Share

Sang Pemburu Nyawa
Sang Pemburu Nyawa
Author: Qolamul98

01

Hujan baru saja mengguyur bumi dengan derasnya. Burung berkicau riang menari kesana-kemari. Kabut menutupi sebagian puncak pengunungan. 

Namun ada yang aneh. Kabut pekat pun mengepul dari balik kayu besar yang menjulang tinggi. 

Sosok tampan dengan setelan serba hitam keluar dari dalam kabut. Tatapan tajam, rahang yang kokoh, hidung mancung serta kulit putihnya bercahaya dari balik setelan hitam yang ia kenakan. 

Dia melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Bukan jam pada umumnya. Jam itu memperlihatkan foto seorang gadis dengan waktu yang terus berjalan mundur. 

Dia menarik ujung bibirnya membentuk senyum. Tampan, namun terlihat menakutkan. 

Dia melangkahkan kaki panjangnya. Mencari sosok yang diperlihatkan oleh jam miliknya. 

Pandangannya mengunci seorang gadis yang sedang memainkan ponselnya. Mengenakan seragam sekolah dengan tas tersampir di bahunya. 

"Malang sekali nasibnya. Harus meninggalkan dunia ini diusia muda" Gumamnya menarik ujung bibirnya tersenyum licik. Masih dengan langkah lebarnya. 

"Mau pulang gadis kecil?" dia sudah duduk di samping gadis berseragam itu. 

"Ah..... Eemm... Iya. " Jawab gadis itu tergagap. 

"Wah, pelajar sekarang sangat patuh. Kelas selesai langsung pulang. Gadis baik." Ia menepuk kepala gadis itu. Dengan senyuman memikat. 

"Wah, Tuan. Anda sangat tampan." Gadis itu tidak berkedip. 

"Benarkah? Lalu maukah kau menjadi kekasihku?"

"Tentu saja, Tuan."

Dia tersenyum puas. Tidak perlu berlama-lama. Ia sudah bisa memikat targetnya. 

"Pejamkan matamu. Aku akan membuatmu melupakan semua kenangan pahitmu."

Gadis itu mengangguk mengiyakan. Ia pun meraih tengkuk gadis itu dan menyentuhkan bibirnya ke bibir gadis itu lembut. Hanya sekilas. 

"Saat kau tidur nanti, kau akan melupakan segalanya."

"Termasuk dunia ini." Sambungnya dalam hati tersenyum licik. 

Bruk... Bruk.... Bruk... 

Tiba-tiba seseorang memukulnya dari belakang. Ia berdiri dengan kesal berusaha menghindar dari pukulan membabi-buta itu. 

Ia melihat seorang gadis cantik berkaos putih dengan celana panjang yang sedang memegang payung yang ia gunakan untuk memukulnya. Wajah bulat dan hidung mancung tampak sangat menawan. Rambut panjangnya ia ikat asal-asalan. 

"Dasar pria mesum," gadis cantik itu masih berusaha memukulnya. Namun ia dengan sigap menangkap payungnya. 

"Apa masalahmu, Nona."

"Aku sering menemukan pria mesum sepertimu. Pria sepertimu tidak layak hidup. Enyah kau dari muka bumi ini."

"Hei, Dik. Cepat naik ke bismu. Aku akan bawa pria mesum ini ke kantor polisi. "

"Hei, Nona. Kami melakukannya atas dasar suka sama suka. Tidak ada unsur paksaan."

Orang yang melewati tempat itu mulai memperhatikan mereka. 

"Kau pikir aku tidak melihatmu, Tuan Mesum. Siapa yang ingin kau bodohi. Kau berpakaian rapi. Tapi ternyata pekerjaanmu hanya melecehkan para pelajar."

Ia tersenyum kecut mendengar penuturan wanita itu. Orang-orang mulai berbisik. Entah apa yang mereka bicarakan. 

"Apa kau ingin mencobanya, Nona? Kau cemburu pada pelajar itu bukan? Kau berpikir, pria setampan diriku kenapa tidak memilih dirimu," entah dari mana kepercayaan diri itu. 

Wanita itu mengerutkan keningnya jijik. 

"Siapa yang kau sebut tampan, Tuan Mesum. Bagiku kau hanya pria mesum pemburu paha mulus para pelajar yang tak berdaya. Tapi tenang saja, kali ini akan aku pastikan menjebloskanmu ke balik jeruji besi."

Dia hanya tersenyum lebar mendengar penuturan gadis itu. Menampilkan deretan giginya yang rapi. Dia melihat tidak ada rasa takut di mata gadis itu. Namun tidak ada yang bisa membuatnya masuk ke dalam kurungan yang diperuntukkan untuk manusia lemah. 

"Aku juga sangat ingin masuk ke tempat itu, Nona. Tapi sayangnya, belum ada yang bisa membawaku ke sana. Aku sangat menantikan tawaranmu, Nona manis." Dia menampilkan senyum terliciknya. Menjentikkan jemarinya. Seketika semua yang ada disekitarnya berhenti. Hanya dirinya yang bisa bergerak. 

Ia menepuk kepala gadis itu lembut.

"Aku menantikan pertemuan kita selanjutnya, Nona. Tapi, apa kau siap dengan bibir mautku? Hahahaha. " Ia berbisik di telinga gadis itu dan berlalu dengan tertawa puas. 

******

Jezin, seorang pemburu nyawa dari kalangan peri. Jezin ditugaskan untuk memburu para gadis yang mencapakkan laki-laki yang tulus mencintai mereka. 

Di dunia peri, laki-laki memiliki perasaan yang rapuh. Lemah saat dihadapkan dengan masalah hati, dan selalu menjadi pihak yang tersakiti. 

Para peri tidak ingin di dunia manusia terjadi hal serupa. Mereka turun tangan berpihak pada makhluk adam untuk menghukum setiap gadis tak berprasaan yang selalu menyakiti hati laki-laki.

Dan itu menjadi alasan Jezin dikirim ke dunia manusia. Jezin adalah pembunuh sadis tanpa menorehkan luka. Hanya dengan mengecup ringan bibir buruannya, sudah dipastikan tidak ada hari esok baginya. 

Jezin pemburu paling handal dikalangan para peri. Belum ada wanita yang bisa menolak pesonanya. Berkat anugrah wajah tampannya, ia selalu sukses menjalankan misinya. Dan itu menjadi poin plus baginya di hadapan Ratu Peri. 

Jezin melihat pantulan dirinya di cermin. Mengusap lembut bibirnya yang kembali berhasil menjatuhkan korban. Jezin tersenyum puas. 

Jezin berjalan menuju meja, mengambil stiker angka dan menempelnya di dinding yang hampir penuh dengan stiker serupa. 

"993. Wah. Sepertinya aku akan menjadi ketua peri diusia muda. Kenapa tugas ini sangat mudah bagiku."

Jezin memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Melihat deretan angka yang ia tempel serapi mungkin. Sebuah prestasi luar biasa. Membingkai senyum sempurnah di wajahnya. 

"Kamu akan menjadi gadis ke 1000. Tunggu aku gadis manis, angka kematianmu akan ikut serta menghiasi dinding ini."

Jezin merasa sedikit kesal akibat ulah gadis siang tadi. Pria setampan dirinya harus menerima julukan pria mesum. Jezin juga harus menahan malu menjadi bahan tontonan gratis pengguna jalan. Ditambah lagi dia harus menerima pukulan membabi buta dari gadis itu. 

Harga dirinya tidak membiarkan gadis itu lolos begitu saja. Jezin harus memberinya pelajaran. Gadis itu harus sadar siapa yang ia hadapi. 

"Apa? Aku tidak tampan? Aku pria mesum? Hahaha." Jezin terbahak. Perkataan gadis itu masih terus terngiang di telinganya. 

"Kau akan jatuh cinta padaku. Akan aku pastikan itu."

Jezin kembali muncul di tengah kabut lebat. Ia keluar dari dalam pohon besar yang menjulang tinggi. Benar. Ia tinggal di dalam sana. Di mata manusia biasa, itu hanya sebatang pohon. Namun di dunia peri, di dalam pohon itu, rumah mewah Jezin berdiri kokoh. Bak mension di dunia manusia. 

Jezin menemui seseorang. 

"Carikan wanita ini untukku!" Titahnya membuka telapak tangannya. Muncul wajah gadis itu yang tengah memukulnya. 

"Waw. Sejarah akan mencatat. Kau baru saja dilecehkan seorang wanita." Remo meledeknya. Remo seorang peri mata-mata. 

"Tidak akan kubiarkan dia lolos."

"Menyentuh manusia yang tidak bersalah melanggar peraturan dunia peri. Kau akan dihukum." Remo mengingatkan. 

"Aku akan bermain cantik. Tenang saja. Tidak akan kusia-siakan kerja kerasku menguap begitu saja."

"Wajah gadis itu seperti menyembunyikan kesedihan."

Jezin tersenyum miring. "Kau bersimpati padanya."

"Tentu saja. Aku seorang peri. Dan seorang peri harus memiliki hati seluas samudra."

"Hahaha. Aku juga seorang peri. Namun hatiku hanya seukuran telapak tanganku."

"Itu karena kau peri berdarah dingin."

"Apa pun itu. Cepat katakan di mana gadis ini?"

Remo memejamkan matanya. Pandangan matanya seakan membawanya berkelana mencari keberadaan seorang gadis. 

"Saat kau melewati gedung itu, kau akan menemukan taman. Di depan taman ada gedung penyiar radio. Dia bekerja di sana." 

Remo menunjuk puncak gedung pencakar langit. Mereka hanya bisa melihat sedikit puncak gedung tersebut karena terhalang jarak yang sangat jauh.

"Hahaha. Kau ingin aku ke tempat sejauh itu?" 

Jezin menoleh tak percaya pada Remo.

"Apa perlu kau tanyakan lagi padaku? Bukankah kau yang begitu tak tahu diri datang menanyakan keberadaan gadis itu? "

Jezin meneguk liurnya. 

"Maksudku, kenapa dia begitu jauh diujung dunia sana."

"Lalu, kau ingin aku menyeretnya ke hadapanmu?"

"Maukah kau? " Jezin memasang wajah imutnya. 

"Aku setuju dengan gadis itu. Kau tidak ada tampannya sedikit pun." Remo bergidik ngeri melihat Jezin menggodanya dengan wajah sok imutnya. 

"Sepertinya, otakmu hanya kau pake untuk mencium gadis yang ingin kau buruh. Bukankah kau seorang peri? Kau hanya perlu menjentikkan jarimu lalu berubah menjadi asap. Kau tidak perlu memakai kaki panjangmu itu kesana."

"Ah. Betul juga. Kau sangat cerdas, Remo."

Tanpa pikir panjang lagi Jezin menjetikkan jarinya, seketika menjadi gumpalan asap kecil. Ia tidak peduli jika ada orang yang melihat aksinya. 

Remo yang melihat itu gelagapan kesal. Ia menoleh ke kiri ke kanan takut seseorang menyaksikan mereka. 

"Dasar peri gila." Umpatnya. Namun langsung ikut menjentikkan jarinya. 

Kalau kau bisa, aku juga bisa. Kilahnya

Mereka pun menjelma menjadi asap tanpa api. Menuju tujuan mereka masing-masing.

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status