Share

Tuan Muda Hamish Akbar

Penulis: BliDek
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-04 12:32:56

"A — anda mengenalnya?" Wajah kedua satpam itu berubah pucat melihat Adam — orang kepercayaan Akbar Corp melepaskan gembel yang baru saja mereka tangkap.

Adam yang dingin terlihat semakin menyeramkan. Wajah pria itu menegas dengan rahang mengetat. Menatap tajam satpam yang berani menangkap Hamish seperti penjahat.

"Jauhkan tangan kalian dari tuan muda!" ucapnya geram. Adam mendekati Hamish sambil memastikan Hamish baik-baik saja.

"Tuan muda tidak apa-apa?" tanyanya khawatir. "Mari, tuan muda. Silahkan l!" Adam mengulurkan tangannya tanyanyamemperlihatkan Hamish masuk ke dalam gedung kantor.

Dua satpam tadi melongo heran. Gembel yang tadi mereka hina dihormati oleh Adam.

"Tu — tuan Adam, kenapa membawa gembel masuk ke dalam? Mungkin saja ia berniat buruk dan mencuri sesuatu di dalam."

Adam mendelik, menatap satpam itu dengan tajam. "Kau berani mengatai tuan muda?! Siap-siap saja kehilangan pekerjaanmu!"

Satpam itu gemetar ketakutan, jika tuan Adam yang mengatakannya itu pasti akan terjadi. Siapa pun tahu bagaimana kekuasaan Akbar Corp.

Hamish menyeringai puas mendengar ucapan Adam. Ia tersenyum kepada kedua satpam tadi lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kantor.

Adam membawa Hamish ke ruang CEO yang luas, mewah dan nyaman. Ia membukakan pintu untuk Hamish dan mempersiapkan tuannya itu untuk masuk.

Melihat sofa hitam, Hamish segera merebahkan dirinya disana. Bahkan sofa ini lebih nyaman dari kasur di panti yang hanya kasur busa tipis. Kadang ia harus tidur di ruang tamu dengan sofa lama yang sudah tidak empuk lagi.

"Tuan, tuan baik-baik saja?" Adam berdiri di samping sofa dan kembali menanyakan keadaan Hamish.

"Kami sangat mengkhawatirkan keadaan tuan muda." Sambungnya lagi.

Kekesalan Hamish menguap begitu saja mendengar perkataan Adam. Ia sampai melupakan tujuannya mencari kerja karena dua satpam songong tadi.

"Atur segera kepulanganku, Dam. Aku sudah tidak betah ada disini!" Hamish meraup kasar wajahnya. Tiba-tiba saja ia merasa lelah, lelah dengan semua pekerjaan rumah tangga yang terpaksa ia kerjakan agar bisa menumpang hidup gratis di panti asuhan itu.

Tidak mendengar jawaban dari Adam, Hamish menoleh melihat asistennya dengan bingung. Tidak biasanya Adam menolak perintahnya.

"Ada apa?" tanya Hamish curiga. Ia menatap Adam tajam menuntut jawaban segera.

Adam mengusap tengkuk, bingung bagaimana cara menyampaikan situasi di Jakarta kepada Hamish.

Hamish merubah posisinya menjadi duduk, bersandar pada sofa lalu menyilangkan kaki. Tangannya bersedekap di depan dada, tidak sabar menunggu penjelasan Adam.

"Keluarga anda mengumumkan anda hilang dan mungkin meninggal dunia. Upaya pencarian anda baru saja dihentikan pagi ini, Tuan Muda," jelas Adam tanpa menutupi sedikitpun berita buruk ini dari tuannya.

Rahang Hamish terjatuh mendengar penjelasan Adam. Bagaimana mungkin keluarga mengumumkan kematiannya tanpa melakukan upaya pencarian maksimal?

"Aku harus mencari keberadaan tuan secara sembunyi-sembunyi karena tuan Syahril terus mengawasi gerak gerikku." Adam membungkuk tidak enak hati. Padahal ia orang kepercayaan Hamish, namun gagal menemukan tuannya.

"Kenapa aku tidak bisa kembali ke Jakarta sekarang?" Sebelah alis Hamish terangkat. Walau Adam belum mengatakannya, tetapi dari gestur tubuhnya saja ia bisa melihat Adam tidak setuju dengan idenya.

Adam yang tadinya berdiri, kini duduk di sebelah Hamish. Ia menjelaskan dengan detail hal yang membuatnya curiga dan harus mengambil keputusan agar Hamish tetap di Sidoarjo. Membiarkan orang berpikir jika saat ini ia sudah meninggal.

"Tapi berapa lama, Dam? Aku tidak tahan hidup susah seperti ini. Aku ingin clubbing, ingin bertemu dengan wanita cantik, tidur dan makan enak. Kamu tahu, disini aku hanya makan tempe tahu. Bisa makan telur saja sudah sangat mewah. Aku sudah seperti pelayan yang harus membersihkan panti." Hamish mengeluarkan uneg-unegnya.

"Sampai kita tahu siapa yang berkhianat, Tuan Muda. Tidak akan lama. Aku pasti akan segera menemukan orang itu." Adam mencoba menghibur bosnya.

Hamish membuang nafas kasar. Mengusap rambutnya frustasi. Mau tidak mau ia harus setuju dengan ide Adam untuk bersembunyi. Ia sendiri ingin tahu siapa yang berani mencelakainya.

Otaknya berputar mencoba menghubungkan siapa saja orang yang mendapat keuntungan dengan kepergiannya.

Sudah pasti paman Syahril dan putra tunggalnya. Tetapi apa mereka juga terlibat dalam kecelakaan Hamish? Ia masih harus mencari tahu soal itu.

Hamish membuang nafas kasar, pasrah. Ia menerima ide Adam dan berharap mereka akan segera menemukan musuh dalam selimut keluarga Akbar.

"Ini, Tuan Muda." Adam menyedorkan sebuah kartu hitam kepada Hamish.

"Ini black card anda, namun aku sarankan untuk tidak terlalu mencolok untuk saat ini. Aku belum bisa memastikan apa mereka juga mengawasi keuangan anda."

Hamish melirik Adam sekilas sebelum akhirnya mengambil kartu itu. Untuk apa ia memegang black card kalau tidak dapat ia digunakan.

Setelahnya Hamish dan Adam membicarakan tentang rencana mereka dan apa yang sebaiknya Hamish lakukan selama berada disini.

Sampai pintu terbuka dan pemilik perusahaan ini datang. Perusahaan ini termasuk satu diantara banyak perusahaan UKM yang Akbar Corp akusisi.

Rencana sudah disusun, Hamish memutuskan kembali ke panti. Ia harus kembali sebagai pengangguran karena tidak mungkin ia bekerja di perusahaan ini. Musuh pasti akan dengan mudah mengendus keberadaannya.

"Aku turun disini saja!" titahnya kepada Adam yang mengantarkan Hamish. Ia meminta mobil Adam berhenti agak jauh dari panti asuhan agar penghuni panti tidak banyak bertanya.

"Tuliskan nomor ponselmu. Besok aku akan membeli ponsel."

Adam menurut. Ia mengambil selembar kertas menuliskan nomor ponsel pribadinya yang tidak banyak diketahui orang.

"Jika tuan muda butuh sesuatu, segera kabari aku. Aku akan mengurusnya untuk tuan muda." Ad berpesan sebelum memberikan kertas itu kepada Hamish.

"Tentu saja! Untuk itulah aku membayarmu!" Siap arogan Hamish kembali muncul. Ia membaca sejenak deretan nomor yang Adam tulis lalu keluar dari mobil.

Berjalan menuju ke panti asuhan, bangunan tua yang sebenarnya sudah harus di renovasi. Warna cat temboknya sudah pudar, ada bagian atap yang terlihat miring dan beberapa bagian sudah tidak lagi tertutup genting.

"Dari mana saja kamu? Hah!" Suara melengking Ibu Ida menyambut kedatangan Hamish. Baru saja ia melewati pagar panti, ia sudah harus menerima tatapan tidak bersahabat ibu Ida.

"Cepat masak! Ini sudah mau maghrib!" Ia memberi perintah.

Dunia Hamish kembali berbalik. Jika tadi ia bos besar, kini ia terpaksa menerima perintah dari orang lain.

Ia membuang nafas panjang sebelum akhirnya menjawab ibu Ida, "Habis cari kerja, Bu."

"Dapat? Gak kan? Wong kamu orang gak jelas! Mungkin aja kamu orang yang dibuang sama keluargamu atau banyak hutang makanya dipukuli orang." Ibu Ida meremehkan sang CEO.

Hamish menggeleng pelan sembari berjalan melewati ibu Ida menuju dapur. Ia memakai apron pink bunga-bunga yang sudah beberapa minggu ini selalu ia kenakan.

"Masak yang enak!" Suara ibu Ida kembali terdengar namun kali ini ada suara merdu yang menyahut, menjawab ucapan sang tuan rumah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Supriyonosusanto
hamis jadi seperti pembantu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Model Bikini

    “Kak Hala?” ucap Dava berbisik melihat istrinya berjalan masuk studio dengan seorang lagi yang ia kenal adalah sahabat Hala.“Nona Hala? Kamu sudah datang?” Kevin berubah sopan saat melihat Hala. Ia melepaskan tangan Dava lalu merapikan jaketnya.“Aku antar ke ruang make up,” tawar Kevin ramah. Wajah garangnya berubah menjadi senyum ketika bicara dengan Hala. Lu gue yang tadi ia gunakan kini menjadi aku kamu membuat kesan ia sudah sangat mengenal Hala.“Bentar mas Kevin, aku ngomong sebentar sama Dava.”Kevin menoleh melihat Dava dengan mata menyipit. “Nona kenal dia?” Hala mengangguk pelan. “Dia, kan cucunya —” Dava menarik tangan Hala sebelum gadis itu menyelesaikan ucapannya. Membawanya menjauh dsri Kevin dan kru yang lain agar bisa bicara dengan bebas. “Kak Hala lupa pesan papa? Gak ada yang boleh tahu siapa aku?” Dava berbisik. Ia menoleh melihat sekitar memastikan tidak ada telinga yang menguping pembicaraan mereka. Hala menepuk jidatnya, hampir saja ia keceplosan. “Kak Hal

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Staff Gudang

    “Posisi yang tersedia hanya bagian gudang. Bagaimana?” Wanita berwajah serius melihat Dava dari balik kacamata bulatnya. Dengan kemeja putih dan celana panjang bahan berwarna hitam, Dava yang duduk di depan meja HRD hanya bisa mengangguk pasrah. Mengingat pesan papa sebelum ia berangkat tadi. Ini adalah salah satu cara untuk membuktikan dirinya. Dava bekerja di salah satu anak perusahaan Djaya Grup yang bergerak di bidang periklanan. Dani sudah mengatur semuanya, tidak ada yang tahu kalau Dava adalah cucu dari pemilik perusahaan kecuali sang CEO yaitu ayahnya sendiri. “Baik, kamu bisa mulai bekerja hari ini. Ayo, saya antar ke gudang.” Wanita berwajah tegas itu berdiri dari duduk. Merapikan blazer lalu mengambil ponselnya. Ia mendahului Dava keluar dari ruangan, menunjukkan kepada Dava gudang yang ia maksud. Sambil menuntun Dava menuju area kerja, HRD menjelaskan setiap ruangan yang mereka lewati. Gedung ini memiliki 5 lantai. Lantai tiga dan empat adalah lantai khusus untuk b

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Pergi Tengah Malam

    “Dav, gerah!” Hala menyibak selimut yang tadi menutupi tubuhnya.Setelah makan di restoran Jepang tadi, Dava dan Hala memutuskan langsung pulang karena mereka ada kuliah pagi.Walau menghabiskan hampir 500 ribu, Dava menganggap itu untuk menyenangkan Hala yang sudah mengalah untuk tidak membeli AC.Sekarang, Hala mendekatkan kipas portable kecil miliknya. Meletakkan benda itu tepat di sebelah kepalanya.Dava yang tidur di lantai berdiri di sebelah ranjang memperhatikan sang istri sambil menggeleng pelan.“Jangan taruh disitu, Kak! Nanti rambutnya nyangkut terus kepala jadi pusing.” Dava memberikan saran. Dengan langkah gontai Dava berjalan mendekati jendela kemudian membukanya dengan lebar agar angin malam masuk ke dalam kamar.Dari tempatnya berdiri. Dava bisa melihat hamparan bintang yang menghiasi langit hitam. Sejak dulu ia memang suka dengan langit malam yang cerah seperti ini. Ia bahkan meminta Dani untuk membuatkan rumah pohon di belakang rumah agar ia bisa menikmati langit

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Kartu Curian!

    “Sore, Kakak! Mau cari apa?” sapa pramuniaga ketiaka Dava dan Hala masuk ke toko elektronik di sebuah mall. Pria itu memperhatikan wajah dan penampilan Dava dan Hala yang masih muda langsung menawarkan ponsel pintar dan laptop tetapi keduanya kompak menggeleng. “Kami mau cari AC.” Dava menjawab. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh area toko mencari pendingin udara. “Oh… ada di lantai dua.” Pelayan toko itu sedikit terkejut, anak muda seperti mereka mencari pendingin udara. Pramuniaga itu melakukan tugasnya, ia mengantarkan Dava dan Hala tempat pendingin udara dan juga kulkas.Dava dan Hala mulai mencari AC yang mereka inginkan. Jika Dava melihat harga lain dengan Hala yang melihat merk-nya.Beberapa kali Dava menggeleng tidak setuju dengan pilihan Hala karena istrinya memilih pendingin udara berharga puluhan juta dengan PK besar.“Mas-nya cari AC yang kayak apa?” tanya pramuniaga itu pada akhirnya karena Dava tidak kunjung menemukan barang yang ia inginkan.Untuk kamar 5x5 meter.

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Salah Sendiri Pilih Dava!

    Dava tiba lebih dulu di rumah kontrakan yang sudah dibayar Hamish untuk satu tahun ke depan. Ia menggunakan motor trill-nya lengkap dengan jaket jins dan kaca mata hitam. Penampilan yang membuat ketampanan Dava meningkat. Dava melepaskan kacamata hitamnya. Dari atas motor trill memperhatikan rumah sederhana yang ayah mertuanya sewakan untuknya dan Hala. “Apa-apa ini? Mana mau kak Hala tinggal di rumah kecil begini.” Dava menggumam sendiri. “Tapi gak apa-apa. Semakin sulit hidup kak Hala, semakin cepet dia minta cerai.” Dava menyeringai. Rencana-rencana kecil untuk memuluskan tujuannya melintas di kepala. Sudut bibir Dava terangkat membayangkan Hala yang merengek minta kembali ke istana keluarga Akbar. Dava baru turun saat mobil mewah Hamish terlihat di ujung gang. Dengan hati-hati, sopir mengendarai mobil di gang yang tidak terlalu lebar. Jangan sampai mobil tuan Hamish Akbar tergores walau sedikit. Dava segera menghampiri mobil, mengeluarkan koper-koper dan beberapa dus berisi

  • Sang Pewaris Tersembunyi   S3 - Pengantin Baru

    “Lancang sekali kamu menikahi Hala!” Madhava hanya bisa menunduk ketika sang paman — Hamish Akbar berteriak kepadanya di depan semua anggota keluarga termasuk di depan papa dan mamanya. Di sebelah pakde Hamish, istrinya — budhe Dilara sedang menenangkan pria yang sedang murka itu. Di kursi yang lain, Dani dan Selena tidak bisa membela anaknya sama sekali. Mereka hanya diam tidak berani menyela Hamish. Bukan keinginan Dava menikahi sepupu angkatnya sendiri. Tetapi, Hala-lah yang memintanya. Kenapa ia tidak menolak, karena menolak permintaan Hala adalah hal yang dilarang. Ayah Dava sendiri yang membuat peraturan itu. Sejak kecil, Dava selalu mengabulkan apa yang Hala minta termasuk ketika Hala meminta untuk menikah dengannya. “Anak bau kencur sudah berani mikir nikah. Nanti Hala mau kamu kasih makan apa, hah? Kamu pikir pakdhe gak tahu kelakuan kamu diluar sana?” Hamish kembali berteriak. “Dan, kasih tahu anak kamu itu!” Kini Hamish beralih kepada Dani yang sejak tadi hany

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status