Shen Yue melangkahkan kakinya dengan perlahan sembari sesekali memeriksa sekitarnya untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain yang melihat keberadaannya. Meskipun sudah merasa aman, namun Shen Yue tetap berhati-hati dan terus memikirkan cara untuk menjawab pertanyaan yang datang jika bertemu dengan orang lain, juga penjelasan untuk ayah dan kakaknya.
Ketika gadis itu tengah berjalan sambil melamun, tiba-tiba suara mengudara yang terdengar dengan jelas di telinganya, “Hei, berhenti!” mesksipun belum melihat sosoknya, tetapi Shen Yue yakin suara itu berasal dari seorang pria dan berhasil membuatnya mematung. “Mati aku,” gumam kecil Shen Yue. Ia berpikir bahwa sosok itu menghentikannya karena sudah melihatnya berkeliaran di sekitar kediaman pribadi Kaisar Li. Lebih jauh lagi, mungkin saja itu adalah sang kaisar sendiri. “Celaka!” Shen Yue kembali bergumam, kali ini ia benar-benar ketakutan.
Dengan tubuh yang bergetar hebat, Shen Yue memberanikan diri untuk membalikkan
Happy Reading
Kaisar Li memasuki ruangan rahasia dan menemukan Li Guan yang tengah berbaring lemah seperti biasanya. Menatap ke seluruh penjuru ruangan, pria itu tidak menemukan hal yang mencurigakan di sana. Entah karena tidak ingin membangunkan Li Guan yang nampak sedang tertidur atau tak ingin berbicara dengannya, Kaisar Li memutuskan untuk meninggalkan ruangan tersebut. Setelah mendengarkan suara langkah kaki Kaisar Li yang meninggalkan ruangan, Li Guan membuka matanya. Menghela napas lega, pria itu bergumam pelan. "Untung saja Nona Kecil itu meninggalkan tempat ini tepat waktu." Pandangan Li Guan kemudian mengarah ke langit-langit ruangan dan tampak memikirkan sesuatu. Bersamaan dengan itu, Shen Long tengah berjalan menyusuri halaman Istana, dan berpindah dari satu bangunan ke bangunan lainnya. Sebelumnya, Patriak Shen memintanya untuk mencari keberadaan sang adik, Shen Yue karena belum juga kembali. Tidak ingin melihat Patriak Shen khawatir, Shen Long menyetujuinya.
Senyuman di wajah Shen Yue berubah menjadi ringisan saat Shen Long memarahinya. Pemuda itu segera menjewer telinga sang adik meskipun saat ini tengah berada Li Jianchen, Lily dan Shushu. Kemarahan Shen Long bukannya tidak berasalan, Pemuda itu sangat mengkhawatirkan sang adik yang tak kunjung juga terlihat. Sebab alasan itu jugalah Shen Yue tidak memberontak, karena ia mengetahui kesalahannya dan hanya bisa meminta maaf. Melihat sang adik yang sudah kesakitan juga mengaku bersalah, barulah Shen Long melepaskan jeweran di telinganya. Namun, masih terlihat kekesalan di wajah Pemuda itu. "Senior Shen Long, kuharap Anda tidak terlalu keras pada Senior Shen Yue. Dia sudah meminta maaf bukan? Lagipula, Anda melihatnya sendiri bahwa Senior Shen Yue baik-baik saja." Li Jianchen tersenyum tipis, mencoba menengahi permasal
Rembulan malam bersinar lebih terang daripada biasanya, memancarkan cahayanya dan mengusir kegelapan. Lan Xuefeng tengah mendongakkan kepalanya ke atas memandangi langit yang dipenuhi bintang-bintang ketika terdengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Menoleh ke arah sumber suara, Lan Xuefeng menyipitkan matanya tatkala melihat lima siluet tubuh yang mendekat ke arahnya. Mengamati dari bawah hingga ke atas, Lan Xuefeng baru mengenali saat mereka berjarak beberapa tombak lagi darinya. Tersenyum tipis, gadis itu beranjak bangkit. Matanya yang indah kini harus berbinar dikala bertatapan dengan gadis lainnya yang tak lain adalah Shen Yue. Lan Xuefeng berlari dan langsung memeluk Shen Yue. "Saudari Yue!" ujar Lan Xuefeng, mengeluarkan suara yang seperti menahan tangis. "Saudari Lan!" Shen Yue yang melihat Lan Xuefeng juga segera membuka lebar tangannya lalu mendekap gadis yang memeluknya itu. Harus diakui, pada awal pertemuan mereka, keduanya
Hujan salju terus berlanjut, membuat genangan salju terlihat di berbagai tempat dan menciptakan rasa dingin yang menusuk menembus kulit. Orang-orang mulai mengenakan mantel hangat untuk mengurangi rasa dingin yang menyusup hingga ke tubuh bagian dalam. Rasa dingin kian bertambah tatkala semilir hembusan angin menerpa. Dedaunan mulai berguguran terlepas dari tangkainya, dan terombang-ambing mengikuti ke mana angin akan membawanya berhenti. Tiga tahun telah berlalu, setelah kabar percobaan pembunuhan yang dilakukan seorang pemuda bernama Fang kepada Kaisar Li Ning yang merupakan orang nomor satu di Kekaisaran Yang. Namun, meskipun sudah tiga kali musim dingin kembali bertemu, kabar itu seolah tiada akhirnya, masih membekas dan terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, lukisan wajah Fang masih sering ditemui di berbagai tempat dengan tampilan yang sempurna karena selalu diganti ketika sudah usang ataupun rusak. Di sebuah desa kecil yang terletak di wilayah ibukot
Dari awal kedatangan anggota kelompok Gagak Pembunuh, perasaan Fang sudah tidak enak. Benar saja, setelah mendengar penjelasan dari pemilik kedai, Fang menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan perasaan berat.Pemuda itu kembali mengenang masa lalunya, tepatnya setelah seminggu muncul kabar yang menyatakan bahwa dirinya di cap sebagai buronan kelas satu karena mencoba melakukan pembunuhan terhadap sang kaisar.Awalnya Fang bersembunyi di markas Partai Pengemis dan mendapatkan perlindungan dari Patriak kelompok itu, Huoyan yang ternyata adalah saudara angkatnya saat kecil. Namun, setelah memikirkan banyak hal, Fang memutuskan untuk kembali ke Hutan Kematian menemui kakeknya. Selain berpikir bahwa tempat itu adalah lokasi yang aman untuk bersembunyi, Fang juga ingin melanjutkan latihan ilmu tujuh pedang penggetar langit miliknya.
Pemilik kedai terdiam sejenak saat Fang memintanya menjelaskan lebih jauh tentang 'Fang' dan Kelompok Gagak Pembunuh yang dikatakan pria tua itu sebelumnya. Memang, pemilik kedai belum menjelaskan sampai habis pada kesempatan pertama karena diganggu oleh anggota Kelompok Gagak Pembunuh itu. Melihat hal tersebut, Fang menaikkan sebelah alisnya. Oleh karena merasa ada keanehan yang ditunjukkan pemilik kedai, Fang pun menanyakannya. "Ada apa, Paman? Kenapa kau diam saja?" Terdiam sejenak, pemilik kedai menatap Fang dengan wajah ketakutan. Namun, pada akhirnya ia memberanikan diri untuk mengatakan hal yang sebenarnya. "Itu … Tuan Muda, maaf sebelumnya, apakah boleh saya menanyakan sesuatu?" ujarnya dengan suara terbata-bata. "Silahkan!" Fang mengangguk pelan. "Tuan Muda, apakah Anda baru melakukan pengembaraan atau sejenisnya? Sebab, kabar ini bukanlah rahasia umum lagi. Bukan hanya beredar di kalangan orang-orang dunia persilatan, kabar ini juga
Perkataan Fang tidak meleset, belum lama ia meninggalkan kedai, anggota Kelompok Gagak Pembunuh lainnya sudah berdatangan. Tampaknya mereka memiliki cara rahasia untuk mengetahui keberadaan rekan mereka masing-masing."Siapa pemilik kedai ini?" tanya seorang anggota Kelompok Gagak Pembunuh yang memiliki perawakan tinggi dan besar. Dilihat dari gayanya, pria itu memiliki kedudukan lebih tinggi daripada anggota yang berada di belakangnya. Hal itu diperkuat lagi saat dirinya memberi perintah untuk mengumpulkan anggota Kelompok Gagak Pembunuh yang tengah tidak sadarkan diri di kedai tersebut.Tak berapa lama, pemilik kedai menampakkan diri dengan wajah yang pucat pasih, bahkan tubuhnya yang rentah kini harus bergetar hebat tanpa henti. "Sa … saya, Tuan," jawabnya dengan nada rendah dan gugup."Kau sudah tahu maksud kedatangan kami, bukan? Cepat ceritakan!" balas anggota Kelompok Gagak Pembunuh lagi dengan nada tegas.Mendengar itu, pemilik kedai bertam
Fang melanjutkan perjalanannya, tujuannya saat ini adalah mengunjungi ibukota Kekaisaran Yang dan menetap di sana, sebab ia telah membuat janji di temu di kota itu. Fang memilih jalur udara untuk mempersingkat waktu perjalanannya sekaligus menghindari masalah yang kemungkinan akan datang jika ia menempuh jalur darat. Pemuda itu menghentikan langkahnya, ketika matanya bisa melihat ibukota dari kejauhan. Menghela napas berat, Fang memutuskan untuk mengubah jalur perjalanannya dari darat supaya menghindari masalah yang dapat ditimbulkan nantinya. Meskipun tidak menggunakan jalur udara lagi, namun langkah Fang terbilang cepat karena ia menggunakan teknik Sihir Ruang dan Waktu yang bisa menghilang dari satu tempat ke tempat lain. Akan tetapi, ia memilih untuk tidak terlalu sering menggunakan teknik tersebut karena menguras qi terlalu banyak. Setibanya di depan pintu masuk ibukota, Fang menghentikan langkahnya, lalu mendongakkan kepala ke atas, memandangi langit ya