencari markas rahasia itu."

"Baiklah."

Truk berhenti. Aslan dan Alice berdiri dari posisinya. Mereka melihat keluar untuk mencari tahu tempat apa yang dituju sekarang.

"Ayo cepat turun! Kalian sudah aku antar di rumah sakit. Aku harap setelah ini kalian bisa memiliki tumpangan lain. Karena aku harus pulang."

"Terima kasih, Pak." Aslan mengucapkan dengan tulus.

"Terima kasih." Alice ikut bicara.

"Sama-sama. Ingat ... jangan menjebakku dengan mengatakan aku pelaku yang menabrak kalian."

"Iya, Pak. Kami tidak sejahat itu."

"Aku permisi."

"Hati-hati di jalan."

Alice berjalan terlebih dahulu masuk ke rumah sakit. Sedangkan Aslan masih berdiri menatap rumah sakit yang ada di depannya.

"Kenapa kau diam saja?" Alice menyadari jika Aslan tidak ikut masuk.

"Aku masih melihat sekitar. Siapa tau ada orang mencurigakan."

"Memangnya kau tau ciri-ciri mereka seperti apa? Kau sendiri tidak pernah bertemu. Ayo cepat masuk saja!" Alice menarik tangan Aslan.

Aslan dan Alice menjalani perawatan luka masing-masing di dalam rumah sakit. Semua biaya pengobatan diselesaikan oleh Alice dalam satu kali telepon dengan orang yang dikenal.

Sejak tadi Aslan hanya memperhatikan apa yang dilakukan oleh Alice. Cukup hebat kemampuan Alice dalam menyelesaikan sesuatu. Baru kali ini juga, Aslan melihat kuasa seseorang bekerja.

"Siapa yang kau telepon tadi?" tanya Aslan sembari berjalan keluar dari rumah sakit.

"Tentu saja anak buahku yang masih kuhafal nomornya."

"Hanya dengan begitu saja mereka percaya?"

"Tentu saja dibungkam langsung dengan pembayaran transfer beberapa detik."

"Aku tau. Tapi mereka tidak mempermasalahkan kelengkapan administrasi."

"Ketika ada uang, semua akan beres. Nah, itu dia yang menjemput kita." Alice menunjuk mobil sedan hitam yang berhenti di depan rumah sakit.

Aslan dan Alice masuk ke dalam mobil sedan. Entah berapa banyak anak buah yang dibawa Alice, Aslan menghitung masih ada lima yang terlihat.

"Kau tau jalannya ke markas rahasia ayahmu kan?"

"Kau ada fotonya tidak? Karena ayahku tidak pernah berbicara tentang markas rahasia. Kalau diajak ke rumah yang dimiliki ayahku ... dulu pernah."

"Sebentar aku cari." Alice mengambil sebuah ponsel yang tersimpan di kursi mobil. Ia mencari foto yang diinginkan oleh Aslan.

Aslan mencoba mengingat beberapa rumah milik ayahnya. Tidak sampai puluhan, hanya ada tiga rumah yang berbeda selain rumah yang terbakar. Namun dua di antaranya digunakan sebagai penginapan.

"Ini dia!" Alice memperlihatkan pada Aslan markas rahasia ayah Aslan.

Aslan memperhatikan gambar rumah tersebut. Rupanya rumah itu adalah favorit Aslan waktu kecil. Bahkan Aslan sempat memberi julukan rumah sembunyi, karena Aslan suka petak umpet saat bermain bersama ayah dan ibunya.

Rute perjalanan diambil oleh sopir sesuai dengan arahan Aslan. Jalanan ke rumah sembunyi masih diingat jelas oleh Aslan. Karena terakhir kali Aslan ke sana saat SMA, sehingga otaknya cukup mudah mengingat jalan.

Perjalanan menuju ke markas rahasia memakan waktu hampir satu jam. Rumah dengan pagar yang tinggi tanpa berasap. Aslan dan Alice tampak panik.

"Jangan ... jangan ... mereka tadi kemari?" ucap Alice.

Aslan keluar dari mobil untuk mengecek. Alice mengikuti di belakang Aslan.

"Uhuk! Uhuk!" Alice terbatuk-batuk saat menerobos asap bekas kebakaran.

Aslan terus menerobos masuk untuk memastikan. Kedua kalinya Aslan harus melihat rumahnya lenyap.

"Ayo pergi! Tidak ada yang bisa diharapkan lagi di sini."

"Tunggu! Masih ada satu! Di sana!" Aslan bergegas menuju ke tempat yang familiar.

"Memangnya ada apa di sana?" ucap Alice dengan sedikit berteriak.

"Kau akan terkejut!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Haryulinda
Readers, bab ini ada revisi yang sedang ditinjau. jadi, harap bersabar untuk revisi bab barunya. sementara bacanya bab 1-3 yang ini. lalu ke bab 5 ya nantinya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status