Share

Tujuh

Author: Dewanu
last update Last Updated: 2024-01-18 12:34:40

"Apa tidak boleh?" tanya Jono santai.

"Uhm," deham Desta menormalkan diri, "kenapa tiba-tiba? Bukankah seharusnya kau masih dalam perawatan?" 

"Begitulah, kami harus kembali karena tidak ada yang bisa kulakukan di sini." Jono lalu merunduk, mengambil sesuatu di bawah meja.

"Dan ini, ini adalah uang yang pernah kau berikan padaku, aku sudah memilikinya dan sekarang aku kembalikan," katanya sambil menunjuk sebuah amplop besar ditangannya .

Brak!

Hal itu membuat Desta dan Winda semakin melongo.

Desta mendekati amplop tersebut dan membukanya.

"Sejumlah uang yang banyak ini... bagaimana kau mendapatkannya?" tanya Desta keheranan. "Selama ini kau tidak bekerja, bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"

Pria itu lalu mengitari beberapa perabotan mahal miliknya, seolah kuatir sesuatu telah dijual teman butanya.

"Terima saja uang itu tanpa harus bertanya bagaimana aku mendapatkannya," balas Jono, setidaknya ia tidak terbebani lagi dengan kebaikan Desta.

Tak banyak yang bisa Jono simpulkan dari ekspresi Desta yang tak terlihat olehnya, tapi itu bukan urusannya.

"Hmm, baiklah, aku terima uang ini. Tapi sebenarnya Winda masih dibutuhkan di perusahaan, apa Winda akan tinggal?"

Bibir Jono sedikit terangkat, "Bagaimana menurutmu?"

Desta diam, tapi pandangan matanya ke arah Winda di belakang Jono. Isyarat matanya menunjukkan dialog yang unik, bertanya-tanya apa yang akan mereka lakukan dengan keputusan Jono ini.

"Desta, apa menurutmu aku harus meninggalkan Winda di sini?" tanya Jono kemudian, mengulangi pertanyaan yang membuat Desta gugup.

"Oh, tidak, tidak, tidak masalah kalau memang kau membutuhkan istrimu, kau membutuhkan perawatan istrimu, dia harus ikut denganmu."

Winda hampir kehilangan kendali, memrotes jawaban Desta. Akan tetapi tangan Desta terulur membungkam mulut Winda.

Lelucon itu hampir saja membuat Jono melepaskan tawanya.

Tapi sebenarnya ia teringat dengan saran Erwin Erwin tempo hari, yang ternyata membuahkan hasil yang bagus.

Salah satunya adalah lensa kontak!

Siapa sangka pupil palsu ini bisa menolongnya dalam penyamaran yang bagus.

"Baik, semua sudah selesai, kami akan segera pergi."

"Hanya itu? Mana ucapan terimakasihmu, bukankah aku yang selama ini memberimu tumpangan dan juga pengobatan? Tapi kau terkesan tidak membalas kebaikan meskipun cuma ucapan terimakasih?!" kini Desta sedikit mengangkat suaranya dengan angkuh.

Tangan Jono mengepal, seolah Desta merasa dirugikan olehnya. Padahal, siapa yang lebih rugi?

Jelas sekali mereka berdua saling melempar senyuman tanpa mereka sadari Jono sedang mengawasi. Sedetik kemudian Winda melangkah mendekati Desta dan membisikkan sesuatu yang tidak Jono dengar.

Namun sayangnya aksi berpegangan tangan mereka segera bubar dengan kedatangan Laila yang datang dengan mengetuk pintu.

"Maaf, saya datang hanya untuk mengantar tas perlengkapan yang kebetulan saya bawa, dan ini saya kembalikan" kata Laila ragu, ia sadar kedatangannya membuat suasana berubah canggung.

"Oh ya, benar juga, Laila. Bukankah ini hari terakhir kamu bekerja?" tanya Jono kemudian.

"Benar, Pak."

"Apa kamu sudah menerima gaji bulan ini?"

Laila hanya menunduk diam.

"Mas, dia kan tidak menyelesaikan kerjanya dengan satu bulan penuh? Kenapa kita harus membayarnya?" Winda langsung menimpali.

"Apa maksudmu, Winda? Apakah kamu tidak bersedia membayar gadis ini yang sudah bekerja keras merawatku? Dia sudah bekerja, kamu harus menunaikan kewajiban untuk membayarnya."

"Aku tidak mau, Mas. Perjanjian kita satu bulan bekerja baru dibayar, kalau belum genap satu bulan bagaimana aku membayarnya?" bantah Winda.

Jono benar-benar dibuat kesal karena kecerobohan Winda.

"Tidak apa-apa Pak, saya ikhlas kok. Saya kemari bukan untuk meminta bayaran tapi karena mau mengembalikan barang ini. Sudahlah Pak, tidak ada yang perlu dipermasalahkan."

"Benar, Jono. Gadis ini sudah ikhlas membantu, kenapa harus dipermasalahkan?" kata Desta ikut berkomentar.

"Iya, Mas. Itu sudah sesuai karena dia juga tidak mempermasalahkan, jadi apalagi?"

Tidak demikian dengan Jono, ia bisa merasakan kekecewaan pada gadis itu meskipun sangat samar. Ia sangat mengerti bagaimana gadis itu berjuang mati-matian demi merawat wanita tua yang hidup sebatang kara sehingga uang itu pastilah sangat berarti untuk kehidupannya.

Jono masih dalam keadaan memikirkan betapa sesuainya dua manusia ini, mereka toh semena-mena pada gadis yang mengeluarkan keringat untuk bekerja, apalagi dengan dirinya yang tidak punya kontribusi?

"Dia bekerja dengan sungguh-sungguh, seharusnya kau membayarnya dengan baik," Jono masih mengeluh.

"Kau sangat cerewet, kau bahkan hanya tahu makan dan tidur, kenapa kau perduli bagaimana aku akan membayarnya atau tidak?"

"Be-benar Pak, saya sudah katakan tadi, saya tidak meminta bayaran lagi, ini sudah lebih dari cukup."

Wajah Jono memerah, gerahamnya mengerat menahan emosi. Ia tak mengerti bagaimana bisa Winda seculas itu?

"Winda, jika kau tidak membayarnya penuh, setidaknya bayarlah sejumlah hari yang dia bekerja. Bukankah dia telah merawat keperluan kamu dan suamimu yang buta ini? Kau harus membayarnya atau aku akan..."

Ya, Jono hampir saja menalak istrinya saat ini juga, akan tetapi ia menahan semua itu demi sebuah tujuan lain yang lebih besar.

"Aku akan membayarnya," lanjut Jono akhirnya.

Kini, Winda tampak semakin kaget. Apakah suaminya memang memiliki uang sebanyak itu? Bagaimana bisa?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Pewaris Buta    TAMAT

    "Jonathan, bangunlah nak, sebaiknya kalian tidur di kamar kalian dan bukan di sini," bisik ibunya pelan sementara Jonathan masih belum penuh kesadarannya. "Ibu? Oh, tidak, aku ketiduran tadi." "Mana Mirna pengasuh kalian? Kenapa tidak ada di sini untuk menjaga mereka?" "Anu Bu, Ayah Mirna sakit keras sehingga ia harus ke rumah sakit." "Oh, begitu rupanya. Kalau begitu, bangunkan istrimu dan aku yang akan menjaga anak-anak malam ini." Jonathan sedikit malu, tapi tentu saja itu yang diharapkan. "Baik, Bu, aku akan membangunkan Meena terlebih dahulu." "Baik, bangunkan dia dan aku akan menyiapkan botol susu untuk anak-anak." Setelah ibunya pergi, Jonathan mendekati Meena yang terlelap sementara Juan masih menyusu di tubuhnya. Perlahan iapun mengusap puncak kepala Meena dengan lembut lalu menyentuh pipinya. "Sayang, kamu mau bangun apa enggak?" panggil Jonathan dengan terus membelai pipinya. "Hah? Eh, Jonathan?" "Iya, ini aku, suamimu." "Ya Tuhan, aku lupa. Aku hampir terkejut

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Empat Puluh

    Winda berjalan mendekati dengan jantung berdetak hebat. Rasa malu bercampur marah seorang membayang di wajahnya. Akan tetapi ini adalah akhir dari perjalanan yang harus ia lakukan. Setelah semua ini, ia akan pergi menjauh dari pria pujaannya ini. Meena melihat wajah Winda yang tertunduk dalam membuatnya kasihan. "Winda..." "Selamat atas pernikahan kalian, Meena. Semoga kalian bahagia." Jonathan hanya diam melihatnya sementara Hanah melihatnya dengan wajah kesal. "Kamu tau sekarang, seorang lelaki itu tidak akan memaafkan perempuan yang berselingkuh, apa kamu mengerti sekarang?" Hanah berbicara blak-blakan, membuat Winda semakin sedih. "Maafkan aku atas semuanya. Aku sungguh minta maaf," wajah Winda kemerahan menahan air mata. Jonathan berharap penyesalan itu memang benar-benar ada pada wanita ini.Setelah mengatakannya Winda kemudian membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana.Meena sedikit merasa bersalah atas kejadian itu. Iapun tak mengira akan seperti ini akhirnya."Aku mer

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Sembilan

    Indriana menerimanya, akan tetapi telapak tangannya sudah penuh keringat dingin. Ia merasa inilah yang ia butuhkan selama ini. Sebuah bukti nyata yang bisa mengembalikan ingatannya pada masa itu. Jonathan membiarkan Indriana dalam pikirannya sendiri. Ia terus mencoba banyak hal untuk membantu Indriana pulih. Wanita itu terus membuka album dan melihat apa yang ada di sana. Entah mengapa dadanya bergemuruh hebat saat melihat wajahnya berada di setiap lembar foto di sana. "Aku tak menyangka memiliki kenangan yang begitu indah seperti ini." Indriana melihat sendiri betapa indah senyum yang ia miliki dahulu. Senyum seorang wanita yang penuh kebahagiaan. Pada foto pernikahan itu iapun bisa menyaksikan tatapan matanya yang mencintai Jovan. "Ini adalah pernikahan kita?" tanya Indriana takjub. Jovan hampir menitikkan air matanya karena sangat sedih saat ini. Semua kebahagiaan yang pernah mereka miliki bersama menghilang begitu cepat. Karena tiga bulan setelah itu Indriana meng

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Delapan

    Meena terpaksa mencobanya karena permintaan Indriana dan cincin itu sangat pas di jarinya. "Itu sangat pas sama kamu, Meena." Meena mengedikkan bahunya, ia masih tak mengerti. "Kalau begitu, aku akan menikahimu saja, apakah kamu bersedia?" Meena melotot tajam, jadi benar Jonathan sedang bermain-main? "Jonathan, apa maksudmu?" "Ayah, ibu... sebenarnya wanita itu adalah Meena. Wanita yang kusukai adalah Meena, dan sekarang aku ingin mendengar jawaban dari Meena." Indriana lebih terkejut lagi, ia tak menyangka Meena adalah gadis yang dimaksud Jonathan. "Kamu Serius?" "Tentu saja aku serius, Bu. Aku tau Meena adalah yang terbaik untukku dan juga untuk Juan. Apakah menurut ibu tidak seperti itu?" Indriana menatap Meena tak bisa menahan untuk tersenyum. Tentu saja itulah yang ia harapkan selama ini. "Aku sudah pernah menjodohkan kalian dahulu, tapi kalian tidak menuruti keinginan ibu, hah?" Ya, Jonathan juga ingat waktu itu dirinya menolak mentah-mentah tawaran ibuny

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Tujuh

    Jovan mendengarkan dengan serius, dia tidak mengerti siapa wanita itu kali ini. "Kalau begitu, perkenalkan dia pada ayahmu ini, ayah senang mendengarnya, Juan membutuhkan seorang ibu, seharusnya kalian cepat menikah saja." Jonathan tersenyum, tidak sulit mendapatkan persetujuan semacam ini bukan? "Lalu bagaimana dengan ibu? Apakah ibu setuju kalau aku cepat menikah?" Indriana terdiam, ia tidak terlihat antusias. "Aku tidak yakin wanita seperti apa lagi yang kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Tapi aku sudah kehabisan kata-kata untuk membuatmu sadar." Jawaban ibunya membuat Jonathan tidak puas samasekali. "Ibu tidak setuju aku menikah lagi?" "Bukan begitu, Jonathan. Ibu hanya ingin mengenal wanita seperti apakah dia itu. Ibu tentu saja merasa kuatir dengan kisahmu dalam menjalani rumah tangga. Ibu takut kamu terluka lagi." "Ibu, aku tidak seperti ayahku,.dia hanya setia dengan satu wanita saja, bukankah begitu, Ayah?" Jovan dan Indriana tertawa kecil dan sedikit t

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Enam

    Tentu saja itu sangat penting, apakah kamu tidak berniat memberi tau? batin Meena, ia tetap diam tidak mengatakan apapun. "Terserah, kalau menurutmu penting, suatu saat kau pasti akan memberi tau padaku. Tapi sebenarnya... ini cukup berlebihan, aku bahkan tidak berharap kau bertindak sejauh ini. Bagiku, sudah cukup jika kamu mencintaiku." "Kenapa aku merasa wanita tidak seperti itu, Meena? Winda dulu juga begitu, tapi ternyata..." "Lihatlah, kamu masih juga membawa-bawa masa lalu. Aku berharap menjadi wanita yang cukup pintar sehingga tidak terlalu menunggu dan menuntut pemberian seorang laki-laki. Akan tetapi sebenarnya banyak juga kejadian wanita jadi besar kepala kalau sudah menghasilkan uang sendiri. Apakah kamu tidak takut aku menjadi seperti itu?" Jonathan hanya tersenyum tipis dan melangkah pergi, "Lakukan dan tunjukkan sifat aslimu secepat mungkin, Meena. Mungkin suatu hari nanti aku akan mengerti dan memutuskan apakah aku bisa bertahan atau tidak, seperti yang sudah lewat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status