"Inka!!!" teriakan suara seorang wanita paruh baya yang tengah membangunkan Inka dari tidur nyenyaknya dari luar pintu kamarnya.
Merasa heran melihat anak gadisnya itu yang tumben-tumbenan bangun kesiangan. Apa ia tidak masuk kerja ke pabrik? batin ibu Inka menduga-duga.Wanita paruh baya itu membuka mulutnya ingin berteriak memanggil nama Inka, tapi seketika terbungkam saat melihat sang suami tercinta."Inka belum bangun?" tanya suaminya."Belum,""Apa dia libur bekerja." sang istri mengendikkan kedua bahunya tanda tak tahu."Sebaiknya mama bangunin lagi sih Inka." ibu Inka mengangguk seraya berjalan ke arah kamar putrinya.Di buka pintu kamar Inka dan seketika kaget melihat isi dalam kamar anaknya yang seperti kapal pecah sehabis perang."Inka!!!" teriaknya nyaring ysng sudah tak bisa lagi menahan emosinya.Inka yang tadinya tertidur pulas seketika tersentak bangun mendengar jeritan mamanya. Lantas dengan cepat Inka bangkit dari tidurnya dan menatap horor sang mama tercinta."Astaga Inka! Apa yang terjadi padamu? ckck." dengus mama Ina tak percaya melihat kondisi Inka saat ini.Kedua mata yang sembab dan bengkak, belum lagi riasan make-up di wajah Inka yang morat-marit."Kau habis menangis?" Inka menggeleng."Jangan bohong!" ancam Ina merasa gelagat anaknya yang aneh.Inka menganggukkan kepalanya pertanda jika ia tak berbohong. "Terus, kenapa keadaan kamu sama kamar ini sama. Sama-sama kacaunya, apa yang terjadi, huh?" Inka menelan ludahnya kuat, kenapa jadi begini? Seharusnya ia sudah membereskan segala ke-kacauan ini atau paling tidak mengunci pintu kamarnya, agar sang mama tak begitu mudahnya keluar masuk kamarnya."A--aku memang menangis ma," akui Inka jujur. "Aku menangis karena menonton drama favorit ku, ceritanya sedih banget ma." Nyatanya, di akhir kalimatnya Inka berbohong. Ia menambahkan suara dan mimik wajah sedih agar sang mama percaya."Banyak tingkah nonton drama segala. Yaudah, sekarang kamu mandi sana! Takutnya kesiangan datang ke pabrik." titah bu Ina yang langsung di jawab gelengan oleh Inka."Aku tidak bekerja lagi di situ ma.""Apa?" kaget bu Ina mendengarkan ucapan putrinya."Ke--kenapa bisa? Kamu buat salah kah?""Sepertinya iya ma. Inka di pecat bekerja di pabrik." bohong Inka terpaksa, karena tidak mungkin kan, iya mengatakan yang sebenarnya mengenai Mohan pada keluarganya."Jadi, sekarang bagaimana?" tanya bu Ina lesu."Uhm, Inka akan cari pekerjaan lain ma." "Hhhh, ya sudahlah kalau begitu. Sekarang kamu mandi gih, bersihin tubuh kamu yang bau banget nih." titah bu Ina sekaligus pura-pura mengejek Inka yang bau.Inka terkekeh sembari menuruti perintah sang mama, ia berjalan ke arah kamar mandi bersiap melakukan rutinitas pagi.Bu Ina geleng-geleng kepala melihat kekakuan sang anak gadisnya, di usianya yang sudah 20'an tetapi sikap ke-kanakkannya masih ada, dan juga kebiasaan malas mandinya itu semakin menjadi.Baru saja bu Ina melangkahkan kakinya sampai di meja makan, suara ketukan di pintu rumah terdengar nyaring. Kedua orang tua Inka mengernyit dalam bingung menatap pintu, siapa tamu yang datang ke rumah mereka sepagi ini?Dengan langkah cepat serta penasaran pun bu Ina berjalan ingin membuka pintu.Cklek...Senyuman yang terbit di wajah cantik bu Ina, seketika lenyap saat melihat siapa sosok orang yang berdiri di hadapannya saat ini."Kau!!!" teriak bu Ina nyaring sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah Mohan dengan wajah marah."Sa--saya__""Pergi dari sini!" usir bu Ina memotong ucapan Mohan.."Izinkan saya bertemu dengan Inka bu." mohon Mohan pada bu Ina."Pergi!" lagi bu Ina mengusir Mohan.Tepat saat Mohan ingin membuka suaranya, Bu Ina segera menutup pintu rumahnya.BLAAAMMM.Mohan menatap nanar pintu di depannya yang kini tertutup rapat oleh sang pemilik rumah, dan di banting begitu kuatnya."Siapa ma?" tanya suaminya penasaran, di tambah lagi raut wajahnya istrinya yang terlihat sangat kesal. Dan juga tadi mendengar suara teriakan istrinya kala membuka pintu."Hanya tamu yang tak di undang, dan tidak penting!" jawab bu Ina singkat dan cepat.Tamu yang tak di undang? batin papa Inka menebak-nebak."Jangan ada yang membukakan pintu, biarkan saja orang itu." titah bu Ina sebelum berlalu dari hadapan suaminya."Mohan!!! kenapa pria itu kembali lagi ke-kehidupan anakku. Inka, Apakah anak itu sudah tahu tentang hal ini?" batin bu Ina bertanya-tanya.Mohan masih memantau rumah Inka dari jarak yang tak terlalu jauh, ia sengaja menunggu Inka keluar di dalam mobilnya. Sebenarnya, ia sangat ingin kembali mengetuk pintu rumah Inka kembali. Tetapi, Mohan masih sadar diri untuk tidak membuat keributan di pagi hari di rumah orang lain.Jadi untuk itu, ia akan tetap menunggu Inka sampai keluar. Meskipun Mohan tidak yakin jika Inka bakalan keluar rumah.Wajah Mohan berubah ceria saat ia melihat Inka keluar dari rumahnya bersama ayahnya. tampak ayah Inka naik ke sepeda motor miliknya, ayah Inka menghidupkan mesin sepeda motornya kemudian berpamitan pada Inka.Inka melambaikan tangannya pada sang ayah yang melesat pergi meninggalkan rumah, Mohan tahu jika ayah Inka pergi bekerja."Mama, aku pamit pergi sebentar ya!!" teriak Inka dari luar rumah berpamitan pada ibunya.Mohan tersenyum melihat Inka, kebiasaannya yang seperti itu masih sama, Inka-nya masih seperti yang dulu. Manis, lucu, manja, dan masih tetap me
"Kenapa tertawa, huh?!" tanya Inka dengan masih memakai intonasi suara yang marah, dan mata melotot.Semua itu Inka lakukan agar pria asing yang aneh ini takut padanya. Tapi, yang ada bukannya takut. malah pria itu tertawa cekikikan.Apa dia gila?batin Inka was-was.Inka melipat kedua tangannya di dada dan membuang muka ke arah lain, jengah plus jengkel dengan pria sinting ini.Pria itu menghentikan tawanya, sedikit berdeham agar menormalkan suaranya yang tadi habis tertawa."Nona cantik, apa aku boleh mengenalmu? Ehmm, maksudku, boleh berkenalan?" tanya pria itu membuka obrolan yang pertama kalinya di antara mereka berdua.Mau minta berkenalan toh rupanya.dengus Inka dalam hatinya.Inka memutar kembali wajahnya ke arah pria itu, menatap tepat ke wajah tampan yang murah tersenyum.Inka berdeham seraya mengulurkan tangan kanannya ke arah pria itu yang langsung di sambut hangat olehnya."Inka Maharani," beritahu Inka dengan nada
Mohan pulang dengan rasa amarah yang luar biasa, bagaimana mungkin ia bisa kehilangan jejak Inka saat keluar dari cafe tadi. Mohan tak menghiraukan tatapan takut dari bi Mirna sang asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya.Mohan melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.Cklek...Amarah Mohan mendidih begitu membuka pintu kamarnya dan melihat tubuh seorang wanita yang nyaris telanjang. Wanita yang dengan santainya tidur di ranjangking size-nyahanya mengenakan pakaian dalam saja, belum lagi berpose seksi bak model majalah dewasa."Apa yang kau lakukan di sini!!!" bentak Mohan menggelegar.Wanita itu bukannya takut malah tersenyum manis menyambut kedatangan Mohan."Siapa yang mengizinkan mu menginjakkan kaki ke rumah ku!!" lagi Mohan membentak, rasanya amarahnya yang sejak tadi tak bisa ia tahan lagi."Bi Mirna!!!!!" teriakan Mohan kali ini yang memanggil nama bi Mirn
Habis yang bikin kesel2 gemes, sekarang aku kasih yang manis-manis kyak akohInka tersadar jika ia kehilangan tasnya saat kejadian memalukan di cafe seminggu yang lalu. Inka mendesah lirih karena merasa kehilangan tas kesayangannya, tas selempang sederhana yang begitu sangat ia sayangi. berat rasanya jika kehilangan tas itu. tapi mau bagaimana lagi, di cari pun tak mungkin ketemu lagi, kan?Untung saja ponsel Inka tak ikut tertinggal di dalam tas itu, saat itu ponsel miliknya sengaja Inka kantongi di dalam celana jeans yang saat itu ia kenakan. Kebiasaan Inka untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu hal yang tak mengenakan, dan hal itu pun benar adanya, di saat ia kehilangan tas tetapi ponselnya tetap aman bersamanya.Tetapi, Inka harus merelakan uangnya yang tak banyak di dalam tas itu. Tak apalah, Inka bisa mencarinya lagi, mungkin memang bukan rezekinya memiliki uang itu."Huffftt," helaan nafas kasar Inka.Sampai sekarang Ink
"Selamat pagi Kanz." sapaan ceria Inka pada Kanz dan satu teman prianya.Kanz terperangah dengan penampilan Inka hari ini, Inka sungguh luar biasa sangat cantik."Selamat pagi juga Inka," Kanz membalas sapaan Inka setelah dirinya tersadar jika sudah terlalu lama mengangumi Inka."Apa aku terlambat di hari pertamaku bekerja?" tanya Inka cemas, karena ia memang sangat sulit untuk bangun pagi dan belum lagi berdandan.Kanz menggeleng. "Tidak Inka, lagian juga kita mulai buka jualannya agak siangan."Kepala Inka manggut-manggut sambil mulutnya menggerakkan huruf O."Oh iya, kenalkan ini temanku. Namanya, Bio." ujar Kanz memperkenalkan temannya."Hai, aku Bio." teman Kanz memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangan ke arah Inka."Bio-Biodata?" kekeh Inka merasa geli mendengar nama teman Kanz ini."Bisa jadi," gurau Bio yang tak mempermasalahkan hal itu."Aku, Inka Maharani. Ehmm, kau bisa memanggilku Inka saja."
Mohan sudah sampai di tempat janji temu dengan kliennya, kliennya meminta pertemuan mereka di lakukan di luar kantor. Dan disinilah Mohan berada, menunggu sang klien sampai di cafe yang sudah mereka pesan.Cukup lama Mohan menunggu, tak lama seorang pria paruh baya namun masih terlihat sangat tampan dan gagah.Mohan langsung berdiri dari duduknya menyambut sang klien. "Selamat siang tuan Hans Laurent."Mohan mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan tuan yang ia panggil Hans Laurent itu. Tuan Hans Laurent menyambut uluran tangan Mohan."Selamat siang juga tuan Mohan.""Ah, mari silahkan duduk." Mohan mempersilakan tuan Hans untuk duduk di kursi di depannya."Terima kasih," balas tuan Hans seraya duduk."Baiklah, mari kita mulai saja tujuan kita kesini. Tentang rencana kerjasama mengenai bisnis kita."Tuan Hans mengangguk. "Tuan Mohan bisa memulainya lebih dulu."Mohan tersenyum dan langsung berbicara mengenai bi
Kanz menoleh ke belakang saat merasakan punggungnya di tepuk seseorang. Wajah wanita yang belakangan ini menarik sekaligus memikat hatinya lah sebagai pelaku yang menepuk punggungnya."Inka, ini sungguh kau?" tanya Kanz takjub sekaligus pangling dengan penampilan Inka hari ini.Inka mengangguk seraya tersenyum geli melihat tingkah Kanz yang seperti hampir tak mengenalinya."Iya, ini aku Inka, Kanz!" ucap Inka nyaris teriak gembira."Astaga! Aku hampir saja tak mengenalimu loh." kekeh Kanz mengacak rambut baru berponi Inka.Inka mendengus sebal seraya menepiskan tangan Kanz yang mengacak rambut barunya."Pipimu jadi kelihatan tirus Inka," goda Kanz memperhatikan wajah Inka dengan jarak dekat."Mana pipi cabimu yang selalu bikin aku gemas ini." Kanz mencubit gemas kedua pipi Inka, membuat Inka mengadu kesakitan."Uhm, sakit Kanz!""Masa sih? aku kan cuma menyubit pelan pipimu, seperti ini—" Inka langsung menghenti
Kanz menatap jalanan dari jendela rumah kontrakannya, rumah kontrakan sederhana yang ia sewa bersama Bio. Sedikit banyaknya Bio tahu tentang kehidupan seorang Kanzeel Laurent."Kau berbohong padanya Kanz," ujar Bio pada Kanz yang saat ini fokus menatap ke arah jalanan.Kanz sama sekali tak bergeming dengan ucapan temannya itu, membuat Bio merasa gemas melihatnya."Ayolah Kanz, sebaiknya kau jujur saja pada Inka mengenai dirimu yang sebenarnya." sambung Bio lagi agar Kanz mau jujur pada Inka."Aku takut dia tidak akan menerima ku lagi sebagai temannya, kau tahu kan Bio, hubungan pertemanan kami baru saja di mulai." lirih Kanz sedih."Dia akan lebih terluka jika kau tak jujur dari awal padanya Kanz, dia akan menganggap jika kau hanya memanfaatkan dirinya saja dengan kebohonganmu."Kanz terdiam, tampak ia sedang mencerna ucapan temannya yang sebenarnya ada benarnya juga."Aku tidak bisa Bio, Maaf." lirih Kanz lagi yang kini bangkit berdiri dan berjala