Share

Merampok Warung Masakan Padang

"Biar Lara aja yang masak, Bu. Bang Hamish kan tamu, masak disuruh masak! Kan kita harus memuliakan tamu. Tamu itu harus diperlakukan dengan baik. Disambut, dihidangkan makanan dan minuman terbaik dan diniatkan untuk memberikan kegembiraan." Dilara bicara sambil melewati ibu Ida. Ia bergabung dengan Hamish di dapur.

"Ck! Gak usah ceramahin ibu! Dia itu bukan tamu tapi benalu! Penumpang gelap di rumah ini yang bikin biaya rumah makin bengkak!" sembur ibu Ida membalas ucapan Dilara.

Dilara menggeleng pelan. Sebetulnya ia masih ingin membahas cara memperlakukan tamu tetapi tidak ingin bertengkar di depan Hamish.

"Bang Hamish pasti capek. Mending abang mandi terus istirahat. Biar Lara yang masak." Dilara mengambil pisau dan talenan yang ada di tangan Hamish. Melanjutkan mengupas bawang merah, mengusir Hamish dari dapur dengan cara halus.

Dengan tidak enak hati Hamish terpaksa keluar dari dapur. Ia bukan tipe orang yang suka berhutang budi, bukan juga tipe orang yang akan menerima sesuatu dengan gratis. Mungkin ia bisa melakukan sesuatu untuk Dilara seperti mengantarkannya ke tempat kerja.

Lagipula sudah lama Hamish penasaran dengan pekerjaan gadis itu. Dilara selalu berangkat kerja diatas pukul delapan dan baru pulang besok pagi.

Hamish berhenti di depan pintu kamar Dani. Ia mendengar suara remaja itu sedang bernyanyi dari dalam.

Penasaran, Hamish berjalan mendekati pintu kamar Dani dengan hati-hati. Dani memang memiliki kamarnya sendiri berbeda dengan anak-anak yang lain karena ia sudah cukup dewasa.

Perlahan dan tanpa menimbulkan suara, Hamish melebarkan pintu kamar Dani. Mengintip dari luar apa yang sedang Dani lakukan.

Dani sedang duduk di pinggir ranjang dengan tiga jam tangan merk mahal di depannya. Ia sedang memperhatikan jam-jam tangan itu dengan seksama, melihat apa mereka masih bekerja dengan baik.

Yakin ketiga benda mahal itu masih berfungsi, Dani mengeluarkan ponsel dari bawah bantalnya. Mengambil foto dari ketiga benda mewah itu.

Kening Hamish mengernyit melihat apa yang Dani lakukan. Benaknya dipenuhi pertanyaan dari mana Dani mendapatkan tiga jam yang ia tahu harganya bisa mencapai puluhan juta?

Selain itu Dani memiliki ponsel? Bagaimana bocah tengil ini memiliki ponsel? Setahunya tidak ada satupun anak di panti ini yang memiliki gadget. Bahkan benda tercanggih di panti asuhan ini adalah televisi tabung 32 inci keluaran lama.

Dengan hati-hati Hamish menutup pintu kamar Dani dan berjalan kembali ke kamarnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak akan mencampuri urusan Dani. Ia hanya orang asing disini.

Masih membaringkan tubuhnya di ranjang sambil membuang nafas lega karena malam ini ia tidak harus bertempur dengan wajan dan kompor.

Sambil berbaring, ia melepaskan kaos kakinya lalu melemparnya sembarangan. Memandang langit-langit lalu memikirkan sesuatu.

Hamish tersenyum, senang dengan ide yang baru saja muncul di kepalanya. Ia bangkit dan segera mandi dan memgganti pakaian dengan.

Keluar dari kamar, Hamish menuju ke pintu luar. Ia keluar begitu saja, namun baru sampai pagar langkah kakinya terhenti mendengar Dilara memanggil namanya.

"Abang mau kemana?" Gadis itu berdiri diambang pintu mengenakan rok panjang dan baju berlengan panjang serta apron pink yang belum ia lepaskan.

"Mau beli makan," sahut Hamish sambil berlalu tetapi ia masih bisa mendengar Dilara mengucapkan 'assalamualaikum' yang spontan ia jawab dalam hati.

Hamish kembali dengan membawa 13 bungkus nasi Padang yang ia beli tidak jauh dari panti asuhan. Dengan senyum sumringah, ia membayangkan wajah bahagia anak-anak panti mendapatkan makanan istimewa.

Hamish tiba saat penghuni panti baru saja menyelesaikan doa sebelum makan. Hamish bisa mendengar amin saling bersahutan dari ruang makan yang terletak di bagian belakang panti.

"Belum mulai makan, kan?" tanyanya sambil meletakkan dua kantong kresek yang ia bawa di atas meja. Ia mengeluarkan satu per satu bungkusan nasi padang dan membagikannya kepada setiap orang

"Kamu habis ngerampok warung Padang?" seru ibu Ida setelah membuka bungkusannya.

"Kalau mau merampok, rampok bank biar banyak uang. Ini sekali makan juga ilang, gak bersisa!" Ibu Ida menyindir sambil memperhatikan nasi Padang yang ada di depannya.

"Bang, abang dapat uang dari mana?" Dilara yang tahu benar Hamish tidak memiliki uang bertanya penuh selidik.

Ia memandang Hamish dan bungkusan nasi Padang di depannya dengan curiga. "I —ini dari uang halal kan, Bang? Maaf, tapi Lara gak bisa makan kalau sumber uangnya gak jelas. Takut jadi darah dan daging yang buat hidup gak berkah." Dilara mendorong bungkusan di depannya menjauh.

Hamish di sejenak, mencoba mencerna ucapan Dilara. Haram? "Haram itu uang hasil mencuri, bukan?" tebaknya.

"Ya, gak cuman mencuri sih, Bang! Pokoknya dapet uangnya itu dengan cara haram. Mencuri, malak, nodong, nyopet." Dilara menjelaskan.

Hamish termangu mendengarkan penjelasan Dilara. Sedang ibu Ida menyela, "Gak usah ceramah! Kalau mau makan, kalau gak ya udah kamu makan tempe tahu aja, tuh!" Ibu Ida menyantap nasi padangnya dengan penuh semangat pun begitu dengan Dani.

Anak-anak yang lain menunggu ijin dari Dilara yang masih setia menunggu penjelasan Hamish.

"Aku habis dapat rejeki tadi. Waktu cari kerja gak sengaja ketemu teman lama. Dia kasih aku uang."

Dilara memicingkan mata, mencari kebohongan dalam mata Hamish. Gadis itu bertanya untuk memastikan, "Bener?"

"Benerlah! Malah tadi dia yang nganterin aku balik!"

Anak-anak bersorak mendengar penjelasan Hamish. Mereka segera membuka bungkusan mereka masing-masih dan menyantap nasi padang dengan gembira.

Hamish menarik kursi kosong yang berseberangan dengan Dilara. Ia memperhatikan Dilara yang tidak kunjung membuka bungkusan nasi padangnya.

"Ada apa? Kamu gak percaya?" Sebelah alis Hamish terangkat heran dengan sikap gadis itu. Menurut pengalamannya wanita sangat suka berikan perhatian, barang mewah dan mahal.

Tetapi berbeda dengan Dilara yang justru enggan makan makanan mahal malah memikirkan dari mana asal makanan itu.

Diam-diam Hamish memperhatikan Dilara yang tengah asyik menikmati makanannya. Sesekali ia berbincang dengan gadis kecil yang duduk disebelahnya. Senyum dan binar mata Dilara begitu meneduhkan membuat Hamish terlena untuk sesaat.

"Bang…." Merasakan ujung bajunya ditarik pelan, Hamish menoleh melihat ke sebelahnya

Seorang gadis kecil berusia lima tahun berdiri disebelah kursi Hamish dengan wajah memelas.

"Ada apa, Mila?" tanya Hamish lembut kepada gadis kecil yang ditinggalkan di depan pintu panti waktu ia bayi. Bahkan menurut Dilara, Mila baru berusia beberapa hari saat ditemukan di depan pintu oleh mendiang ayahnya.

"Abang Hamish, mau gak bacain dongeng buat Mila." Tatapan Mila penuh harap.

Hamish melihat Dilara bingung. Ia tidak tahu caranya membacakan dongen selain itu yang terpenting, ia tidak suka anak-anak.

Hamish menggerakkan alisnya memberi kode kepada Dilara agar membantunya menolak permintaan Mila.

Namun gadis itu justru berkata, "Iya, Mila. Nanti malam Abang Hamish bacain cerita buat Mila, ya?"

Hamish mendelik terkejut. What?!

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tyas
ceritanya menarik....
goodnovel comment avatar
Devtielia Roza
bagus, menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status