“Maafkan aku, Rose. Maafkan jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu.” Levon langsung menunduk dan mengatupkan tangan di depan dada.
Rose terlihat marah, tetapi detik berikutnya berubah tertawa keras sampai memegangi perut, “Hahaha kau lucu, Lev. Kau seperti mobil tanpa rem.”
“Hehehe.” Levon hanya bisa menyengir sambil menggaruk kepala.
“Oke! Berhubung kau bertanya banyak sekaligus dengan super cepat maka kujawab juga dengan super cepat ... nama Papaku, Frankie. Nama Mamaku, Evelyn. Papa mempunyai perusahaan industri kimia di Washington. Dan mereka tinggal di rumah Washington agar lebih dekat dengan perusahaan. Seminggu sekali, Papa dan Mama mengunjungiku kesini.” Rose membalas Levon dengan menjawab pertanyaan dengan super cepat.
“Oke! Kalau Papamu punya perusahaan, mengapa Rose tidak bekerja disana?” Levon tak mau kalah, ia bertanya lagi dengan super cepat.
“Karena aku ingin mandiri dan untuk mencapai terget hidup.” Rose masih menjawab dengan super cepat.
“Terget hidup?” Levon memperlambat ucapan sambil memajukan kepala.
“Hanya aku yang tahu. Weekkkkk,” ucap Rose sambil menjulurkan lidah.
“Oke capailah target hidupmu itu.” Levon memberi dukungan kepada Rose tanpa bertanya apa sebenarnya target Rose bekerja di perusahaan LEO Group.
“Ya, tentu aku harus mencapai target itu.”
Levon masih ingin bertanya banyak hal tentang Rose, tetapi niatnya diurungkan setelah melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 11, “Rose! Aku harus pulang, sekarang sudah pukul 11.”
“Kau tidak perlu pulang, Lev. Menginaplah disini! Masih banyak kamar yang kosong.”
“Terima kasih Rose, tetapi pantang bagiku untuk menginap di rumah seorang wanita yang bukan istriku,” terang Levon memberikan alasan mengapa ia harus tetap pulang.
“Baiklah, Lev. Mari kuantar dirimu pulang,” ucap Rose sambil berdiri.
Di sepanjang perjalanan, mereka tidak berbicara apa pun karena Levon pura-pura tertidur. Mereka sampai di jalan depan mansion mewah dan terbesar di Amerika milik Levon, tetapi Rose tidak berhenti disana. Ia terus menyetir melewati mansion itu. Ia justru berhenti di pinggir jalan, sekitar 300 meter dari mansion.
Rose memang berhenti di depan rumah sewa sederhana Levon. Semua sudah tahu bahwa Levon hanya sebatas cleaning service yang hanya bisa menyewa rumah sederhana itu. Levon sengaja menyewa untuk menutupi identitas sebagai orang terkaya dan berpengaruh di dunia.
“Lev? Bangunlah, sudah sampai.” Rose memegang bahu Levon dan sedikit mendorong agar Levon terbangun.
“Ya?” Levon kaget membuka mata sambil sedikit menguap.
“Hem apakah aku mengganggu mimpimu?”
“Eh sudah sampai,” ucap Levon setelah melihat ke arah luar mobil.
“Iya, Lev. Sepanjang perjalanan kau tertidur. Apakah tidurmu sedang memimpikan sesuatu?” tanya Rose tersenyum menatap Levon.
“Aku bermimpi menjadi orang kaya,” jawab Levon tersenyum menatap Rose. Apa yang diucapkan Levon itu bukan sebuah mimpi. Levon adalah orang yang sangat kaya raya di dunia nyata.
“Woowww semoga terwujud, Lev,” balas Rose melebarkan senyuman.
“Baik, Rose. Terima kasih sudah mengantarku pulang,” pamit Levon sambil melepaskan sabuk pengaman.
“Iya, Lev. Cepatlah tidur dan lanjutkan mimpi indahmu.”
Saat Rose sudah pergi, Levon memperhatikan situasi sekitar. Ia melihat beberapa orang yang mencurigakan sedang mengawasi dirinya. Levon melangkah menuju rumah sewa sederhananya.
Beberapa orang yang dicurigai Levon, mereka mengikuti dari belakang. Levon tersenyum kecut, ia sudah tahu, mereka adalah suruhan Fletcher untuk menghajar dirinya.
Levon menyeringai sambil mengambil kunci di kantong celana, “Kau mau bermain-main denganku, Fletcher.”
Belum sempat Levon membuka pintu, tiba-tiba sebuah batu menghantam kaca jendela tepat di samping pintu. Serpihan kaca itu mengenai lengan Levon, “Oh shit!” umpat Levon sambil memutar tubuh ke belakang.
“Itu akibatnya jika kau berani bermain-main dengan Tuan Fletcher,” seloroh salah satu orang suruhan Fletcher. Lalu semua orang suruhan itu tertawa keras, wajahnya tampak begitu semringah menatap Levon.
Levon tidak takut, justru ia ikut tertawa keras melebihi orang suruhan Fletcher, dan beberapa detik berganti dengan tatapan mengejek, “Ternyata Tuanmu seorang banci! Jika dia laki-laki sejati, pasti datang sendiri padaku, tetapi dia membayar sampah seperti kalian untuk bermain-main denganku.”
Ucapan Levon membuat orang suruhan Fletcher emosi dan marah, “Sebentar lagi kau tak akan bisa tertawa lagi, Sampah!” ketus salah satu dari mereka.
Orang suruhan Fletcher semakin maju mendekati Levon dengan semringah, tetapi Levon justru tersenyum miring. Levon mulai menggerakkan jarinya dan menghitung berapa banyak orang yang akan bermain dengannya.
“Ada apa? Mengapa kau menghitung kami? Apakah sekarang kau mulai takut?” Orang suruhan Fletcher tertawa lepas.
“Takut? Apakah kalian melihat ketakutan ada pada diriku? Bahkan lima orang tidak cukup untuk mengalahkanku!” Kali ini Levon mengeluarkan aura yang semestinya dimiliki oleh seorang penguasa. Tatapannya bak binatang buas yang sangat kelaparan
Wajah orang suruhan Fletcher sedikit berubah cemas, tetapi beberapa detik kemudian mereka kembali tertawa. Mereka pikir, Levon hanya menggertak saja, “Kau cerdik, hampir mengelabuhi kami.”
“Cepat, beri pelajaran anak sombong itu!” Satu di antara mereka mulai maju ke arah Levon. Tangannya mengepal dan mengayunkan tepat pada wajah Levon, tetapi mereka terkejut ketika pukulan dari rekannya ditangkap dengan enteng. Justru tangan dari rekannya itu dipelintir begitu keras hingga menimbulkan bunyi mengerikan. Lalu, Levon menendang keras tubuh orang itu sampai terpental sejauh tujuh meter.
Empat orang lainnya terkejut, nyalinya menurun drastis setelah melihat rakannya dengan mudah dikalahkan Levon. Empat orang itu maju bersama menerjang Levon, tetapi Levon lebih cepat dari mereka. Semua panca indera Levon saling berkoordinasi dan bekerjasama untuk mengalahkan musuhnya. Serangan demi serangan berhasil Levon tangkis dengan mudah. Levon membalas dengan sebuah pukulan dan tendangan yang cukup untuk mematahkan tulang musuh-musuhnya.
Kelima orang itu masih penasaran untuk mengalahkan Levon. Mereka kembali berdiri meski merasakan kesakitan akibat serangan dari Levon barusan. Mereka menyusun strategi, menyebar dan mengelilingi Levon dari berbagai arah. Dari arah depan, belakang, dan samping, mereka menyerang Levon secara bersamaan. Levon membaca pergerakan mereka, ia memilih sedikit bergerak ke depan dan menangkap tangan musuh yang ada didepan dan melemparnya ke tengah.
Akibatnya, satu orang menjadi sasaran empuk dari serangan keempat temannya. Setelah itu, Levon menangkis, memukul, dan menendang keempat orang lainnya sampai terkapar dibawah.
Kini keadaan berbalik, di wajah mereka nampak sangat ketakutan. Mereka meminta pengampunan pada Levon sambil merintih kesatikan, “Arrrgh ... ampun.”
“Lumayan untuk olahraga malam. Terima kasih, aku memang sudah lama tidak berlatih bela diri lagi,” seringai Levon menatap puas kelima orang suruhan Fletcher yang terkapar di bawah.
Selain menjadi orang super kaya, Levon juga mempunyai ilmu bela diri yang cukup mematikan. Orang hanya tahu Levon adalah Si cleaning service tidak berguna, tetapi ia adalah Sang Penguasa yang sangat berbahaya bagi musuh-musuhnya.
“Mengapa tawa kalian sekarang berubah menjadi ketakutan?” ejek Levon tertawa renyah.
Kelima orang itu semakin ketakutan, dan sesekali merintih kesakitan. Levon tertawa puas, tetapi beberapa detik Levon kembali menampilkan wajah konyol, “Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja melakukan itu. Mendingan kalian segera pergi ke rumah sakit sebelum terlambat.”
Levon memang menampilkan wajah konyol, tetapi tangannya menunjukkan gestur ingin memukuli mereka lagi jika tidak segera pergi. Mereka pun memaksa berdiri dan berjalan gontai menahan sakit di sekujur tubuh akibat hantaman dari Levon.
“Huh ....” Levon menghembus napas kasar sambil meraih hp di kantong celana dan menelepon Pulisic, “Aku ingin kau melihat cctv di restoran malam ini. Suruh Ethan untuk ke perusahaan besok pagi. Katakan padanya, jika masih ingin bekerja, dia harus mencium kakiku dan memberikan dua tiket ekslusif premium gratis padaku.”
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B