Home / Rumah Tangga / Sang Pewaris Tersembunyi / Tidak Suka Anak Kecil!

Share

Tidak Suka Anak Kecil!

Author: BliDek
last update Last Updated: 2023-05-05 17:00:00

Tangan kecil Mila menarik Hamish yang baru saja menyelesaikan makan malamnya. Ia bahkan terpaksa neminta tolong Dani untuk membereskan bekas makan karena Mila tidak sabar untuk membawanya ke kamar gadis itu.

Sekali lagi Hamish melihat Dilara, memohon lewat tatapan mata agar Dilara menolongnya. Ia sungguh-sungguh tidak bisa melakukan ini. Ia tidak bisa membacakan dongeng dan tidak akan tahan bersama Mila lebih dari 10 menit.

Ia tidak suka anak kecil!

Bukan membantu, Dilara hanya mengedikkan pundak sambil memperhatikan Hamish menjauh dari ruang makan dan menghilang ke lantai dua.

"Mila. Mil — Mila." Hamish berusaha menghentikan siksaan yang akan diterima di balik pintu kamar Mila.

"Yang bacain dongeng biar mbak Lara aja, ya?" tawarnya. "Atau mas Dani?" ujarnya lagi mengingat Mila cukup dekat dengan Dani.

Gadis kecil itu tidak menjawab tawaran Hamish. Tangan mungilnya masih menarik lengan kokoh Hamish masuk ke dalam kamar.

"Ayo masuk, Bang!" serunya sambil membuka pintu kamar yang sudah usang. Triplek depan yang menutupi rangka pintu pecah di bagian bawah.

Gadis kecil itu tidur seorang diri dengan kasur singel di lantai beralaskan karpet tanpa dipan.

Sebuah rak dari kardus yang disusun menggunakan isolasi dua sisi lalu ditutup dengan kertas kado diletakkan di sebelah kasur busa tipis berisi beberapa boneka yang sepertinya pemberian para donatur.

Ternyata kondisi kamar Mila tidak terlalu jauh berbeda dengan kamarnya, namun yang membuat Hamish tersentuh adalah Mila sama sekali tidak pernah mengeluh.

"Abang duduk disini!" Mila menepuk lantai kamar. Setelah dilihatnya Hamish duduk di tengah ruangan, Mila menuju rak kardus dan mengambil salah satu buku yang tersusun rapi di sana.

"Ini!" serunya sambil memberikan sebuah buku cerita bergambar kancil kepada Hamish.

Gadis itu merangkak naik ke atas ranjang. Berbaring lalu menutup tubuhnya hingga dada dengan selimut.

Mila kembali menatap Hamish, tatapan penuh harap yang membuat Hamish tidak berkutik.

Hamish menatap buku di tangannya dengan bingung tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Rasanya sangat cangung dan ingin segera keluar dari situasi yang membuat dadanya sesak.

"Biar abang panggilin mbak Lara aja, ya? Abang gak bisa caranya." tawar Hamish sekali lagi. Baru saja Hamish hendak berdiri, namun melihat wajah kecewa Mila ia kembali duduk di tempatnya semula.

"Abang aja yang bacain. Ya? Ya? ya?" pinta Mila memelas.

Hamish menghirup oksigen sebanyak mungkin. Mengisi paru-parunya yang tiba-tiba saja kosong karena permintaan bocah cilik dan anehnya lagi entah kenapa ia tidak bisa menolak.Padahal dengan ia selalu bisa menolak para keponakannya.

Hamish membuka buku Si Kancil. Menatap halaman pertama yang penuh dengan warna sambil berpikir bagaimana ia harus membacakan cerita itu.

Hanya membaca saja atau menggunakan ekspresi dan intonasi seperti para pendongeng?

Gadis kecil yang berbaring di ranjang menunggu Hamish dengan sabar. Ia menatap pria dewasa itu penuh kagum. Besok ia akan bercerita dengan bangga kepada teman-teman sekolah kalau Mila juga mendengarkan dongeng sebelum tidur walau bukan ayahnya yang membacakan.

"Pada jaman dahulu…." Hamish mulai membacakan cerita Si Kancil. Melihat Mila yang mendengarkan penuh perhatian membuat Hamish bersemangat.

Ia yang awalnya hanya membaca apa adanya lama kelamaan mulai terbawa alur cerita. Tidak lagi hanya sekedar membaca tetapi juga menggunakan emosi dan ekspresi.

Kadang Hamish memperagakan apa yang ia baca. Suara gelak tawa mengisi kamar gadis kecil itu. Senyum Mila sejak tadi tidak luntur dari bibir mungilnya.

"Tamat!" seru Hamish sambil menutup bukunya setelah selesai membacakan satu untuk Mila.

"Sekarang Mila tidur." Hamish membetulkan selimut, menutup tubuh gadis itu dengan sempurna.

"Berdoa dulu, Bang!"

Hamish terhenyak tetapi tak lama kepalanya mengangguk kaku.

Tangan Mila terangkat, mata menatap langit-langit lalu melafalkan doa sebelum tidur, "Bismillahirrahmanirrahim. Bismika allahumma ahyaa wa bismika amuut."

Hati Hamish tiba-tiba menghangat. Ia merasa sangat akrab dengan bacaan tadi tetapi tidak bisa mengingat setiap katanya dengan baik.

"Bang Hamish gak berdoa?" tanya Mila polos melihat Hamish tidak mengangkat tangannya.

Hamish gelagapan tidak tahu menjawab apa. Menggaruk alis yang tidak gatal sambil memikirkan alasan untuk Mila. Alasan yang tentu saja tidak akan membuatnya malu.

"Kata mbak Lara biar gak mimpi buruk, sebelum tidur kita harus berdoa dulu." Mila mengambil tangan Hamish yang sebesar tiga kali tangannya.

Meletakkan tangan Hamish di depan dada dengan telapak tangan menghadap keatas. Dengan perlahan Mila kembali membaca doa sebelum tidur agar Hamish mudah menirukannya.

"Amiin!" Mila mengarahkan tangan Hamish mengusap wajahnya sendiri. Gadis itu kembali berbaring. Mengucapkan selamat malam lalu memejamkan mata.

Hamish mengembalikan buku cerita Mila kembali ke tempatnya. Yakin gadis itu sudah tertidur, Hamish mengendap-endap keluar dari kamar Mila. Mematikan lampu sebelum menutup pintunya.

Suasana panti sudah sepi ketika Hamish selesai dengan Mila. Seluruh anggota panti sudah kembali ke kamarnya masing-masing dan pasti Dilara sudah berangkat bekerja.

Sambil memijat tengkuknya yang tegang karena harus menghadapi Mila si bocah lima tahun, Hamish berjalan ke depan panti dan duduk di teras depan.

Merasakan angin malam menyapu kulit wajahnya sambil menatap bintang. Tiba-tiba Hamish merindukan kehidupannya.

Kepulan asap rokok, alkohol dan tentu saja wanita cantik dan seksi. Dentuman musik klub malam tiba-tiba terdengar di telinganya membuat Hamish semakin ingin pergi kesana.

Biasanya ia selalu menyempatkan diri untuk datang ke klub malam sepulang kerja. Sudah beberapa minggu ini ia tidak datang ke tempat itu.

Andrenalin Hamish terpacu. Keinginan untuk pergi ke tempat pelepas penat itu semakin besar. Sesaat ia menimbang, apakah sebaiknya ia berpamitan dengan ibu Ida atau tidak.

Namun kemudian ia menggeleng.

Hamish segera mengganti pakaiannya. Memakai kemeja kotak kotak hitam merah dan celana jins juga sepatu.

Ia menutup pintu dengan hati-hati tidak ingin diketahui oleh siapapun lalu ia berangkat.

Tidak tahu klub malam di Sidoarjo, tidak membuat Hamish putus asa.

Ia menyewa taksi dan meminta sopir mengantarnya ke klub eksklusif di Surabaya. Walaupun ia harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar argo taksi karena jarak yang di tempuh cukup jauh.

Satu setengah jam perjalanan akhirnya taksi berhenti di lobi hotel bintang lima. Klub malam dan bar elit berada di dalam hotel di kawasan Mayjen Sungkono.

Hamish membayar taksinya. Ia turun sambil merapikan penampilan yang jauh dari standarnya sebagai pebisnis muda berpengaruh.

Ia tentu saja langsung menjadi pusat perhatian karena masuk ke hitel bintang lima dengan penampilan yang biasa saja.

Hamish berusaha tidak mempedulikan tatapan orang-orang kepadanya dan langsung naik ke lantai dimana klub itu berada.

Dengan kedua tangan masuk ke saku celana, Hamish berjalan keluar dari lift dengan kepala terangkat menuju pintu masuk klub.

"Anda mau kemana?" bodyguard yang berjaga di depan pi lntu masuk menghalangi Hamish masuk ke dalam klub.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Supriyono Susanto
mantap lanjut
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Model Bikini

    “Kak Hala?” ucap Dava berbisik melihat istrinya berjalan masuk studio dengan seorang lagi yang ia kenal adalah sahabat Hala.“Nona Hala? Kamu sudah datang?” Kevin berubah sopan saat melihat Hala. Ia melepaskan tangan Dava lalu merapikan jaketnya.“Aku antar ke ruang make up,” tawar Kevin ramah. Wajah garangnya berubah menjadi senyum ketika bicara dengan Hala. Lu gue yang tadi ia gunakan kini menjadi aku kamu membuat kesan ia sudah sangat mengenal Hala.“Bentar mas Kevin, aku ngomong sebentar sama Dava.”Kevin menoleh melihat Dava dengan mata menyipit. “Nona kenal dia?” Hala mengangguk pelan. “Dia, kan cucunya —” Dava menarik tangan Hala sebelum gadis itu menyelesaikan ucapannya. Membawanya menjauh dsri Kevin dan kru yang lain agar bisa bicara dengan bebas. “Kak Hala lupa pesan papa? Gak ada yang boleh tahu siapa aku?” Dava berbisik. Ia menoleh melihat sekitar memastikan tidak ada telinga yang menguping pembicaraan mereka. Hala menepuk jidatnya, hampir saja ia keceplosan. “Kak Hal

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Staff Gudang

    “Posisi yang tersedia hanya bagian gudang. Bagaimana?” Wanita berwajah serius melihat Dava dari balik kacamata bulatnya. Dengan kemeja putih dan celana panjang bahan berwarna hitam, Dava yang duduk di depan meja HRD hanya bisa mengangguk pasrah. Mengingat pesan papa sebelum ia berangkat tadi. Ini adalah salah satu cara untuk membuktikan dirinya. Dava bekerja di salah satu anak perusahaan Djaya Grup yang bergerak di bidang periklanan. Dani sudah mengatur semuanya, tidak ada yang tahu kalau Dava adalah cucu dari pemilik perusahaan kecuali sang CEO yaitu ayahnya sendiri. “Baik, kamu bisa mulai bekerja hari ini. Ayo, saya antar ke gudang.” Wanita berwajah tegas itu berdiri dari duduk. Merapikan blazer lalu mengambil ponselnya. Ia mendahului Dava keluar dari ruangan, menunjukkan kepada Dava gudang yang ia maksud. Sambil menuntun Dava menuju area kerja, HRD menjelaskan setiap ruangan yang mereka lewati. Gedung ini memiliki 5 lantai. Lantai tiga dan empat adalah lantai khusus untuk b

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Pergi Tengah Malam

    “Dav, gerah!” Hala menyibak selimut yang tadi menutupi tubuhnya.Setelah makan di restoran Jepang tadi, Dava dan Hala memutuskan langsung pulang karena mereka ada kuliah pagi.Walau menghabiskan hampir 500 ribu, Dava menganggap itu untuk menyenangkan Hala yang sudah mengalah untuk tidak membeli AC.Sekarang, Hala mendekatkan kipas portable kecil miliknya. Meletakkan benda itu tepat di sebelah kepalanya.Dava yang tidur di lantai berdiri di sebelah ranjang memperhatikan sang istri sambil menggeleng pelan.“Jangan taruh disitu, Kak! Nanti rambutnya nyangkut terus kepala jadi pusing.” Dava memberikan saran. Dengan langkah gontai Dava berjalan mendekati jendela kemudian membukanya dengan lebar agar angin malam masuk ke dalam kamar.Dari tempatnya berdiri. Dava bisa melihat hamparan bintang yang menghiasi langit hitam. Sejak dulu ia memang suka dengan langit malam yang cerah seperti ini. Ia bahkan meminta Dani untuk membuatkan rumah pohon di belakang rumah agar ia bisa menikmati langit

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Kartu Curian!

    “Sore, Kakak! Mau cari apa?” sapa pramuniaga ketiaka Dava dan Hala masuk ke toko elektronik di sebuah mall. Pria itu memperhatikan wajah dan penampilan Dava dan Hala yang masih muda langsung menawarkan ponsel pintar dan laptop tetapi keduanya kompak menggeleng. “Kami mau cari AC.” Dava menjawab. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh area toko mencari pendingin udara. “Oh… ada di lantai dua.” Pelayan toko itu sedikit terkejut, anak muda seperti mereka mencari pendingin udara. Pramuniaga itu melakukan tugasnya, ia mengantarkan Dava dan Hala tempat pendingin udara dan juga kulkas.Dava dan Hala mulai mencari AC yang mereka inginkan. Jika Dava melihat harga lain dengan Hala yang melihat merk-nya.Beberapa kali Dava menggeleng tidak setuju dengan pilihan Hala karena istrinya memilih pendingin udara berharga puluhan juta dengan PK besar.“Mas-nya cari AC yang kayak apa?” tanya pramuniaga itu pada akhirnya karena Dava tidak kunjung menemukan barang yang ia inginkan.Untuk kamar 5x5 meter.

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Salah Sendiri Pilih Dava!

    Dava tiba lebih dulu di rumah kontrakan yang sudah dibayar Hamish untuk satu tahun ke depan. Ia menggunakan motor trill-nya lengkap dengan jaket jins dan kaca mata hitam. Penampilan yang membuat ketampanan Dava meningkat. Dava melepaskan kacamata hitamnya. Dari atas motor trill memperhatikan rumah sederhana yang ayah mertuanya sewakan untuknya dan Hala. “Apa-apa ini? Mana mau kak Hala tinggal di rumah kecil begini.” Dava menggumam sendiri. “Tapi gak apa-apa. Semakin sulit hidup kak Hala, semakin cepet dia minta cerai.” Dava menyeringai. Rencana-rencana kecil untuk memuluskan tujuannya melintas di kepala. Sudut bibir Dava terangkat membayangkan Hala yang merengek minta kembali ke istana keluarga Akbar. Dava baru turun saat mobil mewah Hamish terlihat di ujung gang. Dengan hati-hati, sopir mengendarai mobil di gang yang tidak terlalu lebar. Jangan sampai mobil tuan Hamish Akbar tergores walau sedikit. Dava segera menghampiri mobil, mengeluarkan koper-koper dan beberapa dus berisi

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Pengantin Baru

    “Lancang sekali kamu menikahi Hala!” Madhava hanya bisa menunduk ketika sang paman — Hamish Akbar berteriak kepadanya di depan semua anggota keluarga termasuk di depan papa dan mamanya. Di sebelah pakde Hamish, istrinya — budhe Dilara sedang menenangkan pria yang sedang murka itu. Di kursi yang lain, Dani dan Selena tidak bisa membela anaknya sama sekali. Mereka hanya diam tidak berani menyela Hamish. Bukan keinginan Dava menikahi sepupu angkatnya sendiri. Tetapi, Hala-lah yang memintanya. Kenapa ia tidak menolak, karena menolak permintaan Hala adalah hal yang dilarang. Ayah Dava sendiri yang membuat peraturan itu. Sejak kecil, Dava selalu mengabulkan apa yang Hala minta termasuk ketika Hala meminta untuk menikah dengannya. “Anak bau kencur sudah berani mikir nikah. Nanti Hala mau kamu kasih makan apa, hah? Kamu pikir pakdhe gak tahu kelakuan kamu diluar sana?” Hamish kembali berteriak. “Dan, kasih tahu anak kamu itu!” Kini Hamish beralih kepada Dani yang sejak tadi hany

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status