Share

Tuan Muda Hamish Akbar

"A — anda mengenalnya?" Wajah kedua satpam itu berubah pucat melihat Adam — orang kepercayaan Akbar Corp melepaskan gembel yang baru saja mereka tangkap.

Adam yang dingin terlihat semakin menyeramkan. Wajah pria itu menegas dengan rahang mengetat. Menatap tajam satpam yang berani menangkap Hamish seperti penjahat.

"Jauhkan tangan kalian dari tuan muda!" ucapnya geram. Adam mendekati Hamish sambil memastikan Hamish baik-baik saja.

"Tuan muda tidak apa-apa?" tanyanya khawatir. "Mari, tuan muda. Silahkan l!" Adam mengulurkan tangannya tanyanyamemperlihatkan Hamish masuk ke dalam gedung kantor.

Dua satpam tadi melongo heran. Gembel yang tadi mereka hina dihormati oleh Adam.

"Tu — tuan Adam, kenapa membawa gembel masuk ke dalam? Mungkin saja ia berniat buruk dan mencuri sesuatu di dalam."

Adam mendelik, menatap satpam itu dengan tajam. "Kau berani mengatai tuan muda?! Siap-siap saja kehilangan pekerjaanmu!"

Satpam itu gemetar ketakutan, jika tuan Adam yang mengatakannya itu pasti akan terjadi. Siapa pun tahu bagaimana kekuasaan Akbar Corp.

Hamish menyeringai puas mendengar ucapan Adam. Ia tersenyum kepada kedua satpam tadi lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kantor.

Adam membawa Hamish ke ruang CEO yang luas, mewah dan nyaman. Ia membukakan pintu untuk Hamish dan mempersiapkan tuannya itu untuk masuk.

Melihat sofa hitam, Hamish segera merebahkan dirinya disana. Bahkan sofa ini lebih nyaman dari kasur di panti yang hanya kasur busa tipis. Kadang ia harus tidur di ruang tamu dengan sofa lama yang sudah tidak empuk lagi.

"Tuan, tuan baik-baik saja?" Adam berdiri di samping sofa dan kembali menanyakan keadaan Hamish.

"Kami sangat mengkhawatirkan keadaan tuan muda." Sambungnya lagi.

Kekesalan Hamish menguap begitu saja mendengar perkataan Adam. Ia sampai melupakan tujuannya mencari kerja karena dua satpam songong tadi.

"Atur segera kepulanganku, Dam. Aku sudah tidak betah ada disini!" Hamish meraup kasar wajahnya. Tiba-tiba saja ia merasa lelah, lelah dengan semua pekerjaan rumah tangga yang terpaksa ia kerjakan agar bisa menumpang hidup gratis di panti asuhan itu.

Tidak mendengar jawaban dari Adam, Hamish menoleh melihat asistennya dengan bingung. Tidak biasanya Adam menolak perintahnya.

"Ada apa?" tanya Hamish curiga. Ia menatap Adam tajam menuntut jawaban segera.

Adam mengusap tengkuk, bingung bagaimana cara menyampaikan situasi di Jakarta kepada Hamish.

Hamish merubah posisinya menjadi duduk, bersandar pada sofa lalu menyilangkan kaki. Tangannya bersedekap di depan dada, tidak sabar menunggu penjelasan Adam.

"Keluarga anda mengumumkan anda hilang dan mungkin meninggal dunia. Upaya pencarian anda baru saja dihentikan pagi ini, Tuan Muda," jelas Adam tanpa menutupi sedikitpun berita buruk ini dari tuannya.

Rahang Hamish terjatuh mendengar penjelasan Adam. Bagaimana mungkin keluarga mengumumkan kematiannya tanpa melakukan upaya pencarian maksimal?

"Aku harus mencari keberadaan tuan secara sembunyi-sembunyi karena tuan Syahril terus mengawasi gerak gerikku." Adam membungkuk tidak enak hati. Padahal ia orang kepercayaan Hamish, namun gagal menemukan tuannya.

"Kenapa aku tidak bisa kembali ke Jakarta sekarang?" Sebelah alis Hamish terangkat. Walau Adam belum mengatakannya, tetapi dari gestur tubuhnya saja ia bisa melihat Adam tidak setuju dengan idenya.

Adam yang tadinya berdiri, kini duduk di sebelah Hamish. Ia menjelaskan dengan detail hal yang membuatnya curiga dan harus mengambil keputusan agar Hamish tetap di Sidoarjo. Membiarkan orang berpikir jika saat ini ia sudah meninggal.

"Tapi berapa lama, Dam? Aku tidak tahan hidup susah seperti ini. Aku ingin clubbing, ingin bertemu dengan wanita cantik, tidur dan makan enak. Kamu tahu, disini aku hanya makan tempe tahu. Bisa makan telur saja sudah sangat mewah. Aku sudah seperti pelayan yang harus membersihkan panti." Hamish mengeluarkan uneg-unegnya.

"Sampai kita tahu siapa yang berkhianat, Tuan Muda. Tidak akan lama. Aku pasti akan segera menemukan orang itu." Adam mencoba menghibur bosnya.

Hamish membuang nafas kasar. Mengusap rambutnya frustasi. Mau tidak mau ia harus setuju dengan ide Adam untuk bersembunyi. Ia sendiri ingin tahu siapa yang berani mencelakainya.

Otaknya berputar mencoba menghubungkan siapa saja orang yang mendapat keuntungan dengan kepergiannya.

Sudah pasti paman Syahril dan putra tunggalnya. Tetapi apa mereka juga terlibat dalam kecelakaan Hamish? Ia masih harus mencari tahu soal itu.

Hamish membuang nafas kasar, pasrah. Ia menerima ide Adam dan berharap mereka akan segera menemukan musuh dalam selimut keluarga Akbar.

"Ini, Tuan Muda." Adam menyedorkan sebuah kartu hitam kepada Hamish.

"Ini black card anda, namun aku sarankan untuk tidak terlalu mencolok untuk saat ini. Aku belum bisa memastikan apa mereka juga mengawasi keuangan anda."

Hamish melirik Adam sekilas sebelum akhirnya mengambil kartu itu. Untuk apa ia memegang black card kalau tidak dapat ia digunakan.

Setelahnya Hamish dan Adam membicarakan tentang rencana mereka dan apa yang sebaiknya Hamish lakukan selama berada disini.

Sampai pintu terbuka dan pemilik perusahaan ini datang. Perusahaan ini termasuk satu diantara banyak perusahaan UKM yang Akbar Corp akusisi.

Rencana sudah disusun, Hamish memutuskan kembali ke panti. Ia harus kembali sebagai pengangguran karena tidak mungkin ia bekerja di perusahaan ini. Musuh pasti akan dengan mudah mengendus keberadaannya.

"Aku turun disini saja!" titahnya kepada Adam yang mengantarkan Hamish. Ia meminta mobil Adam berhenti agak jauh dari panti asuhan agar penghuni panti tidak banyak bertanya.

"Tuliskan nomor ponselmu. Besok aku akan membeli ponsel."

Adam menurut. Ia mengambil selembar kertas menuliskan nomor ponsel pribadinya yang tidak banyak diketahui orang.

"Jika tuan muda butuh sesuatu, segera kabari aku. Aku akan mengurusnya untuk tuan muda." Ad berpesan sebelum memberikan kertas itu kepada Hamish.

"Tentu saja! Untuk itulah aku membayarmu!" Siap arogan Hamish kembali muncul. Ia membaca sejenak deretan nomor yang Adam tulis lalu keluar dari mobil.

Berjalan menuju ke panti asuhan, bangunan tua yang sebenarnya sudah harus di renovasi. Warna cat temboknya sudah pudar, ada bagian atap yang terlihat miring dan beberapa bagian sudah tidak lagi tertutup genting.

"Dari mana saja kamu? Hah!" Suara melengking Ibu Ida menyambut kedatangan Hamish. Baru saja ia melewati pagar panti, ia sudah harus menerima tatapan tidak bersahabat ibu Ida.

"Cepat masak! Ini sudah mau maghrib!" Ia memberi perintah.

Dunia Hamish kembali berbalik. Jika tadi ia bos besar, kini ia terpaksa menerima perintah dari orang lain.

Ia membuang nafas panjang sebelum akhirnya menjawab ibu Ida, "Habis cari kerja, Bu."

"Dapat? Gak kan? Wong kamu orang gak jelas! Mungkin aja kamu orang yang dibuang sama keluargamu atau banyak hutang makanya dipukuli orang." Ibu Ida meremehkan sang CEO.

Hamish menggeleng pelan sembari berjalan melewati ibu Ida menuju dapur. Ia memakai apron pink bunga-bunga yang sudah beberapa minggu ini selalu ia kenakan.

"Masak yang enak!" Suara ibu Ida kembali terdengar namun kali ini ada suara merdu yang menyahut, menjawab ucapan sang tuan rumah.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Supriyonosusanto
hamis jadi seperti pembantu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status