Home / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Kedatangan Kakak Lelaki Citra

Share

Kedatangan Kakak Lelaki Citra

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2023-10-02 12:35:16

Rangga pergi ke sebuah sungai di desa itu. Tak terlalu jauh dari rumahnya. Di masa depan, salah satu tetangganya membongkar bebatuan yang ada di sana dan menemukan sebuah kotak berisi uang emas dengan jumlah cukup banyak. Orang itu menjadi kaya setelahnya. Rangga ingin mendahuluinya.

Uang itu nantinya ingin Rangga gunakan untuk modal. Ia tahu bisnis apa yang bagus dan di masa depan ia sangat memahami seluk beluk bisnis yang membuatnya kaya raya. Ia juga tahu batu sandungannya.

Namun Rangga sadar, semua itu bisa saja berubah sebab ia sudah merubah keadaan dengan kembali ke masa lalu. Hanya saja, apa yang ia ketahui di masa depan itu bisa menjadi petunjuk yang bagus.

Rangga masih ingat di mana lokasi tetangganya itu menemukan harta karun. Ia segera menuju ke sana mumpung hari masih pagi.

‘Jika tidak salah, itu dia tempatnya…’ Rangga melihat lempengan batu besar di tepi sungai. Siapa yang akan mengira jika di bawah lempengan batu itu ada harta karunnya.

Tetangga Rangga menemukannya hanya karena kebetulan dia membutuhkan lempengan batu besar itu untuk dia bawa pulang.

Kini Rangga berusaha dengan keras untuk menyingkirkan lempengan batu besar itu. Sungguh berat jika ia lakukan seorang diri. Mau tak mau ia harus membelahnya. Ia mengambil batu berukuran besar yang sangat berat, lalu ia jatuhkan batu itu ke atas lempengan batu tersebut beberapa kali hingga akhirnya lempengan batu itu terbelah menjadi beberapa bagian.

‘Akhirnya…’ Rangga segera menyingkirkannya. Di bawahnya masih ada tumpukan batu kecil dan pasir. Ia pun menggalinya dan tidak dalam kemudian ia menemukan kotak besi yang sudah berkarat.

‘Ini dia…’ Rangga berusaha keras mencongkel batuan dan pasir di pinggirnya dengan linggis hingga kemudian ia berhasil mendapatkan kotak besi yang tak terlalu besar itu.

Rangga segera memasukkannya ke dalam karung dan membawanya pulang. Kotak besi itu lumayan besar sampai ia terengah-engah dan mandi keringat begitu ia sampai di rumahnya.

Rangga segera menuju ke belakang di dekat dapur. Citra yang saat itu sedang memasak menatap heran ulah suaminya. Ia penasaran sebetulnya dengan kotak besi itu. Namun ia enggan mendekat; hanya meliriknya saja sambil memasak.

Susah payah Rangga membuka kotak besi yang sudah berkarat itu dan ia bersorak senang setelah berhasil. Di dalamnya ada banyak uang emas dan kalung serta gelang berhias permata.

“Citra… aku mendapatkan harta karun. Kemari dan lihatlah… ini semua untukmu!” kata Rangga.

Ingin sekali Citra mendekat karena ia sangat penasaran. Sungguh. Tapi ia menahan diri dan tetap memasang sikap datar dan dingin.

Rangga tak putus asa dengan sikap cuek Citra. Ia mencuci semua temuannya itu di sumur dan menggosoknya hingga bersih.

Ada empat kalung berhias permata, 8 gelang, 5 cincin, 6 tusuk konde emas, anting-anting, berbagai batu mulia dan kemudian kepingan uang emas.

Rangga menghitung semua uang emas itu. Jumlahnya ada 500 keping emas. Sangat lumayan sebagai ganti uang terakhirnya yang ia berikan kepada ketiga temannya itu.

Rangga bisa kembali tenang meski ia sudah tak punya sawah lagi dan kali ini ia harus bijaksana menggunakan uangnya dan memutarnya untuk menimba kekayaan.

Saat itu jenis uang yang berlaku adalah uang perunggu, perak dan emas. 1 keping emas bernilai 20 keping perak. Dan 1 keping perak bernilai 20 keping perunggu. Lalu harga sepiring nasi sayur biasa di kedai makan biasanya berkisar antara 2-3 keping perunggu.

Pada dasarnya, Rangga memang sudah kaya berkat warisan orang tuanya. Namun sejak kedua orang tuanya mati, dia tak mau bekerja dan hanya menghambur-hemburkan uangnya. Uang yang melimpah itu tentu berkurang sedikit demi sedikit. Kuda dan kereta, serta ternak peninggalan orang tuanya sudah ia jual semua.

Kini setelah mendapatkan harta karun itu, Rangga seperti mendapatkan nafas baru.

Uang emasnya akan ia gunakan sebagai modal. Sementara perhiasan-perhiasan menakjubkan itu akan ia berikan kepada istrinya.

“Citra… aku letakkan perhiasan itu di kamarmu. Simpanlah dengan baik. Itu milikmu. Jika kau membutuhkan uang, aku menaruhnya di tempat berbeda. Gunakan saja semaumu,” kata Rangga.

Lagi-lagi Citra hanya mengangguk. Ia tak mau buru-buru melihatnya meski sebenarnya ia sangat penasaran. Dan baru kali ini suaminya mau memberi nafkah.

Rangga menghela nafas panjang. Ia tak mau memaksa dan membuat situasi memburuk. Setidaknya sudah ada sedikit perkembangan. Meski Citra tak mau bicara dan sikapnya dingin, namun dia masih mau memasak dan menyiapkan makanan.

Rangga tahu, Citra pasti memaafkannya, sebab di akhir hayatnya pun, ketika Citra sudah ia hancurkan, dia masih mau datang dan menemaninya. Rangga hanya butuh bersabar dan terus menunjukkan kesungguhannya. Masih ada waktu sebelum tiga bulan berakhir.

“Citra, aku hari ini akan mencoba memulai usaha. Ada banyak modal saat ini dan aku ingin memutar modal itu supaya untung berkali lipat…” kata Rangga.

“Iya…” balas Citra dengan suara lirih. Rangga tersenyum kali ini setelah mendengar balasan dari istrinya. Hanya sedikit saja, namun hal itu sudah membuat Rangga bersemangat.

Usai mandi dan leyeh-leyeh di dipan belakang, Rangga makan siang sendirian dari apa yang tadi dimasak istrinya. Kini Citra sedang ada di dalam kamarnya tak mau menemani Rangga makan.

Citra mengamati perhiasan yang tadi diberikan oleh Rangga. Ia sungguh bertanya-tanya; benarkah Rangga berubah. Jika iya, lantas apa penyebabnya? Semua itu terjadi begitu tiba-tiba dan seolah masih menyisakan suatu kejanggalan.

Menjelang sore, rumah Rangga kedatangan tamu. Ternyata yang datang adalah kakak lelakinya Citra yang mampir dari kotaraja sebelum ia pulang ke rumah orang tuanya. Dia bernama Teja yang bekerja sebagai prajurit di istana.

Sebelum Teja sampai di rumah Rangga, dia mampir di kedai minum. Ia mendengar obrolan beberapa pemuda yang membahas Rangga. Beberapa pemuda itu adalah Parwo, Gatot dan Teguh. Kebetulan sekali yang mereka bicarakan adalah Citra. Hal itu membuat Teja merasa berang dengan kelakuan Rangga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status