Share

Kedatangan Kakak Lelaki Citra

Rangga pergi ke sebuah sungai di desa itu. Tak terlalu jauh dari rumahnya. Di masa depan, salah satu tetangganya membongkar bebatuan yang ada di sana dan menemukan sebuah kotak berisi uang emas dengan jumlah cukup banyak. Orang itu menjadi kaya setelahnya. Rangga ingin mendahuluinya.

Uang itu nantinya ingin Rangga gunakan untuk modal. Ia tahu bisnis apa yang bagus dan di masa depan ia sangat memahami seluk beluk bisnis yang membuatnya kaya raya. Ia juga tahu batu sandungannya.

Namun Rangga sadar, semua itu bisa saja berubah sebab ia sudah merubah keadaan dengan kembali ke masa lalu. Hanya saja, apa yang ia ketahui di masa depan itu bisa menjadi petunjuk yang bagus.

Rangga masih ingat di mana lokasi tetangganya itu menemukan harta karun. Ia segera menuju ke sana mumpung hari masih pagi.

‘Jika tidak salah, itu dia tempatnya…’ Rangga melihat lempengan batu besar di tepi sungai. Siapa yang akan mengira jika di bawah lempengan batu itu ada harta karunnya.

Tetangga Rangga menemukannya hanya karena kebetulan dia membutuhkan lempengan batu besar itu untuk dia bawa pulang.

Kini Rangga berusaha dengan keras untuk menyingkirkan lempengan batu besar itu. Sungguh berat jika ia lakukan seorang diri. Mau tak mau ia harus membelahnya. Ia mengambil batu berukuran besar yang sangat berat, lalu ia jatuhkan batu itu ke atas lempengan batu tersebut beberapa kali hingga akhirnya lempengan batu itu terbelah menjadi beberapa bagian.

‘Akhirnya…’ Rangga segera menyingkirkannya. Di bawahnya masih ada tumpukan batu kecil dan pasir. Ia pun menggalinya dan tidak dalam kemudian ia menemukan kotak besi yang sudah berkarat.

‘Ini dia…’ Rangga berusaha keras mencongkel batuan dan pasir di pinggirnya dengan linggis hingga kemudian ia berhasil mendapatkan kotak besi yang tak terlalu besar itu.

Rangga segera memasukkannya ke dalam karung dan membawanya pulang. Kotak besi itu lumayan besar sampai ia terengah-engah dan mandi keringat begitu ia sampai di rumahnya.

Rangga segera menuju ke belakang di dekat dapur. Citra yang saat itu sedang memasak menatap heran ulah suaminya. Ia penasaran sebetulnya dengan kotak besi itu. Namun ia enggan mendekat; hanya meliriknya saja sambil memasak.

Susah payah Rangga membuka kotak besi yang sudah berkarat itu dan ia bersorak senang setelah berhasil. Di dalamnya ada banyak uang emas dan kalung serta gelang berhias permata.

“Citra… aku mendapatkan harta karun. Kemari dan lihatlah… ini semua untukmu!” kata Rangga.

Ingin sekali Citra mendekat karena ia sangat penasaran. Sungguh. Tapi ia menahan diri dan tetap memasang sikap datar dan dingin.

Rangga tak putus asa dengan sikap cuek Citra. Ia mencuci semua temuannya itu di sumur dan menggosoknya hingga bersih.

Ada empat kalung berhias permata, 8 gelang, 5 cincin, 6 tusuk konde emas, anting-anting, berbagai batu mulia dan kemudian kepingan uang emas.

Rangga menghitung semua uang emas itu. Jumlahnya ada 500 keping emas. Sangat lumayan sebagai ganti uang terakhirnya yang ia berikan kepada ketiga temannya itu.

Rangga bisa kembali tenang meski ia sudah tak punya sawah lagi dan kali ini ia harus bijaksana menggunakan uangnya dan memutarnya untuk menimba kekayaan.

Saat itu jenis uang yang berlaku adalah uang perunggu, perak dan emas. 1 keping emas bernilai 20 keping perak. Dan 1 keping perak bernilai 20 keping perunggu. Lalu harga sepiring nasi sayur biasa di kedai makan biasanya berkisar antara 2-3 keping perunggu.

Pada dasarnya, Rangga memang sudah kaya berkat warisan orang tuanya. Namun sejak kedua orang tuanya mati, dia tak mau bekerja dan hanya menghambur-hemburkan uangnya. Uang yang melimpah itu tentu berkurang sedikit demi sedikit. Kuda dan kereta, serta ternak peninggalan orang tuanya sudah ia jual semua.

Kini setelah mendapatkan harta karun itu, Rangga seperti mendapatkan nafas baru.

Uang emasnya akan ia gunakan sebagai modal. Sementara perhiasan-perhiasan menakjubkan itu akan ia berikan kepada istrinya.

“Citra… aku letakkan perhiasan itu di kamarmu. Simpanlah dengan baik. Itu milikmu. Jika kau membutuhkan uang, aku menaruhnya di tempat berbeda. Gunakan saja semaumu,” kata Rangga.

Lagi-lagi Citra hanya mengangguk. Ia tak mau buru-buru melihatnya meski sebenarnya ia sangat penasaran. Dan baru kali ini suaminya mau memberi nafkah.

Rangga menghela nafas panjang. Ia tak mau memaksa dan membuat situasi memburuk. Setidaknya sudah ada sedikit perkembangan. Meski Citra tak mau bicara dan sikapnya dingin, namun dia masih mau memasak dan menyiapkan makanan.

Rangga tahu, Citra pasti memaafkannya, sebab di akhir hayatnya pun, ketika Citra sudah ia hancurkan, dia masih mau datang dan menemaninya. Rangga hanya butuh bersabar dan terus menunjukkan kesungguhannya. Masih ada waktu sebelum tiga bulan berakhir.

“Citra, aku hari ini akan mencoba memulai usaha. Ada banyak modal saat ini dan aku ingin memutar modal itu supaya untung berkali lipat…” kata Rangga.

“Iya…” balas Citra dengan suara lirih. Rangga tersenyum kali ini setelah mendengar balasan dari istrinya. Hanya sedikit saja, namun hal itu sudah membuat Rangga bersemangat.

Usai mandi dan leyeh-leyeh di dipan belakang, Rangga makan siang sendirian dari apa yang tadi dimasak istrinya. Kini Citra sedang ada di dalam kamarnya tak mau menemani Rangga makan.

Citra mengamati perhiasan yang tadi diberikan oleh Rangga. Ia sungguh bertanya-tanya; benarkah Rangga berubah. Jika iya, lantas apa penyebabnya? Semua itu terjadi begitu tiba-tiba dan seolah masih menyisakan suatu kejanggalan.

Menjelang sore, rumah Rangga kedatangan tamu. Ternyata yang datang adalah kakak lelakinya Citra yang mampir dari kotaraja sebelum ia pulang ke rumah orang tuanya. Dia bernama Teja yang bekerja sebagai prajurit di istana.

Sebelum Teja sampai di rumah Rangga, dia mampir di kedai minum. Ia mendengar obrolan beberapa pemuda yang membahas Rangga. Beberapa pemuda itu adalah Parwo, Gatot dan Teguh. Kebetulan sekali yang mereka bicarakan adalah Citra. Hal itu membuat Teja merasa berang dengan kelakuan Rangga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status