Rangga segera keluar setelah ia mendengar suara Teja. Citra semakin cemas. Apalagi saat Rangga berjalan mendekat dan Teja menatapnya dengan tatapan tajam.“Kita bicara di tempat lain!” kata Teja. Suaranya tegas meski dia tidak membentak.“Kemana?” kali ini Citra yang tidak rela. Ia khawatir suaminya akan dicelakai kakaknya tanpa ada yang melerai.“Istriku, ku di sini saja. Aku dan Kang Teja hendak bicara…” kata Rangga.“Tapi…”“Aku tidak akan mencelakai suamimu!” kata Teja menoleh ke arah Citra.“Jika Kang Teja memukulinya, aku tidak akan bisa memaafkanmu!” ancam Citra.Teja menghela nafas panjang. Ia tak mengerti kenapa adiknya itu sangat mencintai Rangga meski sebelumnya dia selalu menerima penderitaan.Tapi hari itu Teja melihat ada banyak orang yang bekerja di rumah Rangga. Ia pun berpikir; barangkali benar jika Rangga memang sungguh-sungguh berniat untuk merubah sifat buruknya.“Bawa kudamu. Kita akan pergi ke kedai tak jauh dari sini!” kata Teja. Ia ingin benar-benar leluasa bic
Nawang sebenarnya jijik mendengar ucapan Gathot. Lelaki itu tidak berparas tampan seperti Rangga. Tubuhnya pun juga kurang gagah. Namun Nawang tahu jika Gathot anak orang kaya.Hanya saja, imbalan yang diminta Gathot itu sungguh tak masuk akal dan Nawang sejujurnya enggan.“Aku tidak mau tidur denganmu!” kata Nawang.“Hehehe… kau pasti akan tidur denganku, Nawang. Aku tahu rahasia yang kau sembunyikan dari oranh-orang desa ini…” kata Gathot.Mendengar hal itu, wajah Nawang mendadak berubah.“Rahasia apa? Aku tak punya rahasia!” Nawang mencoba berkilah.“Hehehe… tak usah mengelak, Nawang. Kau menjadi pelacur di kotaraja. Jangan kira aku tak tahu. Memangnya dari mana uangmu berasal, hum? Apa yang kau kerjakan di sana sehingga kau bia pulang membawa banyak uang!” kata Gathot. “Aku punya buktinya. Dan andai Rangga tahu, dia akan jijik kepadamu. Hahaha. Tapi ya sudah. Aku tak memaksamu. Kasihan juga rangga jika sampai tertipu olehmu. Bagaimana pun dia temanku!”Gathot berlagak hendak pergi
Ketika Kusuma masuk ke dalam rumah yang ditinggali oleh Nawang, Rangga menitipkan kudanya di depan rumah orang di sekitar tempat itu.Setelahnya, Rangga memilih jalur lain menuju ke belakang Rumah Nawang. Ia tak akan ke sana lewat halaman depan karena anak buah Kusuma ada di sana.Kebetulan sekali, pintu belakang terbuka. Meski demikian, Rangga tak akan gegabah untuk masuk ke dalam rumah. Pasti Nawang masih akan menyiapkan minuman untuk tamunya.Sehingga, Rangga memilih untuk bersembunyi dulu. Seperti dugaannya, Nawang menyiapkan minuman dan hidangan. Begitu wanita itu telah kembali ke dalam, saat itulah Rangga mendekati dapur, masuk dan bersembunyi di suatu tempat untuk menguping pembicaraan mereka.“Jadi nama wanita yang kau maksud itu bernama Citra?” tanya Kusuma. Ia mengernyitkan dahi. Ia memang belum tahu jika wanita yang ditawarkan oleh Nawang adalah wanita yang sudah ia incar terlebih dahulu.“Ya. Dia sangat cantik. Percayalah, dia pasti mahal harganya!” kata Nawang.“Jadi baga
Sore itu, para tetangga yang bekerja di ladang Rangga sudah pulang. Rumah itu memang tidak ramai lagi ketika proses pembuatan minyak kelapa sudah berakhir. Hanya ada beberapa orang yang dibayar Rangga untuk menggarap ladang dan beberapa lainnya menyelesaikan hal-hal kecil yang belum selesai dari kandang kudanya.Kandang kuda itu nantinya bisa menampung kurang lebih 100 ekor kuda yang akan dibesarkan dan dijual lagi. Butuh biaya besar tentu saja dan Rangga masih mencoba untuk menghimpunnya.“Kakang tidak apa-apa kita makan malam dari masakan yang aku buat siang tadi?” tanya Citra.“Tidak masalah. Tetap enak jika aku makan bersanding denganmu. Bahkan makan rumputpun aku rela, Nimasku!” kata Rangga.“Gombal! Hihihi…” kata Citra terkekeh senang. “Kalau begitu aku hangatkan dulu sayur gorinya, Kangmas… kau mau telur goreng juga atau tidak?”“Ikan asin masih ada?” tanya Rangga.“Masih banyak…” kata Citra.“Pakai ikan asin saja. Rasanya tak membosankan buatku!” kata Rangga.“Baiklah. Kalau b
Citra keluar dari kamar mandi lebih dahulu dengan wajah sedikit bersemu merah. Mandi yang seharusnya membuat tubuhnya segar kini malah membuat nafasnya ngos-ngosan dan energinya habis karena mereka pada akhirnya bercinta juga di kamar mandi.Kini setelah sama-sama berpakaian lengkap, mereka berdua bertemu di meja makan menikmati hidangan makan malam.“Kau tampak lelah, Nimasku…” kata Rangga sambil tersenyum menatap istrinya; ia senang akhirnya apa yang ia inginkan bersama Citra di kamar mandi itu kesampaian juga.“Ini semua karena kamu, kangmas… nanti malam aku tidak mau melayanimu. Aku mau tidur!” kata Citra pura-pura merajuk. Padahal ia merasa sangat puas di kamar mandi dan tak pernah sebelumnya ia berpikir akan bermain sampai seperti itu bersama suaminya.“Ya, istirahatlah. Masih ada esok pagi, lalu lanjut lagi besok malam, dan pagi, dan malam…”“Kangmaaaass!!! Jangan berlebihan! Mana kuat aku melayanimu pagi dan malam…” protes Citra.Rangga tertawa.Ketika mereka hendak masuk ke d
Dengan sangat percaya diri, Kusuma malah berjalan mendekat dan menyapa Citra. “Eh, Dik Citra ternyata sudah di sini to? Pantesan aku ke rumah ayah dan ibumu kau tidak ada di sana… ini siapa? Suamimu yang bernama Rangga itu?”Kini Kusuma memandang Rangga dengan tatapan meremehkan.Rangga memilih untuk tak mencari masalah terlebih dahulu meski tangannya gatal ingin menonjok wajah lelaki itu. Yang terpenting bagi Rangga saat itu hanyalah menjual minyaknya terlebih dahulu. Toh ia tahu, Kusuma pasti akan datang ke rumah Nawang.Rangga sungguh memilih untuk cuek dan tak menanggapi Kusuma. Citra pun juga diam saja membuang arah wajahnya menghindari tatapan Kusuma.“Kenapa kau ada di sini, Kusuma? Kau kenal mereka?” Ki Jarwo menyela. Ia tentu saja tak tahu menahu dengan apa yang terjadi di antara mereka bertiga.“Itu Citra, putrinya Ki Suryo… paman pasti mengenal Ki Suryo, bukan?” kata Kusuma.“Oh… ya-ya… kebetulan sekali…” kata Ki jarwo.Sebelum melebar, Rangga menyela, “Kalau Ki Jarwo mau,
Citra menoleh kaget saat ia mendengar siulan Kusuma yang sedang menyandarkan tubuhnya di salah satu tiang dapur sambil memandanginya dengan tatapan penuh gairah.Citra langsung merinding. Ia memilih untuk menyibukkan diri tanpa mempedulikan kehadiran Kusuma di sana.“Aku mencarimu di rumahmu, namun ternyata kau malah sudah di sini. Kenapa kau ingin kembali kepada suamimu, Citra? Aku bahkan jauh lebih baik darinya dalam banyak hal… ikutlah denganku dan jangan takut dengan ancaman suamimu itu. Aku bisa melindungimu…” kata Kusuma dengan percaya diri.“Suamiku tidak mengancamku. Aku mencintainya. Itu kenapa aku kembali kepadanya!” balas Citra dengan sikap dingin tanpa harus menoleh ke arah Kusuma.“Oh… bukankah yang aku dengar dia telah mengkhianatimu sampai kau memutuskan untuk pulang…” kata Kusuma.“Yang ada suamiku difitnah. Dia tak mengkhianatiku. Berhentilah mengharapkanku, Raden. Di kotaraja ada banyak wanita cantik. Aneh sekali jika Raden menginginkan wanita yang sudah menikah…” ka
Karena tidak tahu pasangan itu masih akan bermain berapa lama lagi, akhirnya Ki Panut berinisiatif untuk mendobrak pintu kamar itu. Sungguh resah rasanya. Lama-lama tak kuat juga mendengar suara geliat asmara yang saling menyahut dengan disertai kata-kata tidak senonoh itu.Rangga diam saja tak melarang Ki Panut yang berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar itu. Yang lain pun juga sangat penasaran. Semuanya berdiri dan mengikuti langkah Ki Panut.BRAAAKKKPintu sudah didobrak. Nawang menjerit kaget. Kusuma pucat pasi. Buru-buru mereka menyambar apapun untuk menutupi tubuh yang masih basah oleh keringat itu.Anak buah Kusuma segera masuk. Namun mereka terdiam melihat ada banyak orang di ruang tamu itu.“Kalian berdua tak usah ikut-ikutan jika ingin majikanmu selamat!” ucap Rangga kepada kedua orang itu.Rangga berjalan mendekat ke arah pintu menyusul yang lain dan bergeser maju bersebelahan dengan Ki Panut; ia menatap Nawang dan Kusuma dengan tatapan tajam.“Sebenarnya aku mendengar ap