"Ya Tuhan! Ternyata memang benar itu kamu, sayang." ungkap Mohan begitu bahagia dalam hatinya.
Ingin sekali rasanya Mohan berlari mendekati Inka dan memeluk wanita itu ke dalam pelukan hangatnya yang merindu, dan menggebu-gebu. Tapi, Mohan cukup sadar diri untuk tak nekat melakukan hal itu. Yang bisa Mohan lakukan cukup hanya dengan melihat sekaligus menatap lekat sang mantan kekasihnya itu. Ingat, mantan kekasih!Inka, sang mantan kekasih yang kini jauh lebih cantik dari sebelumnya saat ia meninggalkannya beberapa tahun yang lalu. Sedikit terselip rasa penyesalan di hati Mohan yang meninggalkan Inka dan lebih memilih Dewi. Wanita pilihan orang tuanya lewat proses perjodohan yang sudah mereka atur. Mohan dan Dewi menikah dalam waktu singkat setelah Mohan meninggalkan Inka tanpa sepatah kata pun."Vyanka Maharani!" panggil Mohan yang ingin sekali mendengar suara Inka.Tak ada sahutan yang keluar dari mulut Inka, rasa syok yang luar biasa membuat bibir Inka seketika terkunci."Apa kabarmu?" tanya Mohan berusaha bersikap normal.Ini tempat kerja, dimana Mohan akan lebih mengutamakan yang namanya profesional. Jadi, untuk itu ia membuang segala pemikiran tentang Inka dan masa lalu mereka.Sama seperti Mohan, makan Inka pun juga akan melakukan hal yang sama. "Saya baik pak," jawabnya setenang dan se-santai mungkin, bahkan Inka memberikan senyum terbaiknya.Dada Mohan seketika membuncah hanya dengan mendengar suara Inka. Suara yang sejak lama sangat di rindukannya. Dulu, suara itu yang selalu dan hampir setiap hari ia dengar kala mereka ketemuan, suara yang suka sekali mengomeli tingkah Mohan jika bertindak menyebalkan dan kekanakan."Maaf pak!" tegur Inka setelah beberapa saat mereka terlibat dalam suasana hening."Ya?""Apakah saya berbuat kesalahan yang fatal, sehingga bapak memanggil saya kesini?" tanya Inka langsung mengutarakan rasa penasarannya.Selain itu, Inka juga muak jika harus berlama-lama berada di ruangan ini. Yang bagi Inka, begitu sangat menyesakkan dadanya."Kesalahan?" ulang Mohan yang di angguki Inka."Tak mungkin jika bapak memanggil saya kesini karena hal lain, sudah di pastikan jika saya berbuat kesalahan.""Lalu, bagaimana jika tentang hal lain?" tantang Mohan membuat Inka terdiam seketika.Mohan tersadar apa yang di ucapkannya barusan sudah cukup jauh. "Kembalilah ke pekerjaan mu!" titah Mohan mengusir secara halus Inka.Bukan tanpa sebab, jika Mohan membiarkan Inka terlalu lama berada di ruangannya. Maka mungkin Mohan bisa-bisa akan bertindak lebih gila, kehadiran Inka sungguh tak bisa ia abaikan begitu saja.Inka mengangguk seraya berkata, "permisi pak." Setelah mengatakan itu, Inka keluar dari ruangan Mohan. Mohan sendiri menatap punggung Inka yang perlahan menghilang di balik pintu yang tertutup.Inka bersandar di daun pintu ruangan Mohan yang tertutup, ia menekan kuat dadanya yang terasa sakit secara tiba-tiba. Rasanya kaki Inka lemas dan terlalu sulit untuk di gerakkan, saat ada Mohan maka ia harus memaksakan langkah, suara dan senyumnya.Tak terasa air mata Inka mengalir dari kedua sudut matanya, orang yang mati-matian berusaha ia lupakan. Namun kini malah muncul kembali dengan sangat enteng, tidakkah Mohan pernah memikirkan bagaimana perasaan Inka dengan kehadirannya kembali sebagai sosok pemilik pabrik tempatnya bekerja.Lalu, apa yang harus Inka lakukan selanjutnya setelah mengetahui fakta mengejutkan ini?Cepat-cepat Inka menghapus air matanya dan berjalan cepat menuju ke tempatnya bekerja."Aku harus segera bertindak cepat!" gumam Inka terburu-buru.*******Ke-esokan harinya...Mohan membanting surat yang ada di tangannya, surat yang berisikan pernyataan pengunduran diri karyawan yang bernama Vyanka Maharani.Ini dia yang Mohan takutkan jika ia muncul ke hadapan Inka, dan hasilnya terbukti. Baru satu hari pertemuan mereka kemarin, dan Inka langsung mengundurkan dirinya bekerja disini.Tanpa banyak membuang waktu lagi, Mohan menyambar kunci mobilnya yang tergeletak di meja kerjanya.Mohan memasuki mobil super mewahnya yang terparkir cantik di area parkiran. Tujuannya saat ini adalah Vyanka, ada hal yang ingin ia tanyakan mengenai pengunduran diri wanita itu.Apakah karena dirinya, atau karena ia sudah tak betah bekerja di pabrik miliknya?Mohan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, ia bertanya-tanya pada diri sendiri. Apakah alamat rumah Inka masih yang lama? Ataukah sudah pindah ke tempat yang baru?Arrrgghhh! Seharusnya Mohan bertanya terlebih dahulu pada Anwar, karena mungkin bisa saja jika Inka sudah pindah rumah.Mohan sangat berharap sekali jika rumah Inka masih tetap yang lama. Yah, semoga saja!"Inka!!!" teriakan suara seorang wanita paruh baya yang tengah membangunkan Inka dari tidur nyenyaknya dari luar pintu kamarnya.Merasa heran melihat anak gadisnya itu yang tumben-tumbenan bangun kesiangan. Apa ia tidak masuk kerja ke pabrik? batin ibu Inka menduga-duga.Wanita paruh baya itu membuka mulutnya ingin berteriak memanggil nama Inka, tapi seketika terbungkam saat melihat sang suami tercinta."Inka belum bangun?" tanya suaminya."Belum,""Apa dia libur bekerja." sang istri mengendikkan kedua bahunya tanda tak tahu."Sebaiknya mama bangunin lagi sih Inka." ibu Inka mengangguk seraya berjalan ke arah kamar putrinya.Di buka pintu kamar Inka dan seketika kaget melihat isi dalam kamar anaknya yang seperti kapal pecah sehabis perang."Inka!!!" teriaknya nyaring ysng sudah tak bisa lagi menahan emosinya.Inka yang tadinya tertidur pulas seketika tersentak bangun mendengar jeritan mamanya. Lantas dengan cepat Inka bangkit dari tidurnya dan menatap horo
Mohan masih memantau rumah Inka dari jarak yang tak terlalu jauh, ia sengaja menunggu Inka keluar di dalam mobilnya. Sebenarnya, ia sangat ingin kembali mengetuk pintu rumah Inka kembali. Tetapi, Mohan masih sadar diri untuk tidak membuat keributan di pagi hari di rumah orang lain.Jadi untuk itu, ia akan tetap menunggu Inka sampai keluar. Meskipun Mohan tidak yakin jika Inka bakalan keluar rumah.Wajah Mohan berubah ceria saat ia melihat Inka keluar dari rumahnya bersama ayahnya. tampak ayah Inka naik ke sepeda motor miliknya, ayah Inka menghidupkan mesin sepeda motornya kemudian berpamitan pada Inka.Inka melambaikan tangannya pada sang ayah yang melesat pergi meninggalkan rumah, Mohan tahu jika ayah Inka pergi bekerja."Mama, aku pamit pergi sebentar ya!!" teriak Inka dari luar rumah berpamitan pada ibunya.Mohan tersenyum melihat Inka, kebiasaannya yang seperti itu masih sama, Inka-nya masih seperti yang dulu. Manis, lucu, manja, dan masih tetap me
"Kenapa tertawa, huh?!" tanya Inka dengan masih memakai intonasi suara yang marah, dan mata melotot.Semua itu Inka lakukan agar pria asing yang aneh ini takut padanya. Tapi, yang ada bukannya takut. malah pria itu tertawa cekikikan.Apa dia gila?batin Inka was-was.Inka melipat kedua tangannya di dada dan membuang muka ke arah lain, jengah plus jengkel dengan pria sinting ini.Pria itu menghentikan tawanya, sedikit berdeham agar menormalkan suaranya yang tadi habis tertawa."Nona cantik, apa aku boleh mengenalmu? Ehmm, maksudku, boleh berkenalan?" tanya pria itu membuka obrolan yang pertama kalinya di antara mereka berdua.Mau minta berkenalan toh rupanya.dengus Inka dalam hatinya.Inka memutar kembali wajahnya ke arah pria itu, menatap tepat ke wajah tampan yang murah tersenyum.Inka berdeham seraya mengulurkan tangan kanannya ke arah pria itu yang langsung di sambut hangat olehnya."Inka Maharani," beritahu Inka dengan nada
Mohan pulang dengan rasa amarah yang luar biasa, bagaimana mungkin ia bisa kehilangan jejak Inka saat keluar dari cafe tadi. Mohan tak menghiraukan tatapan takut dari bi Mirna sang asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya.Mohan melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.Cklek...Amarah Mohan mendidih begitu membuka pintu kamarnya dan melihat tubuh seorang wanita yang nyaris telanjang. Wanita yang dengan santainya tidur di ranjangking size-nyahanya mengenakan pakaian dalam saja, belum lagi berpose seksi bak model majalah dewasa."Apa yang kau lakukan di sini!!!" bentak Mohan menggelegar.Wanita itu bukannya takut malah tersenyum manis menyambut kedatangan Mohan."Siapa yang mengizinkan mu menginjakkan kaki ke rumah ku!!" lagi Mohan membentak, rasanya amarahnya yang sejak tadi tak bisa ia tahan lagi."Bi Mirna!!!!!" teriakan Mohan kali ini yang memanggil nama bi Mirn
Habis yang bikin kesel2 gemes, sekarang aku kasih yang manis-manis kyak akohInka tersadar jika ia kehilangan tasnya saat kejadian memalukan di cafe seminggu yang lalu. Inka mendesah lirih karena merasa kehilangan tas kesayangannya, tas selempang sederhana yang begitu sangat ia sayangi. berat rasanya jika kehilangan tas itu. tapi mau bagaimana lagi, di cari pun tak mungkin ketemu lagi, kan?Untung saja ponsel Inka tak ikut tertinggal di dalam tas itu, saat itu ponsel miliknya sengaja Inka kantongi di dalam celana jeans yang saat itu ia kenakan. Kebiasaan Inka untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu hal yang tak mengenakan, dan hal itu pun benar adanya, di saat ia kehilangan tas tetapi ponselnya tetap aman bersamanya.Tetapi, Inka harus merelakan uangnya yang tak banyak di dalam tas itu. Tak apalah, Inka bisa mencarinya lagi, mungkin memang bukan rezekinya memiliki uang itu."Huffftt," helaan nafas kasar Inka.Sampai sekarang Ink
"Selamat pagi Kanz." sapaan ceria Inka pada Kanz dan satu teman prianya.Kanz terperangah dengan penampilan Inka hari ini, Inka sungguh luar biasa sangat cantik."Selamat pagi juga Inka," Kanz membalas sapaan Inka setelah dirinya tersadar jika sudah terlalu lama mengangumi Inka."Apa aku terlambat di hari pertamaku bekerja?" tanya Inka cemas, karena ia memang sangat sulit untuk bangun pagi dan belum lagi berdandan.Kanz menggeleng. "Tidak Inka, lagian juga kita mulai buka jualannya agak siangan."Kepala Inka manggut-manggut sambil mulutnya menggerakkan huruf O."Oh iya, kenalkan ini temanku. Namanya, Bio." ujar Kanz memperkenalkan temannya."Hai, aku Bio." teman Kanz memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangan ke arah Inka."Bio-Biodata?" kekeh Inka merasa geli mendengar nama teman Kanz ini."Bisa jadi," gurau Bio yang tak mempermasalahkan hal itu."Aku, Inka Maharani. Ehmm, kau bisa memanggilku Inka saja."
Mohan sudah sampai di tempat janji temu dengan kliennya, kliennya meminta pertemuan mereka di lakukan di luar kantor. Dan disinilah Mohan berada, menunggu sang klien sampai di cafe yang sudah mereka pesan.Cukup lama Mohan menunggu, tak lama seorang pria paruh baya namun masih terlihat sangat tampan dan gagah.Mohan langsung berdiri dari duduknya menyambut sang klien. "Selamat siang tuan Hans Laurent."Mohan mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan tuan yang ia panggil Hans Laurent itu. Tuan Hans Laurent menyambut uluran tangan Mohan."Selamat siang juga tuan Mohan.""Ah, mari silahkan duduk." Mohan mempersilakan tuan Hans untuk duduk di kursi di depannya."Terima kasih," balas tuan Hans seraya duduk."Baiklah, mari kita mulai saja tujuan kita kesini. Tentang rencana kerjasama mengenai bisnis kita."Tuan Hans mengangguk. "Tuan Mohan bisa memulainya lebih dulu."Mohan tersenyum dan langsung berbicara mengenai bi
Kanz menoleh ke belakang saat merasakan punggungnya di tepuk seseorang. Wajah wanita yang belakangan ini menarik sekaligus memikat hatinya lah sebagai pelaku yang menepuk punggungnya."Inka, ini sungguh kau?" tanya Kanz takjub sekaligus pangling dengan penampilan Inka hari ini.Inka mengangguk seraya tersenyum geli melihat tingkah Kanz yang seperti hampir tak mengenalinya."Iya, ini aku Inka, Kanz!" ucap Inka nyaris teriak gembira."Astaga! Aku hampir saja tak mengenalimu loh." kekeh Kanz mengacak rambut baru berponi Inka.Inka mendengus sebal seraya menepiskan tangan Kanz yang mengacak rambut barunya."Pipimu jadi kelihatan tirus Inka," goda Kanz memperhatikan wajah Inka dengan jarak dekat."Mana pipi cabimu yang selalu bikin aku gemas ini." Kanz mencubit gemas kedua pipi Inka, membuat Inka mengadu kesakitan."Uhm, sakit Kanz!""Masa sih? aku kan cuma menyubit pelan pipimu, seperti ini—" Inka langsung menghenti