Home / Romansa / Sang mantan / 1. Pertemuan yang disengaja

Share

Sang mantan
Sang mantan
Author: Ade Tiwi

1. Pertemuan yang disengaja

Author: Ade Tiwi
last update Last Updated: 2021-05-26 22:07:29

PRANGGG!

Vyanka menutup kedua telinganya yang berdengung dengan kedua tangannya, menatap takut pada sang atasan yang menjabat sebagai mandor di pabrik ini. Sang mandor yang bernama Andi itu pun murka dengan kinerja Inka yang semakin lelet dalam bekerja, bahkan beberapa hari ini wanita cantik itu kerap kali datang terlambat ke pabrik.

"Katakan pada saya, apa mau kamu yang sebenarnya?!" tekan Andi bertanya dengan tegas, menatap tajam ke arah Inka yang menundukkan kepalanya.

Nyali Inka semakin ciut mendengar nada suara pak mandor, takut-takut ia mendongakkan kepalanya demi melihat wajah sang mandor.

"Ma--mafkaan saya pak." cicit Inka dengan suara yang sangat pelan dan tergagap, namun masih bisa di dengar jelas oleh Andi.

"Maaf?" ulang Andi agar pendengarannya tak salah.

"Lain kali saya tidak akan mengulangi kesalahan lagi, dan--saya berjanji tidak akan terlambat lagi."

Andi menyipitkan matanya mendengar penuturan dari Inka. "Kamu yakin dengan ucapanmu?" 

Kepala Inka mengangguk cepat, ia tak mau membuat mandornya bertambah semakin marah.

Suara dering ponsel Andi yang berada di saku celananya pun berbunyi, ia merogoh sakunya dan mengambil ponsel pintar miliknya. Di lihatnya nama sih penelpon di layar ponselnya, matanya mendelik begitu tahu siapa yang meneleponnya.

"Ha--halo." sapa Andi dengan suara gemetar dan tergagap, hal itu tak luput dari pengamatan Inka yang masih melihat ke arah Andi.

".............."

"Apa pak?" sentak Andi terkaget. "Baik pak, saya akan menyuruhnya langsung ke ruangan bapak."

Andi memutuskan sambungan telepon saat pembicaraan selesai, ia memasukkan kembali ponselnya ke saku celana kerja yang ia kenakan.

Andi menatap tajam ke arah Inka. "Inka!" panggilnya.

"Iya pak?"

"Pak Anwar barusan menelpon saya, dan menyuruh kamu untuk datang ke ruangan pemilik pabrik ini."

"Apa pak?" Inka mendelikkan matanya mendengar ucapan Andi.

"Kenapa mata kamu melotot ke arah saya begitu? kamu tidak suka dengan perintah yang di berikan pak Anwar?" kesal Andi.

Kepala Inka menggeleng. "Enggak pak, saya hanya kaget."

"Ya sudah, kalau begitu sekarang kamu temui pak Anwar dulu sana. Nanti dia yang akan mengantarkan kamu ke tuan pemilik pabrik ini."

Mendengar titah Andi yang tak terbantahkan ini, mau tak mau Inka menurutinya. Tapi sebelum itu, Inka ingin terlebih dahulu mengetahui alasan kenapa dirinya di panggil sang penguasa pemilik pabrik ini. Yang setahu Inka sangat misterius, maksudnya Inka belum tahu siapa sosok pemilik pabrik ini yang sebenarnya, ataukah Inka yang mungkin memang kurang perhatian pada hal sekitar termasuk hal sepenting ini.

"Kenapa masih disini Inka!" bentak Andi membuat Inka berjengit kaget.

Inka sedikit membuka mulutnya ingin bicara, tapi begitu melihat raut menakutkan dan tak bersahabat yang Andi pancarkan. Inka pun mengurungkan niatnya dan cepat-cepat pergi dari hadapan mandor galak itu.

Dengan langkah takut-takut Inka mengetuk pintu ruangan pak Anwar, setelah mendengar suara dari dalam ruangan yang menyuruhnya masuk, maka Inka pun masuk dengan perasaan yang campur aduk.

"Permisi pak, selamat siang." sapa Inka pertama kali.

"Selamat siang Inka," balas pak Anwar tersenyum.

"Ada apa ya pak? Apakah saya berbuat salah?" tanya Inka panik yang langsung mengutarakan rasa penasarannya.

"Saya kurang tahu Inka, tapi pemilik pabrik ini menyuruh saya untuk membawa kamu ke hadapannya." Kening Inka berkerut dalam mendengar penuturan pak Anwar yang tak tahu mengapa pemilik pabrik ini memanggilnya.

"Jadi, untuk itu. Ayo saya antarkan kamu menemui beliau." ucap pak Anwar tersenyum seraya mengajak Inka agar mengikutinya.

Inka pun melangkahkan kakinya mengikuti langkah pak Anwar, yang sebentar lagi akan membawanya ke ruangan dimana pemilik pabrik ini sekarang berada.

"Pak Anwar, tunggu dulu!" cegah Inka memanggil pak Anwar yang otomatis menghentikan langkahnya.

"Ada apa Inka?" tanya pak Anwar yang dapat melihat kegelisahan Inka dari raut wajahnya.

"Apakah saya akan di pecat?" pertanyaan Inka membuat pak Anwar tersenyum geli mendengarnya.

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"

"Karena saya sering berbuat kesalahan selama bekerja disini pak." jelas Inka semakin gusar.

"Lagian, ini untuk pertama kalinya pemilik pabrik misterius ini memanggil saya pak." sambung Inka tanpa sadar.

"Misterius?" ulang pak Anwar berpikir keras dengan ucapan Inka.

Inka gelagapan. "Eh, itu pak. Ma--maksud saya__"

"Ya, saya tahu apa yang ingin kamu katakan. Tapi, sebaiknya itu kamu simpan saja dulu. Nanti juga rasa penasaran kamu akan terjawab." sahut pak Anwar memotong ucapan Inka.

Inka mengangguk dan kembali mengikuti langkah pak Anwar, tak berapa lama mereka sampai di ruangan penguasa yang sesungguhnya.

Cklek...

Pak Anwar membuka pintu, dan mempersilakan Inka untuk masuk ke dalamnya. Dengan kaki yang gemetaran Inka melangkah masuk ke dalam.

Hal yang pertama kali Inka lihat saat masuk ke dalam ruangan ini adalah punggung kokoh seorang pria yang sedang berdiri memunggunginya. Inka persis berdiri di belakangnya yang berjarak tak terlalu dekat dan tak terlalu jauh.

Cukup lama mereka berada pada posisi itu, mulut Inka serasa gatal ingin bicara saat orang itu tak kunjung juga berbalik badan ke arahnya. Tapi baru saja ia membuka mulut ingin bicara, namun kembali Inka urungkan niatnya itu. Baginya, itu terlihat tak sopan. Untuk itu Inka akan memilih bersabar sampai orang itu sendiri yang akan berbalik badan dan bicara padanya.

"Vyanka Maharani."

Degg.

Suara itu? 

Seketika kedua bola mata Inka melotot sempurna saat melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini. 

"Apa kabarmu?" ucap pria itu setelah membalikkan badannya dan menatap ke arah Inka penuh minat.


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang mantan   50. Ekstra part

    "Ciyeee, selamat sayangku!" teriak Kanz naik ke atas pelaminan untuk menyalami sepasang pengantin.Kanz langsung mendekatkan wajahnya mencium pipi kanan dan kiri Inka, kemudian Kanz memeluk Inka sambil kepalanya mengarah ke arah Mohan dan memeletkan lidahnya.Mohan melotot pada Kanz yang tengah mengejeknya, meskipun begitu Mohan tetap membiarkan Kanz yang memeluk Inka karena Mohan sekarang tak merasa cemburu pada pria itu, bahkan saat Kanz memanggil Inka dengan sebutan sayang sekali pun. Mohan sudah menganggap Kanz sebagai teman baiknya, sebab pria itu yang selama ini telah membantu memperbaiki hubungannya dengan Inka yang sempat terpisah."Bagaimana perasaanmu Inka?" tanya Kanz setelah melepaskan pelukannya.Inka tersenyum tersipu, "luar biasa, sangat bahagia!" kata Inka nyaris menjerit bahagia.Kanz tersenyum dan beralih menatap Mohan, matanya menyipit memperhatikan Mohan dari bawah ke atas. "Hmm, kau tampan juga ternyata kalau di dan

  • Sang mantan   49. Pernikahan

    Hari yang dinanti akhirnya pun tiba, setelah menunggu beberapa hari yang waktunya terasa sangat lama berputar. Kini tiba saatnya Inka dan Mohan akan resmi menjadi suami istri setelah melewati hari ini.Semua orang tampak berbahagia menyambut suka cita hari pernikahan Mohan dan Inka. Tak terkecuali termasuk sepasang mempelai pengantin yang tampak menyambut antusias hari ini, raut keduanya pun tampak tegang kerena rasa gugup yang menjalari.Barusan Inka keluar dari ruangan rias khusus pengantin, Inka di dandani secantik mungkin dengan gaun pengantin yang sangat indah. Mohan benar-benar memberikan segala sesuatunya yang terbaik untuk hari pernikahannya yang kedua.Memang, ini pernikahan kedua bagi Mohan. Tetapi, pernikahan pertama yang dapat Mohan rasakan dengan perasaan bahagia yang membuat dadanya membuncah gembira.Inka keluar dengan di iringi iringan-iringan pengantin dan musik orkestra yang mengalun merdu yang mengiringi setiap langkah

  • Sang mantan   48. Menghitung hari

    Inka dan Mohan sama-sama sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan mereka tiba. Tak perlu waktu lama bagi Mohan untuk mempersiapkan segala keperluan pernikahannya, kini tinggal menunggu seminggu lagi bagi mereka untuk melangsungkan pernikahan."Kau senang sayang?" tanya Mohan.Inka menggeleng, "aku bahkan sangat gugup menunggu hari itu tiba yang akan datang sebentar lagi. Huffftt!" desah Inka menenggelamkan wajahnya ke meja makan di rumah Mohan."Santai sayang, jangan merasa gugup." Mohan sebenarnya juga merasa tersiksa melihat Inka yang selalu merasa gugup apabila mengingat hari pernikahan mereka.Inka mengangkat kepalanya dari meja, "berapa tamu undangan yang akan hadir ke acara pesta pernikahan kita?" tanya Inka penasaran."Tak banyak, palingan banyak dari kalangan sesama pebisnis dan teman-temanku saja.""Hanya itu?" Mohan mengangguk."Kenapa?" tanya Mohan sembari merapikan anak rambut Inka.Inka mengigit bibir

  • Sang mantan   47. Rencana pernikahan

    "Sudahlah, mari kita mulai lupakan semua hal yang telah berlalu, melupakan semua hal yang menyakitkan. Dan mari kita mulai memikirkan masa depan, memikirkan hal baik yang akan kita lalui selanjutnya." kata Bu Ina tak ingin ada kesedihan lagi bagi keluarganya."Mulai pikirkan dari sekarang rencana pernikahan kalian." kata ayah Inka membuka suaranya yang tiba-tiba membahas soal pernikahan Inka dan Mohan."Pernikahan?" pekik Mohan dan Inka secara bersamaan.Ayah Inka mengangguk, "tentu kalian ingin hubungan ini sampai ke jenjang pernikahan, kan?" tanya ayah Inka.Inka dan Mohan kompak menganggukkan kepalanya lagi, "tentu ayah," Inka tersenyum bahagia."Makanya cepat mulai di pikirkan dari sekarang." kata ayah Inka lagi sebelum beranjak pergi dari situ."Benar apa kata ayahmu Inka, ibu setuju dan kalian mulailah memikirkan rencana pernikahan kalian." Bu Ina mengedipkan sebelah matanya menggoda dan ikut bangkit berdiri menyusul suaminya.I

  • Sang mantan   46. Restu

    Inka menggenggam tangan Mohan yang tampak sedikit gemataran karena gugup dengan malam ini. Sesuai dengan permintaan sang ibu yang menyuruhnya untuk mengundang Mohan agar datang malam ini ke rumahnya. Awalnya Mohan menolak dan syok mendengarnya, tapi Inka menjelaskan pada Mohan jika kedua orang tuanya sudah memaafkan dan merestui hubungan mereka.Meskipun begitu tapi tetap saja bagi Mohan rasanya sangat gugup dan canggung. Terlebih lagi beberapa waktu yang lalu kedua orang tua Inka menunjukkan sikap ketidak sukaan yang terkesan sangat membenci Mohan. Lalu dengan tiba-tibanya secara mendadak Inka mengabarkan kabar yang membahagiakan.Mohan tentu saja sangat bahagia, namun ia juga tak ingin jika kebahagiaannya itu hanya candaan dari orang tua Inka saja. Mohan tak ingin jika ini hanyalah sebuah mimpi yang indah.Kanz yang duduk di depan mereka berdua pun terkekeh melihat sikap gugup yang Mohan tunjukkan. Mohan bahkan sampai mendelikkan matanya agar Kanz berhen

  • Sang mantan   45. Sebuah keputusan (2)

    "Ibu!" pekik Inka senang begitu membuka pintu kamarnya dan melihat sang ibu yang tengah berdiri di ambang pintu.Bu Ina menatap putrinya dengan tatapan sendu, melangkah mendekati Inka dan memeluknya. Mendapat perlakuan yang manis seperti itu dari ibunya, Inka sempat tertegun untuk beberapa saat dengan mata mengerjap berulang kali.Benarkah ini nyata? Benarkah ternyata saat ini yang tengah memeluk Inka adalah ibunya.Ragu-ragu tangan Inka bergerak ingin membalas pelukan Bu Ina. Syok saat mendengar suara isakan sang ibu yang terdengar sangat pilu."Ibu, tidak apa-apa?" Inka memberanikan dirinya bertanya pada Bu Ina.Beliau tidak menjawab pertanyaan putrinya dan lebih memilih semakin mengeratkan pelukannya. Suara isakan tangis Bu Ina pun semakin kuat, Inka tentu sangat kalut dengan ibunya yang menangis.Melepaskan pelukan, Inka menangkup kedua pipi ibunya. "Ibu, ada apa?" tanya Inka panik dengan mata berkaca-kaca.Bu Ina memegang k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status