Beberapa saat kemudian, Kakek kembali lagi dengan membawa sebuah keranjang yang cukup besar. Keranjang itu biasa Kakek bawa untuk menangkap ikan.
"Mancing lagi kek?" Tanya Fang, "Katanya hari ini mau ngajarin aku ilmu beladiri?" Sambungnya sedikit cemberut.
"Keranjang ini adalah alat untuk latihan pertamamu," balas Kakek tanpa menjelaskan lebih lanjut.
"Ayo ikuti Kakek," Sambung pria tua itu sambil berjalan meninggalkan rumah. Fang sendiri mengikutinya dari belakang.
Keduanya berhenti setelah berada di lokasi yang banyak bebatuan. Sang Kakek menurunkan keranjang di punggungnya dan mulai memasukkan bebatuan yang ukurannya cukup besar ke dalamnya tanpa banyak bicara.
Di sisi lain, Fang penasaran dengan yang dilakukan Kakeknya itu. Akan tetapi, sebelum ia menanyakannya, sang Kakek sudah selesai mewadahi bebatuan tersebut.
"Kemari," panggil Kakek kepada Fang. Fang menurutinya, walaupun banyak pertanyaan yang ada di benaknya.
"Sekarang, coba kau angkat keranjang itu!"
Fang melihat Kakek dengan seksama, ingin memastikan bahwa pria tua itu sedang bercanda dengannya. Akan tetapi setelah melihat raut wajah Kakek yang serius, Fang mulai mempertanyakannya.
"Kek, apakah kau serius dengan ini? Kau ingin membunuhku?" Menurutnya ada yang salah dengan isi kepala sang Kakek. Memintanya mengangkat keranjang yang penuh bebatuan besar itu? Fang memperkirakan berat bebatuan tersebut sekitar seratus kilogram. Anak kecil berusia enam tahun diminta mengangkat beban seberat itu? "Yang benar saja," pikir bocah itu.
"Kek, kau benar-benar serius dengan ini?" Fang menanyakannya sekali lagi sebab sang Kakek tidak menjawab pertanyaannya dan hanya mengangguk saja. Melihat Kakek kembali mengangguk, Fang mengerutkan keningnya, bibirnya manyun, tubuhnya bergetar.
Kali ini Fang benar-benar percaya bahwa sang Kakek ingin membunuhnya. Akan tetapi, karena ia sudah berjanji akan menuruti semua perintah sang Kakek, dengan terpaksa bocah kecil itu mengangkat keranjang yang penuh bebatuan tersebut.
"Ergh,"
"Argh,"
"Uh,"
Fang sudah berusaha sekuat tenaganya untuk mengangkat keranjang itu, tapi hasilnya tetap saja ia tidak bisa mengangkatnya. Bahkan menggesernya pun ia tidak bisa melakukannya.
Melihat hal itu, Kakek tersenyum tipis lalu berkata, "Itulah salah satu yang membedakan antara manusia biasa dan pendekar. Kau memang bisa mengangkat kayu yang besar karena beratnya masih beberapa puluh kilogram. Sementara untuk mengangkat berat ratusan kilogram, kau tidak sanggup melakukannya. Sebenarnya itu adalah pencapaian yang menakjubkan untuk anak seusiamu, tapi untuk ukuran Pendekar, itu belum ada apa-apanya."
Kakek lalu berjalan mendekati Fang, tanpa banyak bicara ia mengangkat keranjang yang penuh bebatuan itu dengan satu tangannya. Yang terjadi selanjutnya membuat Fang terkejut bukan main. Sang Kakek bisa melakukannya bahkan tanpa kesulitan, keranjang penuh bebatuan itu bagai kapas di tangan pria tua tersebut.
"Sekarang kau mengerti bukan, apa keistimewaan yang bisa didapatkan oleh seorang Pendekar?" Ujar Kakek sambil menurunkan keranjang tersebut. Fang mengangguk, ia menjadi lebih bersemangat daripada sebelumnya.
"Jadi apa yang harus aku lakukan, Kek?" Tanyanya dengan antusias.
"Ikut Kakek," tanpa menjelaskan lebih jauh, Kakek mengajak Fang meninggalkan tempat itu dan mereka berhenti setelah berada di dekat sebuah air terjun.
Fang kebingungan, apa hubungannya air terjun dengan latihan ilmu beladiri, pikirnya. Akan tetapi ia tidak berani menanyakannya secara langsung. Fang hanya menunggu arahan dari sang Kakek.
"Sekarang kau berjalan kesana dan duduk di batu besar itu," ujar Kakek sambil menunjuk sebuah batu besar yang ada di bawah air terjun.
Tanpa banyak tanya, Fang menurutinya. Ia terjun ke air dan berenang. Beberapa saat kemudian ia sampai ke tempat yang diperintahkan sang Kakek. Fang duduk bersila di batu itu sambil menunggu arahan selanjutnya.
"Sekarang tutup matamu, buang semua pemikiran yang ada di kepalamu. Biarkan pikiranmu kosong dan mengalir bagai air di sekitarmu."
Awalnya Fang tidak mampu melakukannya, akan tetapi dengan tekad yang kuat dan beberapa kali percobaan, akhirnya ia bisa melakukannya.
"Sekarang tutup semua inderamu, lalu tarik napas panjang dan tahan. Lepaskan setelah kau memang tidak bisa menahannya lagi," Kakek terus memberikan arahan. Walaupun suaranya kecil tetapi dapat terdengar jelas di telinga Fang. Bahkan pria tua itu seperti sedang bicara di dekat telinga sang Bocah.
Fang menuruti semua arahan yang diberikan sang Kakek sebelumnya, kali ini ia tidak lagi bisa mendengarkan sedikitpun suara dari pria tua itu. Bahkan gemercik air yang mengalir terdengar dengan jelas sebelumnya, kini tidak dapat ia dengarkan.
Fang menarik napasnya panjang-panjang dan menahannya. Perlahan-lahan ia merasakan sesuatu masuk ke dalam tubuhnya. Ini bukan pertama kali ia merasakannya. Ya, ini adalah sesuatu yang sering Kakek alirkan ke dalam tubuhnya saat ia merasa kedinginan. Tenaga dalam, ya benar ini adalah tenaga dalam.
Fang tersenyum puas, akan tetapi ia tetap fokus. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya ia membuang napasnya, sebab ia benar-benar tidak bisa lagi menahannya. Fang lalu membuka matanya, ia merasakan perbedaan dalam tubuhnya walaupun sedikit.
Saat Fang melihat ke arah tempat sang Kakek berdiri sebelum ia memejamkan matanya, Fang tidak bisa menemukannya lagi.
"Siapa yang kau cari?" Sebuah suara masuk ke dalam telinganya. Suara yang ia kenali. Ya, itu adalah suara sang Kakek.
"Kenapa suara itu seperti berada di belakangku?" Karena penasaran, Fang menoleh ke belakang dan benar saja, ia menemukan sang Kakek sedang tersenyum lebar kepadanya.
"Ba-bagaimana Kakek bisa berada di sini?" Tanya pemuda itu dengan penasaran.
"Kakek melakukannya saat kau sedang melakukan latihan," ucap pria tua itu dengan wajah datar. "Ini adalah salah satu latihanmu juga. Walaupun kau harus fokus saat latihan, kau juga harus bisa merasakan hal-hal yang ada di sekitarmu." Sang Kakek mengingatkan.
"Bagaimana jika yang sekarang bukan Kakek, tetapi orang jahat yang ingin membunuhmu? Bukankah ia bisa dengan leluasa melakukannya?" Lanjutnya.
Fang mulai mengerti, ia melakukan kesalahan yang sangat besar, "Jadi, apa yang harus kulakukan, Kek?"
"Kau cukup menuruti semua arahan dariku. Nanti juga inderamu akan meningkat dengan pesat," jawab Kakek.
"Baik, Kek!"
Kakek lalu mendekati Fang dan memegangi pergelangan tangan bocah itu. Ia mengalirkan tenaga dalamnya untuk memeriksa peningkatan bocah itu.
"Tidak buruk," ujarnya sambil mengangguk-angguk pelan.
"Hari ini kita sudahi dulu latihanmu sampai di sini. Besok akan kita lanjutkan." Kakek lalu mengajak Fang pulang sebab waktu sudah menunjukkan tengah hari.
Fang mengangguk, keduanya pergi meninggalkan lokasi itu.
Di perjalanan pulang, Fang dan Kakek melihat seekor babi hutan yang sedang berjalan santai. Ukurannya besar, seukuran sapi dewasa. Sang Kakek memiliki sebuah ide, ia mendorong Fang ke arah babi hutan tersebut sementara sang Kakek melompat ke atas sebuah pohon dan bersembunyi.
Sang Kakek bertepuk tangan dan tertawa kecil, menurutnya sebentar lagi akan ada pertunjukkan yang menarik.
Halo, semuanya! Sweet_Owl di sini!Saya ingin mengabarkan bahwasanya karya kedua dan ketiga (terbaru) telah dirilis dan bisa dibaca melalui web ataupun aplikasi Goodnovel. So, saya harap pembaca sekalian bisa membaca dan mendukung karya tersebut.Judul : Penguasa Seni Racun Penulis : Sweet_OwlPenerbit : GoodnovelJudul : Kembalinya Sang PenguasaPenulis : Sweet_OwlPenerbit : Goodnovel Dengan ini, saya juga meminta masukan serta komentar yang membangun dari pembaca untuk pemacu semangat serta konsistensi saya dalam menulis. Semoga kalian menyukainya dan saya bisa menyuguhkan karya-karya yang menarik untuk menemani hari-hari Anda. Jangan dilewatkan ya, ini menarik lho! HeheheAyo buruan baca, jangan sampai ketinggalan ceritanya. Kalian akan disajikan konflik, intrik yang menarik dari pemeran utama kita (Long Tian), atau (Lei Xiayu) dan karakter lainnya.Akhir kata, terima kasih dan selamat membaca.
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua, adanya catatan dari author kali ini menjadi penutup dari kisah novel Sang Penguasa. Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya jualah saya bisa mengakhiri cerita ini. Ya, walaupun saya sendiri mengetahui banyak kekurangan, tetapi saya mohon untuk para pembaca memakluminya. Shalawat teriring salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, Rasulullah Saw. Karena berkat beliaulah kita bisa hidup di zaman yang penuh kecanggihan seperti saat ini. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, terima kasih kepada kalian yang telah setia membaca dan mengikuti novel ini dari awal sampai akhir. Saya sangat menghargai dan mengapresiasi dukungan tersebut. Kedua, maaf bisa selama ini saya selaku author masih banyak kekurangan, karena yakinlah tidak ada manusia yang sempurna, yang ada hanya mereka yang se
Setahun telah berlalu setelah peristiwa yang sangat kelam di Kekaisaran Yang.Kabar mengejutkan terdengar, Biksu Tong Tian tidak berhasil bertahan dari racun yang diberikan menteri Han pada pertarungan terakhir mereka. Biksu sepuh itu menutup usianya setelah berusaha tetap bertahan selama enam bulan lebih.Kuil Tanah Suci segera berganti kepemimpinan, dan Biksu Muda Tong Min terpilih menggantikan Biksu Tong Tian untuk menjadi mahaguru di tempat itu karena ia dinilai telah memenuhi persyaratan untuk mendudukinya.Kabar lain juga beredar, Patriark Shen dan Patriark Lu sama-sama mengundurkan dari dari posisi mereka dan akan digantikan oleh anaknya masing-masing.Kemudian diperlihatkan kepada Li Jianchen dan Lan Xuefeng yang telah resmi menjadi sepasang suami istri. Sejak pertempuran itu, Li Guan tidak mempermasalahkan identitas Li Jianchen yang merupakan anak kandung dari Li Ning karena bagaimanapun juga pemuda itu adalah keponakannya. Sebaliknya, Li Guan me
Teknik yang digunakan menteri Han tidak mampu menghalangi laju jurus yang Fang keluarkan. Saat ribuan pedang itu tinggal satu meter lagi darinya, senjata tersebut bergabung menjadi satu dan membentuk pedang raksasa yang menakutkan. Menteri Han sudah membuat pagar pelindung, namun tetap tidak mampu menahannya. Tubuh menteri Han terasa lemas ketika pedang besar menembus badannya. Argh! Menteri Han menjerit kesakitan, ia tidak berdaya. Ini pertama kali bagi dirinya merasakan sakit yang begitu luar biasa. Qi-nya juga telah terkuras habis, membuatnya tidak dapat bertahan lebih lama di udara. Menteri Han memejamkan matanya, penglihatannya mulai buram dan perlahan jatuh dengan bebas. Fang masih kurang puas, meskipun kali ini dia melayang dengan keadaan yang juga terluka, setelah terkena efek dari pertukaran jurus sebelumnya, tetapi ia tetap menyusul arah jatuhnya menteri Han. Pemuda itu kembali melepaskan pukulan, tendangan yang membuat siapapun menerimanya
Pertukaran sepuluh jurus pertama telah selesai, baik menteri Han maupun Yan Liang masih sama-sama kesulitan untuk menemukan celah lawan. Keduanya masih berimbang, menunjukkan bahwa kemampuan menteri Han memang luar biasa.Yan Liang membuat mantra tangan, dalam sekejap bola air mengumpulkan di telapak tangannya. Dari yang semula berukuran kecil, kini telah berubah menjadi ratusan kali lipat lebih besar. Saat Yan Liang melepaskan bola air tersebut, udara berguncang hebat, kekuatan itu menyapu bersih apa saja yang mencoba menghalangi jalannya.Menteri Han segera membuat pagar pelindung, namun bisa dihancurkan oleh bola air tersebut dan pada akhirnya mendarat dengan mulus di tubuh pria sepuh itu.Boom!Ledakan besar terjadi, mengundang orang-orang yang berada di bawah untuk menyaksikannya. Awalnya mereka tidak perduli lagi dengan menteri Han, namun mendengar adanya ledakan membuat mereka mengalihkan perhatian.Pendekar tingkat tinggi seperti Patr
"Ayah … bangun … jangan membuatku takut." Li Jianchen menggoyangkan tubuh ayahnya, namun tetap tidak mampu membuat lelaki itu membuka matanya."Ayah … maafkan aku … aku hanya ingin membuatmu sadar … tetapi tidak sampai sejauh ini." Li Jianchen menambahkan. Air mata mengalir di pipinya, menunjukkan kesedihan yang mendalam. Tatapannya kosong, ia benar-benar merasa bersalah atas hal ini.Perlahan, Li Jianchen merasakan seseorang menyentuh bahunya dan itu adalah Lan Xuefeng. "Lan … tolong bantu aku untuk membuka mata ayah. Aku tahu dia hanya bercanda dan sedang marah kepadaku sebab itulah dia tidak ingin membuka matanya."Lan Xuefeng yang melihat kekasih hatinya itu menjadi histeris, ikut merasakan kesedihannya. Namun, ia tidak dapat berbuat banyak sebab Kaisar Li memang sudah meninggal. Lan Xuefeng menggelengkan kepalanya, dan memberikan Li Jianchen pengertian. "Chen … Yang Mulia sudah tiada. Kau tidak perlu berusaha
Dengan kedua belas tubuhnya, Fang menyerang menteri Han secara bersamaan, membuat lelaki sepuh itu harus mengambil posisi bertahan. Masing-masing tubuh Fang juga menggunakan teknik yang berbeda membuat menteri Han cukup kesulitan menahannya.Misalnya saja saat ini, satu tubuh Fang menggunakan teknik tebasan pedang tiada akhir. Sementara tubuh lainnya mengikuti dan melepaskan teknik tujuh tebasan Kilat. Begitupula dengan tubuh-tubuh lainnya yang segera memberikan serangan kepada menteri Han.Menteri Han berhasil menghindari sebagian serangan sehingga tebasan Fang hanya menghantam udara kosong namun mencipta suara keras. Ia juga berhasil menangkis sebagian lainnya yang menciptakan bunyi nyaring saat kedua pedang mereka bertemu. Namun karena serangan Fang terlalu cepat, membuat dua tubuhnya yang lain berhasil mendaratkan tebasan ke tubuh menteri Han, tepatnya di bagian dada dan punggungnya yang berhasil menciptakan goresan besar setelah mengoyak pakaiannya sehingga dari l
Anggota Kelompok Gagak Pembunuh tidak memiliki semangat bertarung lagi setelah mendapati semua pemimpin mereka telah terbunuh. Tidak ingin bernasib sama, mereka memilih untuk menyerah karena berpikir bisa mempertahankan nyawa mereka. Keputusan tersebut tidak sia-sia, pihak lawan menghentikan serangan mereka saat anggota Kelompok Gagak Pembunuh meletakkan senjata mereka ke tanah dan mengangkat tangan. Namun, tentu saja mereka tidak dibiarkan begitu saja. Pihak lawan memang tidak membunuh, tetapi tetap mengumpulkan mereka dan akan memberikan hukuman. Semua anggota Kelompok Gagak Pembunuh bernapas lega, paling tidak mereka tetap dapat bertahan hidup meskipun akan berakhir di dalam penjara. Fang sendiri masih berhadapan dengan menteri Han. Hingga saat ini, keduanya telah bertukar puluhan jurus, namun Fang hanya mampu mendaratkan satu tebasan pedang saja yang itu pun tidak terlalu mematikan. Di sisi lain, menteri Han berhasil melukai Fang dan memberikan luka di beberapa b
Pertarungan antara Patriak Shen dan Shi Liong cukup sengit, membawa keduanya harus menggunakan teknik rahasia mereka masing-masing. Darah segar mengucur di sebagian tubuh Patriak Shen, akibat luka yang diberikan Shi Liong. Namun, Shi Liong tentunya mengalami luka yang lebih parah. Bahkan, di bagian dadanya terdapat goresan besar akibat tebasan pedang milik Patriak Shen.Shi Liong menggertakkan giginya dengan keras, kemudian memegangi erat pisau yang ada di tangannya. Ia menatap tajam, memfokuskan perhatiannya kepada target yang telah ditentukan."Hiyah!" Shi Liong menjerit keras. "Terima ini!" Diikuti dengan gerakan yang cepat.Ia melemparkan pisaunya ke udara, dan mengalirkan tenaga dalam ke senjata itu, membuatnya mampu bergerak dengan sendirinya. Namun, yang menarik perhatian dari teknik tersebut adalah pisau itu perlahan berubah menjadi dua, tiga, sepuluh, seratus bahkan seribu dan menutupi sebagian wilayah istana, membuat dua kelompok yang sedang bertarung