Beranda / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Menyelamatkan Citra Dari Perkosaan

Share

Menyelamatkan Citra Dari Perkosaan

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-02 12:34:02

Rangga bergerak dengan kalut menuju ke sumber suara yang ia dengarkan itu. Di sana ia melihat Citra sedang dikerjai lima orang lelaki dalam rombongan itu. Mereka semua berdiri mengelilingi Citra yang terlihat kacau dan ketakutan di tengah-tengah; berusaha mencari celah untuk melarikan diri, namun ia tak berdaya.

Pakaian Citra sedikit robek; tanda jika tadi mungkin ia sedang memberontak saat dipegangi tubuhnya sampai bajunya robek.

Darah Rangga mendidih seketika melihat hal itu. “CITRAAAA!!!” teriak Rangga dan teriakannya membuat semua orang menoleh dan menatap heran.

“Kangmas… tolong…” ucap Citra. Meski ia pergi karena kecewa, namun bagaimanapun kali ini Rangga lah satu-satunya harapan untuk selamat dari pelecehan itu. Dan lagipula, Rangga adalah suaminya. Satu-satunya orang yang berhak mendapatkan mahkotanya.

Tubuh Rangga, meski tinggi dan gagah, namun tak terlatih untuk berkelahi meski ia pernah juga belajar kanuragan. Hanya saja, jiwa Rangga dari masa depan itu masih membawa memori pengetahuan di mana ia pernah mengarungi asam garam kehidupan sampai jatuh di titik terendah.

Lima orang mungkin berat untuk dilawan sebab ia bukan pendekar ahli beladiri. Namun dalam keadaan marah dan kalut, energi bawah sadarnya itu membuat dia seperti orang yang tak lagi mengenal takut.

Rangga menyambar sebatang kayu di dekatnya dan bergerak cepat mengamuk dengan mengayunkan tongkatnya ke arah para lelaki brengsek yang hendak memperkosa istrinya itu.

“Bajingan! Apa yang kalian lakukan kepada istriku! Mampus kau! Hiyaaaa!!!”

PRROOKKK

Orang pertama itu gagal menghindari ayunan kayu dari Rangga; kepalanya terhantam seketika dan ia langsung ambruk.

Orang kedua pun demikian; dengan bodoh ia menangkis ayunan kayu itu dengan kedua lengannya. Tentu saja ia meraung kesakitan setelahnya sebab ia juga bukan seorang yang ahli beladiri. Berikutnya, tendangan Rangga berhasil mendarat di rahangnya dan dia pun tumbang sudah.

Dari kelima orang itu pun memang tak ada yang membawa senjata apa-apa. Semuanya juga bukan ahli beladiri dan rata-rata sudah berusia paruh baya yang merupakan pedagang biasa antar desa.

Kedatangan Rangga dengan serangannya yang tiba-tiba itu sungguh membuat mereka panik. Satu orang lagi terkena pukulan kayu dan yang dua orang lainnya segera lari secepat yang bisa mereka lakukan.

Rangga tak sudi mengejarnya. Perhatiannya tertuju sepenuhnya untuk istrinya. Ia melemparkan kayunya dan segera menghambur memeluk Citra.

“Syukurlah kau baik-baik saja, Citra…aku mencarimu… syukurlah aku menemukanmu di sini sebelum mereka mencelakaimu…” kata Rangga sambil memeluk tubuh istrinya erat-erat.

Citra hanya bisa menangis pasrah dalam pelukan Rangga. Ia belum bisa menerima suaminya, namun sungguh saat itu hanya Rangga yang bisa ia jadikan sandaran sekaligus pelindung.

“Ayo kita pergi dulu dari sini secepatnya…” kata Rangga. Tanpa pikir panjang, ia mengangkat dan membopong tubuh istrinya dan dengan langkah cepat ia segera bergegas menuju ke tepi hutan tempat ia menambatkan kudanya.

Ingin rasanya Rangga membakar kereta orang-orang itu. Namun ia lebih mementingkan untuk membawa Citra segera ke tempat yang aman.

“Kau naik duluan, sayang… ayo aku bantu… pegang pelananya…” kata Rangga.

Begitu Citra sudah duduk, Rangga segera naik. “Berpegangan…” kata Rangga. Untungnya Citra menurut. Ia berpegangan di pundak Rangga dan setelah itu kuda dipacu cepat meninggalkan tempat itu.

Mumpung hanya sedang berdua dan tidak di rumah serta jauh dari pemukiman, Rangga menghentikan kudanya ketika mereka melewati sungai kecil.

“Kita istirahat di sini dulu, sayang… kudanya butuh minum sebab sejak tadi dia kupaksa berlari kencang…” kata Rangga. Ia turun dan membantu pula istrinya turun dari kuda.

Citra masih diam saja dengan segala kecamuk perasaan yang melanda hatinya. Ia merasa benar-benar mendapatkan kesialan yang seolah tak ada habisnya setelah menikah dengan Rangga.

Setelah memberi kuda itu minuman dan menambatkannya di pohon dengan rumput yang tumbuh disekitarnya, Rangga mendekati istrinya yang duduk terdiam di bawah pohon yang akarnya meliuk muncul hingga ke permukaan tanah.

Rangga menghela nafas panjang dan mengusap wajahnya beberapa kali. Setelah itu ia mulai bicara.

“Citra… aku tahu kau sangat membenciku. Aku tidak akan memaksamu sebab aku tahu kau tidak pernah merasa bahagia bersamaku. Yang ada, kau selalu mendapatkan kesialan dan perlakuan buruk dariku sepanjang waktu,” Rangga memberi jeda sejenak sambil menata pikirannya.

“Namun, aku sungguh ingin berubah. Setidaknya, berikan aku waktu selama 3 bulan ini dan jika aku gagal membahagiakanmu, aku akan mengembalikanmu kepada orang tuamu sebab aku merasa tak pantas menjadi suami wanita sebaik dirimu,” ucap Rangga frustasi sambil kembali mengusap wajahnya agak kasar.

“Selama ini aku buta sampai tak bisa melihat betapa sempurna tubuh dan hatimu, Citra… betapa cantik dirimu… aku tidak bersyukur dan selalu menjadikanmu alasan untuk meluapkan amarahku… setelah ini, jika kau ingin membalasku, aku persilakan. Kau bebas memukuliku dan menyiksaku untuk menebus kesalahanku…” kata Rangga.

Tapi Citra masih diam saja. Pikirannya sangat kacau.

Rangga tak buru-buru memaksa Citra untuk merespon ucapannya. Bahkan apapun yang saat itu Citra lakukan pun sudah merupakan suatu respon. Diamnya adalah sebuah tanda jika dia tak akan bisa dengan mudah menerima hal itu semua.

Setelah merasa cukup beristrahat, Rangga mengajak Citra untuk kembali pulang ke rumah. Kali ini Citra tak menolak. Namun ia sungguh tak mengatakan apa-apa. Ia terlihat seperti linglung.

Sesampainya di rumah, Rangga pun tak menyuruh Citra melakukan apapun; biarlah dia bebas dan semua pekerjaan rumah saat itu Rangga yang mengurusinya. Namun untuk urusan memasak dengan benar, ia menyerah. Ia tak tahu banyak soal masakan dan ujung-ujungnya ia pergi membeli makan untuk ia bawa pulang ke rumah.

Demikianlah dua hari berjalan tanpa pernah ada percakapan sama sekali. Rangga hanya bisa menunjukkan apa saja yang bisa menjadi bukti bahwa ia ingin berubah.

Namun hari itu, Rangga berpikir jika ia sudah waktunya mengumpulkan pundi-pundi uang. Ia menemui Citra untuk sekadar pamit, “Citra, aku pergi mencari uang terlebih dahulu. Tenang saja, aku akan bekerja dengan benar, tidak berjudi dan tidak akan lagi mabuk-mabukan. Di lemari kamarku, di bawah sendiri, ada kotak kayu. Isinya uang tak seberapa. Kau bebas menggunakannya untuk membeli apapun yang kau mau!” kata Rangga.

Citra hanya mengangguk, tak bicara dan tak menatap suaminya.

Lalu Rangga mengambil cangkul, linggis, parang dan karung. Kemudian ia pergi dari rumah untuk mencari sesuatu. Di masa depan, Rangga tahu ada sebuah tempat di desanya yang menyimpan sesuatu yang sangat berharga. Dia ingin mengambilnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Alexfamily Lydia
cerita yg sangat menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status